Pendidikan Habitus Perpajakan: Ini berarti kita ingin membentuk kebiasaan atau "naluri" masyarakat (habitus) yang baik terkait perpajakan melalui pendidikan. Tujuan akhirnya adalah masyarakat sadar dan patuh membayar pajak secara sukarela, bukan karena paksaan.
Trans-substansi Pemikiran Ki Hadjar Dewantara: "Trans-substansi" di sini berarti kita "meminjam" atau menerapkan teori/filosofi pemikiran Ki Hadjar Dewantara ke dalam konteks perpajakan. Jadi, bagaimana nilai-nilai dan prinsip pendidikan Ki Hadjar Dewantara bisa relevan dan diterapkan untuk membentuk habitus perpajakan yang positif di masyarakat.
Konsep pendidikan Ki Hadjar Dewantara dikenal dengan Panca Darma (Lima Asas). Menurut (Glori, 2024), Kelima asas tersebut adalah Asas Kodrat Alam, Asas Kemerdekaan, Asas Kebudayaan, Asas Kebangsaan, dan Asas Kemanusiaan.
1. Asas Kodrat Alam
Asas ini memandang manusia sebagai bagian dari alam semesta yang tunduk pada hukum alam, namun dianugerahi akal budi untuk mengelola kehidupannya. Artinya mendidik sesuai dengan potensi dan sifat dasar individu. Setiap orang punya bakat dan kecenderungan. Dalam perpajakan, ini bisa berarti bahwa pendidikan atau sosialisasi pajak harus disesuaikan dengan kondisi, profesi, atau tingkat pemahaman masyarakat yang berbeda-beda. Misalnya, edukasi pajak untuk UMKM akan berbeda dengan edukasi untuk korporasi besar. Hal ini akan mengembangkan potensi kepatuhan alami sesuai dengan kapasitas tiap-tiap individu atau entitas.
2. Asas Kemerdekaan
Asas ini menekankan pentingnya kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup, serta upaya membentuk manusia menjadi pribadi yang bebas dan bertanggung jawab. Dalam konteks perpajakan, ini bisa berarti bahwa masyarakat harusnya memiliki kesadaran dan kemauan sendiri untuk membayar pajak (kemerdekaan belajar pajak), bukan hanya karena diwajibkan atau diancam denda. Pendidikan perpajakan harus bisa menumbuhkan kesadaran ini.
3. Asas kebudayaan
Asas ini mengakui manusia sebagai makhluk berbudaya yang terus berdinamika dalam pembentukan budi pekerti. Pendidikan harus berlandaskan nilai-nilai budaya karena kebudayaan adalah ciri khas manusia yang terus berkembang. Ki Hadjar Dewantara melihat kebudayaan bangsa Indonesia sebagai penunjuk arah untuk mencapai keharmonisan sosial, dan asas ini menekankan perlunya memelihara nilai-nilai budaya nasional. Dalam perpajakan, ini bisa berarti mengaitkan pajak dengan nilai-nilai budaya Indonesia seperti gotong royong, kebersamaan, atau kontribusi untuk negara. Pajak sebagai bentuk partisipasi membangun bangsa.
4. Asas Kebangsaan
Asas ini menegaskan bahwa seseorang harus merasa satu dengan bangsanya tanpa bertentangan dengan rasa kemanusiaan. Ki Hadjar Dewantara memperjuangkan asas ini untuk mengatasi segala perbedaan dan diskriminasi berdasarkan daerah, suku, keturunan, atau agama. Rasa kebangsaan, baginya, adalah bagian dari batin manusia yang tumbuh dari rasa diri, keluarga, hingga menjadi rasa hidup bersama, yang terwujud dalam mempersatukan kepentingan bangsa dengan diri sendiri. Pajak merupakan wujud nyata dari kontribusi warga negara untuk pembangunan bangsanya. Pendidikan perpajakan harus bisa menanamkan pemahaman bahwa membayar pajak adalah bagian dari rasa kebangsaan.