Mohon tunggu...
Neneng Maulyanti
Neneng Maulyanti Mohon Tunggu... Dosen - perempuan

pensiunan PNS dan dosen

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pewarisan Nilai Budaya Jepang (Bagian Ketiga)

24 Oktober 2021   19:39 Diperbarui: 24 Oktober 2021   19:44 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah bunyi mesin berhenti, siswa mengeluarkan penghapus yang sudah dibersihkan dari serbuk kapur yang melekat di permukaannya, kemudian meletakkannya di sebelah mesin.

Bila siswa kelas 1 yang meskipun antusias dengan kedatangan tamu, namun mereka duduk tenang tanpa berbicara sepatah katapun, sementara di kelas 10, usai kami memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan kedatangan kami, ketua kelas memberi pidato sambutan singkat, dan dilanjutkan dengan beberapa pertanyaan dari beberapa siswa terkait program training center. 

Di samping pertanyaan yang bersifat formal, beberapa siswa melontarkan pertanyaan yang sifatnya pribadi, misalnya: asal negara kami, lingkungan tempat tinggal kami, dan sebagainya. 

Perlu diketahui, bahwa para trainee yang mengikuti program pelatihan keguruan di center, adalah para guru bahasa Jepang yang berasal dari berbagai negara di dunia. Setelah acara perkenalan selesai, proses belajar mengajar pun dimulai. Saat itu adalah waktu belajar geografi (chiri gaku).

Pada hari itu, ada kejadian yang menarik perhatian saya. Di saat proses belajar-mengaja berlangsung, seorang siswa tertidur di kelas. Bangku siswa ini tepat di depan meja guru, sehingga guru dapat melihat jelas bahwa siswa tersebut tertidur lelap. Hal yang menarik adalah, guru melanjutkan penyampaian materi pelajaran dan bersikap seolah tidak melihat siswa tersebut. 

Ketika siswa tersebut terjaga, guru hanya berkata: "daijoubu desu ka" yang artinya 'kamu tidak apa-apa (tidak sedang sakit)?'. Pertanyaan ini lumrah diucapkan orang Jepang untuk memperlihatkan perhatiannya terhadap kondisi orang lain.  

Berdasarkan jawaban siswa yang mengatakan bahwa dia baik-baik saja, maka guru menganjurkan siswa untuk mencuci muka sebelum mengikuti kegiatan belajar kembali.

 Siswa tersebut bergegas ke kamar mandi, dan lima menit kemudian dia kembali ke tempat duduknya dengan wajah yang memperlihatkan rasa malu. Guru hanya memandanginya sambil tersenyum dan melanjutkan pelajaran, seakan-akan tidak terjadi apa-apa sebelumnya. 

Sementara itu, siswa yang bersangkutan kembali memperhatikan penjelasan guru, meski sesekali menoleh kepada teman-temannya sambil tersenyum malu. 

Cara guru dalam mengatasi masalah yang muncul dalam proses pembelajaran, menunjukkan bahwa guru telah memposisikan diri sebagai pembina moral siswa. Dan hal ini mengingatkan saya pada Elkind dan Sweet (2004) yang mengatakan: You are a character educator. Whether you are a teacher, administrator, custodian, or school bus driver, you are helping to shape the character of the kids you come in contact with. It's in the way you talk, the behaviours you model, the conduct you tolerate, the deeds you encourage, the expectations you transmit. Dengan demikian, semua guru, baik guru bidang studi eksak, sosial, maupun budaya juga merupakan pembina karakter.

Di sekolah-sekolah terdapat kelas-kelas kompetensi, seperti kelas sains, kelas biologi, kelas musik, dan kelas-kelas lainnya sesuai bidang studi yang tersedia. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun