Mohon tunggu...
Nazwa Zahradila
Nazwa Zahradila Mohon Tunggu... Operator - pelajar

-

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mas L

12 Oktober 2022   15:03 Diperbarui: 12 Oktober 2022   15:16 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Pagi itu terdengar suara kicauan burung. Di lihat mereka terbang dengan bebas dan beriring-iringan tak sendirian. lalu mereka bertengger di ranting pohon cemara di sembrang rumah yang kokoh dan besar. Bangunan itu tinggi dan banyak pepohonan tinggi nan hijau. Cahaya matahari dengan senang memasuki celah-ceah dedaunan yang membuat rumah itu tidak terlihat terlalu terang, juga masih bisa terlihat dari sorotan cahaya yang lurus dari atas. Harum suasana pagi yang sejuk, dingin karena malamnya yang hujan menambah kesan seperti berada di hutan.

Seorang lelaki membuka pintu rumahnya menyambut pagi yang indah ini, "Sangat indah pagi ini.", katanya sambil merentangkan tangannya. Ia melihat-lihat sekitaran rumahnya yang penuh dengan tanaman yang tertutup embun pagi. Ia merogoh sakunya, dan mengambil kotak kecil yang berada di sakunya. "Semuanya harus terlihat indah, dan jelas. Aku harus memakai kacamata ini.", ia memasangkan kacamatanya. Dan terlihatlah indah semuanya. Begitu jelas, jernih dan asri. Ia menoleh ke sebelah kanannya mengalir air sungai yang terdengar bergemuruh namun mengalir tenang
Perkenalkan dia, Iam. Lelaki yang sangat suka ketenangan. Ia sangat suka sekali suasana pagi yang penuh dengan embun, anginnya tenang, cerah dan tidak telalu banyak orang yang berlalu-lalang.
 
My wife is calling..
 
Iam tersenyum merekah meraih ponselnya yang muncul nama seseorang yang selalu ia rindukan. Ia menggeser tombol 'jawab panggilan' dan menempelkan ponselnya di alat pendengarnnya.
 
"Yes love?"
"Kamu sedang apa?"
"Melihat sungai."
"Jangan terjun lagi ke sana!"
"Hampir ku lakukan lagi."
"Yaa kamu selalu bisa menjawab iya. Jangan lupa siram bonsai kesayangku!"
"Baik tuan putri."
 
Panggilan selesai
 
Saat ini ia sedang berada jauh dari istrinya. Istrinya sedang menempuh pendidikan di Belanda. Sebetulnya Iam sedih ketika mendengar istrinya ingin melanjutkan studi disana, karena mereka akan terpisahkan oleh jarak.
 
* * *
 
Setelah menyimpan ponselnya di meja kamarnya, Iam berjalan keluar menuju Green House yang ia bangun. Disana banyak sekali macam tanaman, dan bunga yg indah. Kebetulan Istrinya suka sekali bunga, maka dari itu Iam membuatkan Green House untuk istrinya. Ia membawa teko penyiran tanaman tak berwarna, sehingga siapapun bisa melihat berapa banyak air dalam teko itu.
Menyiramkan tanaman Bonsai kesayangan Istrinya, sesuai dengan amanahnya tadi di telfon. "Seperti menikahi tanaman Bonsai.", lirih nya seraya tertawa. Ia berpikiran seperti itu karena sehari-hari, Iam hanya berkutat dengan tanaman-tanaman kesayangan istrinya. Bahkan terkadang, Hisyam cemburu kepada istrinya yang selalu memperhatikan tanamannya, dibandingkan suaminya sendiri.
Memang terdengar sangat lebay, namun di pikir-pikir manis juga sikapnya. "Aku cemburu pada mu, Bonsai sialan.", sarkasnya merasa kesal.
 
*grssk grssk
 
"Anyone here?", Iam berteriak. Ia mendengar suara aneh di sebelah kanannya. Ia rasa seperti gumpalan berwarna coklat yang besar berusaha sembunyi dari dirinya.
Iam menyimpan teko terebut. Ia berjinjit-jinjit mencari. Berjongkok melihat ke bawah. Berjalan menyusuri Green House sampai ke area pojok kanan dan kiri tapi tidak juga menemukan apapun. Iam berdiri tegak, sambil kebingungan, "Aku tidak mungkin salah dengar dan salah lihat.", ucapnya meyakinkan.
"Apa iya itu ulat bulu? Tapi, ulat bulu zaman kapan yang sebesar dan sepadat itu?", dirinya bertanya-tanya.
 
* * *
 
Iam masih bertanya-tanya dalam dirinya begitu keluar dari Green House. Jika itu hama yang biasa merusak tanaman bagaimana? Ia bisa tidur di sofa, atau bahkan lebih parah di dorong ke sungai. Istrinya pasti akan sangat sedih, dan marah.
Iam berjalan menuju teras rumahnya. Tapi betapa terkejutnya ia ketika melihat lantai rumahnya yang penuh dengan jejak kaki kecil.
"Jejak kaki kucing?", Iam memperhatikan lantai yang penuh dengan tanah. "Aku masih ingat betul bagaimana istriku menangisi kucing kesayangannya yang mati tenggelam di sungai. Ia tak mungkin masih hidup."
Segera ia mengambil lap pel untuk membersihkan kekacauan ini. Ini sudah pasti jejak kaki kucing. Setau Iam setelah kejadian kucingnya yang tenggelam, setelah itu jarang lagi terlihat kucing berkeliaran di sekitar rumahnya.
Iam menyimpan lap pel tersebut dan masuk ke dalam untuk membersihkan diri. Tapi betapa terkejutnya Iam ketika melihat segumpalan bulu berwarna coklat sedang menatapnya dari meja makan. Mahkluk itu menggerakan ekornya yang penuh dengan rambut, lebat sekali.
Iam mendekati seekor kucing persia itu dengan sangat hati-hati, karen takut ia akan pergi dan lari.
 
"Kamu begitu persis.", Iam masih menatap lekat kucing itu.
 
Bulu-bulunya begitu halus dan panjang. Ia punya 3 warna. Dari sisi atas, terlihat bulu berwarna orage dan hitam yang mendominan sampai ke ekor. Dan bagian perut bawah berwarna putih lembut seperti kapas. Matanya berwarna kuning bulat seperi bola pingpong. Telinganya berdiri sangat tinggi seperti sebuah menara. Kumisnya panjang seperti tusuk sate.
 
Kucing itu mendekat dan melangkah kan kakinya mendekati Iam. Dan..
Ghaspp!!
"Astaga!! Kamu pincang ulat bulu.", Iam memeriksa keadaan kucing tersebut yang pincang. Tidak ada yang luka, tidak ada bercak darah juga di tubuhnya. Iam sedikit menjauh dari kucing itu dan mulai memperhatikan.
 
"Bisakah kamu bicara, kenapa?", lelaki guyon.
"Meow."
"1.. 2.. 3.. emp---", Iam menghitung kaki yang ada pada kucing tersebut, tapi berhenti ketika ia akan menghitung di angka 4.
"Ulang, ulang. 1.. 2.. 3.. 3.", Iam bergeming. "Sesudah 3 itu 4 'kan?"
 
Iam terkejut ketika sadar kaki kucing tersebut hanya ada 3. Bagian depan hanya menyisakan 1 kaki saja sebelah kanan. Sebelah kirinya hilang. Sedangkan kedua kaki belakangnya berdiri kokoh. Kucing itu menatap Iam lekat seakan bilang bahwa, "Yaa memang 3 kaki ku!"
 
"Bagaimana caranya kamu bisa terlahir seperti ini ulat bulu?", Iam mengelus-elus kepala kucing itu dan mulai menciuminya gemas.
 
"Tega sekali yang membuangmu. Apa yang mereka pikirkan tentang kekurangan dirimu? Harusnya mereka sadar dan menerima."
 
"Lagian kamu lucu, ulat bulu.", Iam tersenyum manis. Istrinya akan sangat marah jika tau, suami telat menyebut 'kamu lucu' pada seekor kucing. "Jangan sampai istriku tau ya ulat bulu, aku telah menciumimu dan bilang kamu lucu."
 
Iam berdiri tegak, "Tunggu di sini, ulat bulu.", Iam berjalan menuju ruang penyimpanan makanan kucing yang selalu ia sediakan. Padahal dia sudah tidak punya seekor kucing lagi. Tapi, ada 1 hal yang selalu ia lakukan dengan sang istri, yaitu pergi ke luar lingkungan rumahnya untuk memberi makan kucing jalanan.
 
Iam menaburkan cukup banyak makanan untuk si ulat bulu di dalam mangkuk. Tak juga ia siapkan wadah untuknya minum.
 
"Biar ku namai kamu.. Leonard---", Iam memeriksa bagian jenis kelamin kucing temuannya itu, "---ni. Kamu betina ulat bulu. Leony, kamu namanya Leony."
 
* * *
 
Si Ulat Bulu atau Leony kini sudah menjadi bagian dari keluarga kecil mereka. Iam menceritakan semua hal yang ia alaminpada istrinya, kecuali soal Iam yang menciumi Leony dan menyebutnya lucu. Istrinya pasti akan marah besar. Ia jelaskan betapa lembut bulunya. Ia ceritakan bagaimana ia mengotori teras rumahnyaa. Ia beritahu istrinya bagaimana dia menghitung kaki Leony. Dan balasan sang istri sangat membuat Iam puas. Dia senang kini suaminya tidak akan kesepian. Setelah kepergian Lauwy, kucing mereka yang telah meninggal 5 bulan lalu membuat mereka berdua hanya termenung di depan teras dengan sepotong roti dan teh hangat. Istrinya sangat terkejut juga melihat Leony yang begitu mirip dengan Lauwy. Ia sempat menangis ketika tau Leony hanya punya 3 kaki.
Begitu ia sangat tertampar. Ia selalu merasa kurang dalam banyak hal, tanpa menoleh ke kanan dan ke kiri. Kita yang lengkap seharusnya malu, melihat bagaimana yang kurang selalu berucap syukur dan menerima.
 
"Nanti aku telfon lagi ya?"
 
"Okay."
 
"Selamat istirahat, bye."
 
"Wait. Jangan biarkan Leony tidur di tempat ku!"
 
"Kenapa?"
 
"Aku cemburu!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun