"Bun, Rachel dipanggil-panggil nggak nyaut-nyaut," lapor anak saya ketika membuka pintu kamar saya.
"Coba diketok-ketok kamarnya," kata saya.
"Harus masuk dong?" tanyanya, yang saya jawab "iya". Anak saya lalu kembali ke rumah sahabatnya itu.
Beberapa menit berselang, tetangga saya mengucapkan terima kasih karena akhirnya anaknya terdengar juga kabarnya.
"Alhamdulillah...udah dibangunin Najmu. Terima kasih ya bu," katanya yang saya balas "sama-sama".
Ya...siapa lagi yang dimintai pertolongan selain tetangga. Minta tolong keluarga saat itu juga jelas tidak mungkin secara tinggal jauh. Terlebih dalam kondisi hujan seperti ini.
Itulah sebabnya, mengapa hidup bertetangga itu penting. Bukankah ada ungkapan yang menyebutkan kalau tetangga adalah saudara kita yang paling dekat?
Bila ada hal-hal yang terjadi di rumah, tetanggalah orang-orang yang lebih siap membantu, karena berada di dekat kita. Saat kita sakit dan ditimpa musibah, tetanggalah yang pertama membantu kita.
Bagi saya, bertetangga bukan semata-mata untuk sekedar hidup bersosialisasi, tapi ada nilai-nilai kehidupan yang bisa kita ambil. Saling menghargai, saling mengasihi, saling menolong, dan saling berbagi.
Hidup bertetangga itu, menurut saya, harus saling mengenal dan harus saling menyapa. Ada interaksi. Bukan sekedar tahu bahwa tetangga A tinggal di blok yang sama. Jika seperti ini, ya tidak heran ketika berjumpa di jalan tidak saling sapa karena tidak saling kenal padahal bertetangga. Ya kan aneh.
Saya tahu, saya orang yang cukup sibuk dengan urusan pekerjaan saya. Setiap mau berangkat kerja, suami mengantarkan saya ke Stasiun Citayam, dan setiap pulang suami menjemput saya di stasiun yang sama. Jadi, kesempatan untuk menyapa tetangga pun terlewatkan.