Mohon tunggu...
Desi Kurnia
Desi Kurnia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Penerapan Kajian Intertekstual Novel "Ayat-ayat Cinta" dan "Surga yang Tak Dirindukan"

13 Januari 2018   20:53 Diperbarui: 13 Januari 2018   20:57 5546
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nyoman Kutha Ratna (2007:172) mengemukakan konsep penting dalam teori interteks adalah hypogram. Karya sastra yang dijadikan dasar penulisan bagi karya yang kemudian disebut  sebagai hipogram 'hypogram'. Istilah hipogram barangkali, dapat di indonesiakan menjadi latar, yaitu dasar, walaupun mungkin tak tampak secara eksplisit, bagi penulisan karya yang lain. Wujud hipogram mungkin berupa penerusan konvensi, sesuatu yang telah bereksistensi, penyimpangan dan pemberontakan konvensi, memutar balikan esensi dan amanat teks (-teks) sebelumnya. Fungsi hypogram dengan demikian merupakan petunjuk hubungan antarteks yang dimanfaatkan oleh pembaca, bukan penulis, sehingga memungkinkan terjadinya perkembangan makna.

Prinsip intertekstualitas yang utama adalah prinsip memahami dan memberikan makna karya yang bersangkutan. Karya itu diprediksikan dengan reaksi, penyerapan, atau transformasi dari karya(-karya) yang lain. Masalah intertekstual lebih dari sekedar pengaruh, ambilan, atau jiplakan, melainkan bagaimana kita memperoleh makna sebuah karya secara penuh dalam kontrasnya dengan karya lain yang menjadi hipogramnya, baik berupa teks fiksi maupun puisi. Adanya karya (-karya) yang ditransformasikan dalam penulisan karya sesudahnya ini menjadi perhatian utama kajian intertekstual, misalnya lewat pengontrasan antara sebuah karya dengan karya(-karya) lain yang diduga menjadi hipogramnya. Adanya unsur hipogram dalam suatu karya, hal itu mungkin disadari mungkin juga tidak disadari oleh pengarang. Kesadaran pengarang terhadap karya yang menjadi hipogramnya, mungkin berwujud dalam sikapnya yang meneruskan, atau sebaliknya menolak, konvensi yang berlaku sebelumnya. Kita lihat misalnya, Chairil Anwar menolak wawasan estetika sajak-sajak angkatan sebelumnya yang ada dalam hal ini ia memilih sajak-sajak Amir Hamzah yang dianggap mewakili zamannya dan menawarkan wawasan estetika baru yang ternyata mendapat sambutan secara luas. Hal itu terlihat, misalnya, dengan banyaknya penyair sesudahnya yang "berguru" pada puisi-puisinya sehingga hal itu pun akhirnya menjadi konvensi pula.

Kemudian, pada tahun 70-an, muncul Sutardji Calzoum Bahri yang "menanggapi" atau mereaksi puisi-puisi Chairil (beserta "pengikutnya"), juga dengan cara menolak wawasan estetikanya yang telah mentradisi, yaitu dengan kredonya yang ingin membebaskan kata dari belenggu makna dan tata bahasa. Penolakan Sutardji terhadap Chairil tersebut, pada hakikatnya, juga dikarenakan ia menawarkan wawasan estetikanya sendiri.

Unsur-unsur Intrinsik Novel

Pada bagian ini akan diuraikan sejumlah  teori. Teori-teori tersebut meliputi (1) Tema (2)  Alur atau Plot  (3) Tokoh dan Penokohan (4) Sudut Pandang (5) Latar atau Setting (6) Amanat.

Tema


 Scharbach  (dalam Aminuddin, 2014:91) istilah tema berasal dari bahasa Latin berarti 'tempat meletakkan suatu perangkat'. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasari suatu cerita sehingga berperanan juga sebagai pangkal tolak pengarang dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakannya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan di paparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Dalam upaya pemahaman tema, pembaca perlu memperhatikan beberapa langkah berikut secara cermat.

Memahami setting dalam prosa fiksi yang dibaca.

Memahami penokohan dan perwatakan para pelaku dalam prosa fiksi yang dibaca.

Memahami satuan peristiwa, pokok pikiran serta tahapan peristiwa dalam prosa fiksi yang dibaca.

HALAMAN :
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun