Mohon tunggu...
Neli Amelia
Neli Amelia Mohon Tunggu... Administrasi - Berkelana di mimpi-mimpi

Samarinda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membudayakan Korupsi?

10 Juli 2020   12:41 Diperbarui: 14 Juli 2020   11:35 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika perilaku materialistik dan konsumtif masyarakat serta sistem politik yang masih "mendewakan" materi maka dapat "memaksa" terjadinya permainan uang dan korupsi (Ansari Yamamah :2009). Kita sebut saja "Ada uang beres, halal-haram lanjut terus", hal ini menurut saya bisa menjadi suatu budaya. Seharusnya hal baik yang dibiarkan membudaya di masyarakat, lah ini beda. Korupsi akan terus berlangsung selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang yang salah dalam memandang kekayaan maka semakin besar pula kemungkinan orang melakukan kesalahan dalam mengakses kekayaan.

Banyak yang salah kaprah tentang arti dari kekayaan itu sendiri, yang mereka inginkan hanyalah kaya dengan waktu cepat dan banyak sehingga kebutuhan pun terpenuhi dan kelas sosial makin naik. Itu dia! Semakin banyak yang berlomba-lomba untuk menaikkan derajatnya namun sebenarnya belum mampu tapi terdapat kesempatan untuk ke arah itu sehingga korupsi pun menjadi jalan untuk mendapatkannya. Dengan kenyataan bahwa sekarang serba internet, semua demi konten dan "like" semata. Perilaku tersebut berbahaya bila terus-menerus menjadi kebiasaan dan berdampak pada ketidakpuasan diri. 

Semestinya, sadar akan hakikatnya sebagai manusia yang bermartabat dan bertanggung- jawab atas apa yang telah menjadi janji atau sumpahnya sebelum mempunyai jabatan. Jika memang memiliki sifat konsumtif seharusnya menjadi semangat untuk giat bekerja dan hidup sederhana yang cukup, bukan menghalalkan korupsi dan berlindung dibalik kata "khilaf" bila tertangkap tangan. HADUH! Ini yang dinamakan Demoncrazy Effect yaitu bertingkah laku kaya namun miskin. Banyak terjadi di kota-kota besar maupun tingkat kabupaten sekalipun. Tolonglah, bergaya sesuai isi dompetmu! 

Saya jabarkan beberapa pendapat yang mengarah ke faktor internal:

Menurut Isa Wahyudi: adanya sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, gaya hidup konsumtif dan tidak mau (malas) bekerja.

M. Arifin pun menyatakan hal yang sama dengan pendapat di atas: aspek perilaku individu, aspek organisasi dan masyarakat tempat individu dan organisasi berada. 

Adapun pendapat yang mengarah pada faktor eksternal  ialah: 

1. Kurangnya keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa 

2. Rendahnya gaji PNS

3. Lemahnya komitmen dan konstitensi penegakan hukum dan peraturan perundangan 

4. Rendahnya integritas dan profesionalisme

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun