Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Net-Zero Emissions, dari Langkah Kecil Menuju Perubahan Besar

18 Oktober 2021   13:15 Diperbarui: 18 Oktober 2021   13:23 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia menargetkan untuk mencapai Net-Zero Emissions (NZE) atau nol bersih emisi selambat-lambatnya pada 2060.

Berbagai kebijakan pembangunan rendah karbon pun diterapkan di berbagai sektor. 

Di sektor energi, misalnya, diterapkan kebijakan penurunan intensitas energi (Efisiensi Energi), pengembangan Energi Baru dan Terbarukan (EBT). Selain itu, penerapan Standar Kinerja Energi Minimum (SKEM) dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB).

Target ini sebenarnya lebih lambat 10 tahun jika dibandingkan dengan yang ditargetkan negara-negara lain. Terlebih pada Konferensi Tingkat Tinggi Iklim di Paris pada 2015 mewajibkan negara industri dan maju -- sebagai penyumbang terbesar gas emisi karbon, untuk mencapai NZE nol-bersih emisi pada 2050.

Mungkin karena Indonesia bukan termasuk negara industri dan maju, jadi Indonesia menargetkannya pada 2060. Indonesia termasuk negara berkembang, bukan negara industri atau maju. Meski demikian, tetap harus berperan dalam pengendalian perubahan iklim.

Emisi karbon adalah gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mengandung karbon. Contohnya, CO2, gas pembuangan dari pembakaran bensin, solar, kayu, daun, gas LPG, dan bahan bakar lainnya yang mengandung hidrokarbon. Emisi karbon, salah satu penyumbang pencemaran udara yang berdampak buruk pada kesehatan manusia dan lingkungan. 

Hmmm...masih ada waktu 39 tahun lagi. Ketika 39 tahun ke depan, jika saya diberi umur panjang, berarti saya sudah sepuh banget. Anak-anak juga sudah memiliki keluarga masing-masing. Itu berarti, jika target itu tercapai, yang menikmati NZE ini anak, cucu, dan cicit saya. Tiga generasi!

Kita harus mendukung target ini karena dampak negatif dari perubahan iklim membuat kelompok rentan semakin terpuruk. Ya siapa lagi kalau bukan anak-anak,  perempuan, masyarakat adat, penyandang disabilitas, kelompok miskin, dan lanjut usia.

Kira-kira selama hampir 4 dasawarsa itu, apakah kita bisa memenuhi target itu? Kita harus optimis bisa! Pasti bisa. Jika kita sama-sama berkomitmen untuk mewujudkan target itu. Bisa, kan?

Memang tidak dipungkiri berbagai tantangan dan resiko yang dihadapi untuk mewujudkan NZE tidaklah sedikit. Butuh biaya yang tinggi, teknologi yang mutakhir, SDM yang mumpuni, dan tentu saja kesadaran kita sebagai masyarakat untuk membuat bumi jadi lebih hijau dan ramah.

Nah, bagaimana saya dan anak-anak bisa ikut berkontribusi dalam mendukung Net-Zero Emissions dalam kehidupan sehari-hari? Berikut hal-hal sederhana yang bisa saya dan keluarga lakukan:

1. Mematikan lampu jika tidak dipakai

Saya selalu tekannya pada anak-anak saya untuk mematikan lampu jika tidak dipakai atau tidak menyalakan lampu saat siang hari atau cahaya di ruangan masih cukup terang. 

Jika saya mendapati ada lampu yang menyala langsung saya matikan. Saya orang yang paling cerewet soal ini di rumah. Terkadang kebiasaan saya ini terbawa ketika saya di kantor, di rumah teman, atau saudara. 

Mematikan lampu adalah langkah yang paling mudah, namun sangat memberikan dampak untuk penggunaan listrik. 

Bagi saya, tindakan ini selain menghemat listrik yang berarti bisa menghemat uang, juga bisa mengurangi emisi karbon hasil dari pembakaran energi yang tidak ramah lingkungan. Itu artinya, saya dan keluarga ikut bertanggung jawab untuk mengurangi perubahan iklim global.

Sebagaimana kita ketahui, energi menjadi penyumbang terbesar penyebab perubahan iklim global. Sekitar 60% emisi gas rumah kaca disebabkan penggunaan energi secara masif dan tidak ramah lingkungan. Karena itu, penting sekali untuk menghemat listrik sebagai bentuk menghemat energi.

2. Cabut kabel yang tidak perlu

Saya juga selalu menekankan pada anak-anak untuk mencabut kabel yang tidak perlu. Semisal mencabut kabel charge handphone ketika daya sudah penuh, setelah main playstation, sesudah menonton televisi, ketika nasi di rice cooker sudah matang atau kipas angin tidak digunakan lagi.

Kabel-kabel itu jika tetap terpasang di colokan listrik dalam keadaan standby, tetap menyedot listrik meski dalam jumlah yang kecil. Artinya, listrik tetap berjalan walau benda elektronik tersebut tidak digunakan. Dengan mencabut kabel yang tidak perlu, ini akan menghemat listrik.

3. Tidak membuang-buang kertas yang masih bisa dipakai

Ini juga hal yang saya selalu tekankan kepada anak-anak saya. Bisa dibilang saya juga cerewet untuk hal yang satu ini. Dari apa yang saya ketahui setiap 12.000 kertas yang dihasilkan mengorbankan satu pohon di hutan. Bisa bayangkan butuh waktu berapa lama untuk menumbuhkan 1 pohon di hutan? 

Selama pembelajaran daring di masa pandemi Covid-19 ini, saya selalu meminta anak-anak untuk memakai buku tulis bekas yang masih bisa dipakai saat mengerjakan tugas-tugas sekolah. 

Tugas-tugas ini kan tidak diserahkan dalam bentuk fisik tapi dalam bentuk file atau foto yang dikirim ke Google Class Room atau link. Jadi, buku tulis bekas kelas sebelumnya yang masih tersisa ya dimanfaatkan saja. Tidak perlu beli buku baru. 

Jika ada tugas menggambar, anak saya selalu menggunakan kertas hvs bekas pekerjaan saya dengan memanfaatkan halaman belakangnya. Dengan cara ini, setidaknya saya mengedukasi anak saya untuk lebih bijak menggunakan kertas. 

Saya juga kerap memanfaatkan sisi kertas yang masih kosong buat mencatat pekerjaan yang saya ikuti secara online, atau coret-coretan saat saya mengajarkan anak saya mengerjakan tugas-tugasnya atau mencatat daftar belanjaan atau lain-lainnya. 

Ketika pembelajaran tatap muka mulai ditetapkan secara terbatas, baru deh saya beli beberapa buku tulis untuk anak-anak. 

Hemat bukan? Dengan cara seperti ini setidaknya saya turut berperanmelindungi hutan.

4. Memakai tisu seperlunya

Wah untuk urusan yang satu ini, saya juga cerewet. Saya selalu tekankan kepada anak-anak saya, terutama pada anak pertama saya, untuk memakai tisu seperlunya. Kalau anak saya ambil tisu langsung beberapa lembar, saya lantas menegurnya. 

Saya mengajarkan untuk mengambil selembar dulu. Jika dirasa masih kurang ambil lagi selembar. Atau selembar tisu itu dilipat-lipat lalu digunakan untuk melap mulut bekas makan. Kalau dirasa kurang bersih, buka lipatan, lap lagi.

Terkadang tisu bekas pakai yang masih kering saya pakai lagi buat melap meja makan yang basah atau kena noda makanan atau melap kompor gas dari percikan minyak goreng atau lain-lain. 

Kalau tisu habis, saya tidak langsung segera membeli tisu baru. Saya memanfaatkan lap berbahan kain yang dapat dicuci dan dipakai berulang-ulang sehingga tidak menghasilkan limbah kertas.

Menghemat penggunaan tisu berarti memberikan dampak yang cukup besar bagi keberlangsungan pohon. Bukan begitu?

5. Mengurangi pemakaian kantong plastik

Setiap 3 Juli diperingati sebagai International Plastic Bag Free Day atau Hari Tanpa Kantong Plastik Sedunia. Peringatan ini diciptakan oleh Bag Free World untuk menyadarkan masyarakat dampak buruk dari kantong plastik sekali pakai di seluruh dunia. 

Kita memang tidak bisa lepas begitu saja dari penggunaan kantong plastik. Tapi, setidaknya ketika saya atau anak-anak berbelanja selalu membawa kantong belanja sendiri. 

Saya juga kerap menolak jika hanya belanja satu atau dua barang kemudian dimasukkan ke kantong plastik. Biasanya, kantong plastik saya kembalikan lagi ke penjualnya, lalu barang yang saya beli saya memasukkannya ke dalam tas atau saya pegang di tangan kiri kanan saya. 

Ini adalah langkah sederhana yang bisa dilakukan untuk mengurangi kantong plastik sekali pakai. 

6.  Mengurangi frekuensi menggunakan kendaraan bermotor pribadi

Kendaraan bermotor berbahan bakar fosil adalah salah satu penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK). Tingkat penggunaan kendaraan bermotor yang tinggi menjadi salah satu penyebab kepadatan GRK di atmosfer bumi. 

Karenanya, saya sering membiasakan anak-anak berjalan kaki untuk jarak 500 meter hingga 1 km. Kebetulan juga saya "hobi" berjalan kaki. Ya anggap saja olahraga. Selain menghemat uang, juga menyehatkan bukan?

Selain itu, saya juga anak-anak kerap naik sepeda untuk keperluan berbelanja di sekitar kompleks rumah yang areanya cukup luas. transportasi ini lebih ramah terhadap lingkungan karena sama sekali tidak membutuhkan bahan bakar dan sama sekali tidak mengemisi GRK. 

Kalau untuk berangkat kerja saya biasa menggunakan transportasi massal seperti kereta listrik dan bus TransJakarta.

7. Mengurangi sampah organik

Pengurangan emisi sampah dapat dilakukan dengan lebih baik bila disertai dengan memilah-milah sampah organik, sampah non-organik, dan sampah residu. Sampah organik bisa diolah menjadi kompos, sampah non organik diolah menjadi kerajinan bernilai ekonomis, sementara sampah residu dikirim ke tempat pengelolaan bahan bakar biodiesel. 

Setelah dipilah-pilah, sampah-sampah ini diserahkan ke bank sampah Mutiara yang berada di kompleks rumah. Sampah-sampah ini ditimbang, jumlah uang yang diterima disimpan di bank sampah sebagai tabungan. Bank sampahlah yang nanti mengelola atau mendistribusikan ke para mitra. 

Dengan cara seperti ini, selain lingkungan jadi terlihat lebih bersih dan sehat, juga bisa menghasilkan uang.

Demikian beberapa langkah saya (dan keluarga) untuk membantu mengurangi emisi gas rumah kaca menuju Net-Zero Emissions (NZE).

Pencapaian nol emisi karbon atau net zero emission memang tantangan tetapi harus dimulai dari langkah yang kecil untuk menuju perubahan besar. Mulailah dari diri sendiri.  

Begitu bukan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun