Mohon tunggu...
Negara Baru
Negara Baru Mohon Tunggu... Freelancer - Tentang Saya
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memberi Sudut Pandang Baru Negara Kita

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Jawa Tengah Memanggil Orang Sehat Salat Jamaah

4 April 2020   17:45 Diperbarui: 6 April 2020   14:56 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Shalat Jumat. semarangpedia.com


Esuk dele sore tempe. Secara harafiah, kalimat itu berarti pagi hari masih berbentuk kedelai, tapi sorenya berubah menjadi tempe. Namun dalam pepatah Jawa, kalimat itu mengacu pada karakter manusia yang memiliki pendirian tidak tetap atau inkonsisten.

Lantas apakah yang terjadi ketika seorang pemimpin memiliki karakter yang inkonsisten? Tentunya akan menyebabkan pengikutnya tidak mau mengikuti arahan atau perintah. Apalagi ketika para pimpinan tersebut bertugas untuk memerintah ratusan juta rakyat Indonesia. Pendirian yang tidak tetap pada akhirnya menciptakan keraguan dan berujung pada pembangkangan.

Contohnya dapat terlihat pada penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang digulirkan pemerintah guna meredam penyebaran Covid-19. Metode PSBB seharusnya dapat menjadi ujung tombak penanganan virus corona, tetapi ia kini seakan tak ada bedanya dengan tombak yang tumpul dan berkarat.

Sebab di tengah pemberlakuan PSBB, pemerintah justru memperbolehkan masyarakat untuk mudik atau pulang kampung. Juru Bicara Presiden Jokowi, Fadjroel Rachman mengatakan bahwa tidak ada larangan resmi bagi pemudik Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah / 2020. Padahal tradisi mudik tergolong Kerumunan Sosial Skala Besar.

Hal ini turut dipertanyakan oleh Rais Syuriah PCNU Australia Nadirsyah Hosen. Ia mempertanyakan ketidaktegasan pemerintah karena arus mudik terjadi secara bersamaan dan beramai-ramai.

Sumber :  Suara [Boleh Mudik Tapi Isolasi Mandiri 14 Hari, Gus Nadir: Ada yang Bisa Jelasin?]

Pada akhirnya pemerintah meralat pernyataan tersebut dan mengatakan pemerintah bukan tidak melarang mudik. Pada 2 April 2020, Menteri Sekretaris Negara Pratikno memberi penjelasan bahwa pemerintah justru tengah berusaha keras agar masyarakat tak mudik ke kampung halaman dengan menyiapkan bansos untuk masyarakat lapisan bawah.

Harapannya, dengan insentif berupa bansos tersebut, masyarakat lapisan bawah dapat mengurungkan niat untuk pulang ke kampung halaman masing-masing.

Sumber : Suara [Istana Ralat Pernyataan Jokowi Tak Larang Mudik saat Wabah Corona]

Selain itu, pemerintah juga membuka peluang libur lebaran dialihkan pada akhir tahun guna menekan arus mudik. Opsi tersebut sempat disinggung oleh Presiden Jokowi lewat video conference di Istana Bogor, 2 April 2020. Jokowi menyebutkan, Hari Libur untuk Idul Fitri 2020 dapat diganti di lain hari.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut binsar Pandjaitan memaparkan libur lebaran dapat diundur pada akhir tahun. Namun pemerintah masih harus mengkaji opsi tersebut lebih dalam lagi.

Sumber : Tirto [Menko Luhut Sebut Libur Lebaran Bisa Diundur ke Akhir Tahun 2020]

Pertanyaannya, apakah insentif maupun opsi untuk mengundurkan waktu libur Idul Fitri pada akhir tahun efektif meredam arus mudik?

Menteri Sosial, Juliari Batubara mengaku menyangsikan keefektifan pemberian bansos / Bantuan Langsung Tunai (BLT) bagi warga terdampak Corona di DKI dalam meredam arus mudik.

Sebab pemerintah tak dapat menjamin 3,7 juta warga DKI yang mendapatkan bansos tidak akan melakukan mudik. Apalagi dengan bansos / BLT tersebut, mereka dapat melakukan perjalanan ke kampung halaman.

Sumber : Merdeka [Mensos Juliari Tak Yakin Pemberian Bansos Bisa Buat Warga DKI Tak Mudik]

Begitu pula dengan opsi libur lebaran dialihkan ke akhir tahun yang tidak akan efektif meredam arus mudik. Sebab kenyataannya sebagian besar para pekerja di DKI yang juga calon pemudik, kini telah melakukan pekerjaan dari rumah (WFH).

Mereka tentunya dapat berasumsi bahwa pekerjaan bisa dilakukan di perjalanan selama mudik atau ketika berada di kampung halaman secara mobile. Ditambah pula dengan opsi akan mendapatkan libur lebaran di akhir tahun tentunya tidak akan menyurutkan niat mereka untuk pulang.

Problema mudik di tengah pandemi corona tak hanya terjadi di dalam negeri. Hal ini turut terlihat pada melonjaknya jumlah TKI yang kembali ke Indonesia akibat kebijakan partial lockdown yang diterapkan Malaysia.

Akibat lockdown di negeri jiran tersebut, per 1 April 2020, ada 4.444 orang TKI yang pulang melalui provinsi Riau. Status mereka pun menjadi ODP karena Malaysia termasuk negara penularan Covid-19.

Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (bp2mi) mengatakan akan ada kepulangan 37.075 TKI yang masa kontraknya habis pada April-Mei 2020. Jumlah tersebut belum termasuk TKI dari Malaysia yang pulang karena pemberlakuan partial lockdown. 

Diperkirakan jumlah TKI yang pulang akan lebih banyak lagi sebab jumlah itu di luar angka pekerja migran di negara yang terkena krisis ekonomi, dan pekerja migran non-prosedur (TKI ilegal), yang tersebar di berbagai negara seperti Timur-Tengah, Malaysia, dan Hong-Kong.

Oleh karena potensi penyebaran Covid-19 yang massif, maka Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberi instruksi pada seluruh Kepala Daerah untuk mengisolasi para TKI yang memiliki gejala virus corona.

Maka nasib para TKI kini tengah terombang-ambing. Selain mereka menjadi ODP dan harus dikarantina selama 14 hari, mereka pun harus mengikuti prosedur yang panjang di imigrasi. Belum lagi terkait transportasi ke daerah masing-masing yang dibatasi.

Sumber :  CNN Indonesia [Tito Minta Pemda Isolasi TKI dari Malaysia Bergejala Corona]

Sumber : Detik [Pemerintah Ungkap Prediksi Kepulangan Puluhan Ribu TKI di April-Mei 2020]

Inkonsistensi dari pemerintah dalam hal mudik ini pula yang agaknya mulai memunculkan keengganan masyarakat menuruti PSBB. Masyarakat khususnya umat muslim mulai kembali melaksanakan sholat Jumat berjemaah di masjid. Hal ini dapat terlihat di Aceh dan Jawa Tengah.

Jumat 3 April 2020, Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh tetap menyelenggarakan Sholat Jumat berjamaah di tengah arahan PSBB meski sejumlah masjid lainnya di Banda Aceh telah meniadakan Sholat Jumat untuk sementara waktu.

Menurut Imam Masjid Raya Baiturrahman, Tgk H Ridwan Johan, meski wabah virus Covid-19 telah mewabah hingga Aceh, masjid tetap menyelenggarakan Sholat Jumat. Pihak masjid akan mengatur shaf secara renggang sekitar 1 meter antar jemaah.

Sumber :  Tribunnews Aceh [Masjid Raya Tetap Gelar Jumatan]

Begitu pula dengan pelaksanaan Sholat Jumat di Jawa Tengah yang akan tetap diadakan. Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PWNU Jawa Tengah bahkan telah mengeluarkan keputusan terkait sholat Jumat di tengah pandemi Corona. Mereka mengeluarkan keputusan terkait Sholat Jumat berdasarkan zona. Yakni merah, kuning, dan hijau.

Sekretaris PWNU Jateng, KH Hudallah Ridwan Naim mengatakan, meski Jateng kini disinyalir mulai memasuki zona merah dalam penyebaran Covid-19 namun penyebarannya tidak merata di seluruh kabupaten dan kota. Artinya masih memungkinkan bagi masjid untuk menyelenggarakan Sholat Jumat.

Selain itu, hasil keputusan Bahtsul Masail juga mengeluarkan keputusan hukum terkait kehadiran Sholat Jumat. Yakni orang sehat atau Orang Tanpa Gejala (OTG) wajib menghadiri shalat Jumat, ODP tidak wajib dan tidak dianjurkan Sholat Jumat, PDP haram menghadiri sholat Jumat, positif Covid-19 haram mengadiri sholat Jumat, dan mereka yang yang tidak diwajibkan Sholat Jumat tetap wajib melaksanakan Sholat Zuhur di rumah masing-masing.

Sumber : Detik [PWNU Jateng Soal Salat Jumat: Orang Sehat Wajib dan PDP-Positif Haram!]

Penyelenggaraan sholat Jumat berjamaah tentunya bertentangan dengan PSBB yang tengah digencarkan pemerintah. Di sinilah kita mulai dapat melihat adanya keengganan umat Islam mengikuti arahan dari pemerintah. PWNU Jateng bahkan mewajibkan OTG untuk tetap sholat Jumat di masjid. Padahal telah ada ketentuan baru terkait OTG yang berkaitan dengan penyebaran Covid-19.

Pada 27 Maret 2020 Kemenkes telah memperbarui pedoman pengendalian dan pencegahan Covid-19 yang memasukkan OTG dalam kategori terbaru terkait Covid-19. OTG adalah mereka yang tidak bergejala dan memiliki risiko tertular dari mereka yang terbukti positif Covid-19 lewat kontak erat.

Orang yang berpotensi menjadi OTG karena kontak erat ini terbagi atas beberapa kriteria. Pertama petugas kesehatan yang tidak menggunakan APD standar dalam penanganan pasien Covid-19.

Kedua, orang yang berada dalam satu ruangan dengan pasien positif Covid-19 selang waktu dua hari sebelum gejala timbul hingga 14 hari setelah munculnya gejala.

Ketiga, orang yang berpergian bersama (radius 1 meter) dengan pasien positif Covid-19 menggunakan segala jenis angkutan atau transportasi selang waktu dua hari sebelum gejala timbul hingga setelah 14 hari setelah munculnya gejala.

Sumber : Kompas [Ada Kategori OTG Terkait Covid-19, Apa Maksudnya?]

Berdasarkan informasi OTG itu dapat kita simpulkan bahwa mudik, pemulangan TKI, dan sholat berjamaah di masjid sangat berpotensi menjadi media dalam penyebaran virus Covid-19.

Apabila dibiarkan begitu saja, maka penyebaran Covid-19 di Indonesia jadi tak terbendung. Apalagi keengganan beberapa pihak mengikuti anjuran untuk tidak sholat Jumat untuk sementara dapat berlanjut hingga bulan Ramadhan nanti lewat keinginan untuk Sholat Tarawih bersama di masjid setiap malam.

Munculnya keengganan umat muslim untuk mengikuti arahan pemerintah terkait PSBB akan makin diperparah apabila ibadah Haji 2020 dibatalkan pemerintah Saudi.

Jika jemaah yang hendak melaksanakan Haji tetap dibiarkan menempatkan uangnya di tabungan haji sementara jelang Idul Adha 2020 baru diumumkan pembatalannya, maka akan menimbulkan ketidakpuasan antara Pemerintah Arab Saudi, agen Haji / TKI, dan nasabah Haji.

Keempat hal ini lah yang harus menjadi perhatian dari pemerintah. Apabila pemerintah ingin serius menerapkan PSBB, maka harus diikuti pula dengan sikap yang tegas. Sebab, inkonsistensi hanya akan menyebabkan keengganan publik untuk mengikuti arahan pemerintah dan bila dibiarkan akan menjadi pembangkangan.

Bermula dari inonsistensi terkait mudik baik dari dalam maupun luar negeri, menjalar ke ketidakpercayaan pada PSBB dan menyebabkan Sholat berjamaah mulai digalakkan, hingga akhirnya nanti terjadi friksi apabila Ibadah Haji dibatalkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun