Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Pernikahan Anak, Begini Dampaknya pada Kesehatan Fisik dan Mental

22 Februari 2021   15:48 Diperbarui: 22 Februari 2021   19:10 748
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ulah Aisha Weddings masih saja hangat diperbincangkan. Anjuran wedding organizer itu yang mengajak anak usia 12 tahun untuk segera menikah membuka mata bahwa pernikahan anak masih saja terjadi dan masih akan terus terjadi jika tidak ada usaha untuk mencegahnya. Padahal, akibat dari pernikahan usia anak itu sangat berdampak buruk pada anak.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) pun mengadakan Sosialisasi Upaya Pencegahan Perkawinan Anak untuk Mencapai Derajat Kesehatan Masyarakat yang optimal Guna Terwujudnya Indonesia Layak Anak (IDOLA) Tahun 2030, yang diadakan secara virtual, Jumat (19/2/2021), yang saya ikuti.

Hadir sebagai pembicara yaitu Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA Lenny N. Rosalin; Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Bappenas, Woro Srihastuti; Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan, Erna M; Perwakilan Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM PP POGI (Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia) dr. Arietta Pusponegoro; dan Satgas Perlindungan Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia dr. Eva Devita Harmoniati.

Pemaparan dr. Arietta Pusponegoro, Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) -- hasil sreenshoot, dokumen pribadi
Pemaparan dr. Arietta Pusponegoro, Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri Ginekologi Indonesia (POGI) -- hasil sreenshoot, dokumen pribadi

Lenny N Rosalin menegaskan perkawinan anak adalah bentuk pelanggaran hak anak yang memiliki banyak dampak negatif dan sangat berbahaya. Sebut saja stunting, tingginya angka kematian ibu dan bayi, tingginya angka putus sekolah, tingginya angka pekerja anak yang rentan diberi upah rendah sehingga turut meningkatkan angka kemiskinan, serta dampak lainnya.

Anak atau remaja yang sudah menikah juga rentan mengalami depresi hingga keinginan untuk bunuh diri. Berbagai dampak ini tidak saja dirasakan oleh anak, tapi juga negara. Untuk itu, semua pihak perlu bersinergi mencegah perkawinan anak demi kepentingan terbaik 80 juta anak Indonesia, tegasnya.

Hal senada juga disampaikan dr. Arietta Pusponegoro, bahwa perkawinan anak akan menghasilkan kehamilan di usia muda yang sangat berisiko menyebabkan tingginya morbiditas (kesakitan) dan mortalitas (kematian) maternal (ibu hamil).

"Saya menegaskan semua pemeriksaan kehamilan di usia remaja harus dirujuk ke rumah sakit, tidak boleh ditangani di puskesmas atau di bidan. Ini akan membahayakan anak sebagai ibu maupun bayinya," tegasnya.

Dikatakan, masa kehamilan, melahirkan, dan nifas yang terbaik yaitu pada usia 20-35 tahun. Pada usia ini periode fertilitas tertinggi, insiden kelainan kromosom janin terendah, resiko komplikasi kehamilan terendah, dan mencegah kanker serviks.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun