Mohon tunggu...
Tety Polmasari
Tety Polmasari Mohon Tunggu... Lainnya - ibu rumah tangga biasa dengan 3 dara cantik yang beranjak remaja
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

kerja keras, kerja cerdas, kerja ikhlas, insyaallah tidak akan mengecewakan...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sketsa Kehidupan "Perempuan-perempuan Tangguh"

5 Desember 2020   12:48 Diperbarui: 5 Desember 2020   13:29 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisa juga sih memesan makanan secara online seperti beberapa kali saya lakukan, tapi kan itu butuh waktu. Sementara ibu penjual itu tepat berada di depan kita. Jadi tidak butuh waktu, tidak harus mengeluarkan tenaga juga. 

Memang ada kantin dan gerai-gerai makanan, tapi perlu waktu dan tenaga juga untuk bisa ke sini. Iya kalau dekat dengan poli yang kita kunjungi, kalau jauh? Tahu sendiri kan betapa luasnya area RSCM. Bagi yang baru ke sini tentu memusingkan.

Itulah yang mendorong Ibu Dwi berjualan. Saat ia sempat dirawat di RSCM, ia melihat beberapa pendamping kesulitan untuk membeli makanan. Membeli berarti harus meninggalkan pasien. Jadi, ia melihat ada peluang usaha di sini.

Untuk mempersiapkan jualannya, ibu tiga putra ini rela bangun jam 2 dini hari di saat yang lain masih terlelap tidur. Ia shalat sunah dulu sebelum memulai aktifitasnya itu. Setelah itu, baru ia berkutat di dapur. Membuat lontong, lemper, tahu isi, pastel, dadar burung. 

"Semuanya hasil bikin sendiri, bukan beli di pasar subuh," katanya. 

Dalam sehari itu, ia bisa membawa sekitar 40 kemasan yang ditaruh di tas ranselnya. Lalu ia pun beranjak dari rumahnya yang berada di sekitar Cipinang dengan naik angkot dua kali. 

Biasanya, ia tiba di RSCM pada pukul 8 pagi. Tidak sampai setengah hari jualannya ludes tak bersisa. Berapa keuntungan yang ia peroleh? 

"Ya cukuplah, yang penting nutupin modal dan ongkos. Kalo tenaga mah saya nggak hitung. Saya mah hitung-hitung nolongin pasien aja. Itu udah cukup membahagiakan buat saya. Biar berkah juga. Kalo mikir keuntungan, duit yang saya dapatkan ini mah nggak ada artinya," katanya. 

Mengapa ia harus banting tulang toh ia punya tiga anak yang semuanya lelaki. Apakah anak-anaknya tidak ada yang membantunya?

"Anak-anak saya jauh-jauh. Yang satu tinggal di Cimanggis, anaknya ada enam. Yang satu lagi tinggal di Bekasi, anaknya ada empat. Yang satu lagi di sekitaran Jakarta, ada anaknya juga. Kasian kalo direpotin," katanya.

Daripada ia berkeluh kesah dan berpangku tangan tanpa hasil, ia pun berjualan. Ia sendiri tinggal bersama adiknya yang juga janda seperti dirinya. Suaminya sudah meninggal beberapa tahun lalu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun