Mohon tunggu...
Indah Pebriandini
Indah Pebriandini Mohon Tunggu... -

Suka nulis, buku, sastra, pantai, senja dan keju

Selanjutnya

Tutup

Politik

Sabar, Pilpres belum Usai...

8 Agustus 2014   20:38 Diperbarui: 18 Juni 2015   04:02 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bagi sebagian orang, mungkin Pilpres sudah selesai. Apalagi bagi para pendukung yang capresnya dinyatakan menang oleh KPU. Tapi benarkah pilpres sudah selesai? Nyatanya belum!

Pasangan capres dan cawapres nomor urut satu mengajukan keberatan atas keputusan KPU. Hal ini didasari bukan karena tidak legowo seperti yang media tuduhkan belakangan ini. Pengajuan keberatan keputusan KPU ini didasari oleh berbagai bukti dan fakta adanya kecurangan yang terstruktur, massif dan sistematis.

Indonesia harus mendapatkan pemimpin yang lebih baik dari pemimpin-pemimpin sebelumnya. Pemimpin yang bisa membawa Indonesia menjadi Negara yang berwibawa di mata dunia. Tentunya pemimpin yang jujur dan berkapasitas untuk menjadi seorang Presiden. Jangan sampai Indonesia dipimpin oleh pemimpin yang terbiasa menipu hal kecil sekalipun. Karena nantinya, rakyat yang akan jadi Koran, ditipu dengan kebijakan-kebijakan di masa mendatang.

Indonesia seperti mengalami ketidakpastian dalam pilpres kali ini. Dalam hal ini, kedua capres yang ada memang belum ada yg memenuhi standar ideal. Keduanya punya kelebihan dan kekurangan. Bahkan dari mula, banyak lembaga survey yang menyatakan, bahwa masyarakat sebetulnya punya kekhawatiran thdp kedua pasangan capres dan cawapres.

Terhadap Prabowo publik khawatir ketegasannya bisa membawanya jadi otoriter. Prabowo bisa membawa rasa aman bagi negara tapi itu harus dikendalikan agar tak kebablasan


Di sisi lain, rasa ketidakpastian muncul terhadap sosok Jokowi karena ia tak dianggap punya kompetensi memimpin wilayah yang cakupannya lebih luas dari sekedar Walikota dan Gubernur. Selain itu, Jokowi juga dinilai tak bias ambil keputusan sendiri. Megawati & rombongannya adlh penentu keputusan. Ini terlihat jelas ketika Megawai menegaskan, bahwa Jokowi hanyalah petugas partai yang harus nurut dengan mandat partai.

Belum lagi pertarungan di parlemen. Parlemen adalah penghasil kebijakan dan pengontrol eksekutif. Benturan horizontal dlm hal preferensi politik & figur pemimpin di pilpres 2014 ini sangat kencang. Kubu merah putih bisa meraih 63% suara di DPR. Sementara kubu Pres-Wapres terpilih versi KPU hanya punya 37% . Tentunya, kebijakan terkait kehidupan bernegara rawan dipertentangkan.


Nantinya, ini akan sangat berpengaruh terhadap kebijakan kehidupan bernegara, karena rawan dipertentangkan. Selain itu, bisa berimbas terhadap faktor ketidakpastian ekonomi.
Salah satu dampaknya ialah, nilai tukar Rupiah thdp mata uang asing jadi ‘galau’ >>
http://goo.gl/tI5D1o
Demikian juga situasi pasar finansial dibayang2 ketidakpastian hasil Pilpres :
http://goo.gl/j6WWsj
Rupiah melemah, dampak ketidakpastian hasil Pilpres :
http://goo.gl/3LEPCH

Berdasarkan data Bank Indonesia, pertumbuhan ekonomi fi 2014 melambat menjadi 5,7 - 5,9% disebabkan oleh ketidakpastian hasil pilpres. Lalu, siapa yang layak masyarakat percaya sekarang? Quick Count? KPU? Real Count independen? Lembaga survey melalui Quick Count juga punya andil. Mereka buru2 keluarkan hasil (versi masing2). Bahkan RRI yg notabenenya adalah lembaga negara, punya lembaga quick count yg condong ke salah satu pasangan. Belum lagi gugatan hasil penetapan KPU dari kubu Koalisi Merah Putih ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi bisa ‘mengubah arah’. Hasil penetapan KPU bisa dianulir atau bahkan menjadi mentah. Pasangan nomor 1 bisa memenangkan gugatannya. Dengan data yg ada, hasil bisa sebaliknya. Atau Pilpres ulang di sebagian TPS yg bermasalah juga bisa dilaksanakan. Ini juga akan memperpanjang ketidakpastian. Bahkan lebih ekstrim lagi, bisa saja dilaksanakan pilpres ulang seluruhnya karena KPU tak dianggap jujur & kredibel selenggarakan Pilpres , mengingat kejanggalan-kejanggalan dalam pelaksanaan pilpres tahun ini. Misal penggelembungan DPT. Masalah tak hanya terjadi saat teknis pencoblosan & penghitungan. Termasuk soal pembukaan kotak suara yang katanya atas perintah MK, dan ini dinilai sebagai pelanggaran oleh beberapa pengamat.

Saya menemukan sebuah makalah yang ditulis oleh Yang Razali Kassim, peneliti senior di RSIS, Nanyang Technological University. Balik lagi ke soal kompetensi memimpin. Jika misal, Jokowi-JK menjabat, Presiden dan tim-nya (kabinet) harus dinilai oleh pelaku ekonomi mampu ciptakan stabilitas. Tidak hanya pelaku ekonomi domestik, tapi kekhawatiran juga muncul di kawasan (ASEAN). Pelaku ekonomi kawasan ragukan Jokowi-JK akan 2 hal, yaitu :
1. Ketidakstabilan politik & hankam yg berdampak terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
2. Kecakapan Jokowi-JK dlm mengelola kepentingan regional seperti ASEAN Community 2015 dan Laut Cina Selatan
Karena Indonesia akan punya peran penting utk mensukseskan ASEAN Economic Community (AEC). Indonesia juga harus memuluskan ASEAN Security Community yg akan diberlakukan pada 2015. Lalu, soal keamanan, bagaimana “scenario dan foresight” Indonesia terkait konflik Laut Cina Selatan?
Kawasan sendiri mengharapkan pemipin Indonesia yg tegas & kompeten serta merangkul ASEAN
Tak bisa dipungkiri, banyak yg tak akan suka Indonesia menjadi BIG BROTHER di ASEAN
Presiden dengan ketegasan & kompetensi akan mampu mengelola ekspektasi rakyat & ekspektasi kawasan. Ia harus meningkatkan “pride” & daya saing bangsanya sekaligus ciptakan “safety” utk kawasan Dan kompetensi2 itu tidak ditemukan pada capres hasil penetapan KPU lalu.  Sekarang MK yg akan bekerja. Itu simpulan dari makalah “Indonesia’s Ambiguous Elections: Implications for the Region.”


Jadi sekarang, pelaku ekonomi harus bersabar. Saat ini, masyarakat Indonesia punya 3 harapan :
1) Presiden SBY diharapkan mampu menciptakan rasa tenang & aman di fase akhir kepemipinannya
2) Presiden “versi KPU” juga menahan diri, karena pilpres memang belum usai, hal ini sangat diperlukan supaya tak menimbulkan kegamangan lebih besar.
3) Mahkamah Konstitusi juga harus jujur, netral & berani dalam menentukan hasil sengketa Pilpres yg legitimate. Ini jauh lebih penting utk martabat bangsa. Dan masyarakat kita semoga tetap tenang agar situasi kondusif. Shg roda ekonomi bergulir normal.


Hormati pula pengaduan keberatan oleh salah satu Capres. Sebab, demokrasi harus hormati suara setiap warga Negara. Semoga Indonesia segera dianugerahi pemimpin yg tegas & kompeten sehingga warganya sejahtera.

Bersabarlah, karena pilpres belum usai!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun