Mohon tunggu...
NAZWA TAMAILLA
NAZWA TAMAILLA Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa/Universitas Pendidikan Indonesia(UPI)

Nazwa Tamailla Kanza. Mahasiswi baru di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) yang memilih program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Mahasiswi yang sangat berpegang teguh terhadap cita-citanya menjadi Guru. Disisi lain, ia juga ingin menekuni lebih dalam bakatnya di bidang "menulis". Ia pernah menjadi "Penulis Terbaik Novel Antalogi Nasional" pada awal tahun 2023. Hal tersebut yang menjadi salahsatu alasan mengapa memilih program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

"Which is" Anak Jaksel: Menelusuri Asal Usul Munculnya Fenomena Gaya Bahasa "Gado-Gado"

14 Oktober 2023   14:30 Diperbarui: 14 Oktober 2023   15:57 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Katanya, anak Jakarta belum gaul jika berbicara tidak menggunakan bahasa Jaksel. Belakangan ini fenomena bahasa anak Jaksel menjadi lelucon viral di berbagai media sosial. Istilah “Bahasa anak Jaksel” tidak asing lagi di telinga kita. Pemakaian bahasa “gado-gado”, pencampuran bahasa Inggris dan bahasa Indonesia ala anak urban – salahsatu stereotipnya adalah mereka yang tinggal di daerah Jakarta Selatan (Jaksel).

Misalnya, kita sering mendengar ungkapan-ungkapan bahasa inggris seperti “which is” (di mana), “literally” (sungguh-sungguh), “jujurly” (sejujurnya), “basically” (pada dasarnya), “I” (aku), “like-unlike” (seperti-tidak seperti), “anyway” (ngomong-ngomong), “cmiiw” (Correct Me If I’m Wrong = koreksi jika aku salah), “mostly” (Sebagian besar), “well” (dengan baik), “IDK” (I Don’t Know = saya tidak tahu), “hectic” (sibuk) dan lain sebagainya. Ungkapan- ungkapan tersebut biasanya dicampur ke dalam kalimat-kalimat bahasa Indonesia. 

Sebagian orang berpandangan, gaya bahasa ala anak Jaksel ini melambangkan tingkat Pendidikan dan kelas sosial yang lebih tinggi. Hal ini mungkin benar adanya, tetapi fenomena ini sebenarnya bisa di tinjau lebih dalam bagaimana Sejarah Kebudayaan Bahasa, bisa membentuk fenomena gaya bahasa gado-gado tersebut.

Saat ini, bahasa yang mendominasi di kalangan masyarakat bukan hanya bahasa daerah saja, melainkan terdapat beberapa variasi perubahan gaya bahasa yang dipicu oleh perkembangan zaman yang sangat pesat. Biasaya masyarakat menggunakan beberapa variasi gaya bahasa ini untuk berkomunikasi dalam aktivitas sehari-hari. Gaya bahasa mendominasi ini disebut “bahasa gaul”, dan merupakan bahasa yang mempunyai perubahan istilah dari bahasa prokem pada tahun 1980-an. 

Mulyana (2008) mengatakan bahwa bahasa gaul merupakan bahasa yang terdiri dari sejumlah kata maupun istilah yang memiliki makna serta arti khusus, unik, dan terkadang bersifat menyimpang atau bahkan bertentangan dengan makna yang lazim ketika digunakan oleh masyarakat dari daerah dan mempunyai kultur yang berbeda.

Menurut budayawan Ridwan Saidi, paduan bahasa Indonesia dengan bahasa asing sudah terjadi bahkan sebelum zaman kolonialisme. Salahsatu faktonya ialah perdagangan dan pernikahan antar budaya. Lambat laun, Pemerintah kala itu juga pernah menertibkan warga untuk menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sementara menurut pengamat bahasa Ivan Lanin, fenomena bahasa anak Jaksel ini disebut campur kode dalam kajian linguistik. Penyebabnya adalah kebiaan dan pengaruh lingkungan. Beliau juga mengutarakan bahwa: “sebagian manusia adalah triglot artinya ‘orang yang menguasai 3 bahasa’, lahir dengan menguasai bahasa daerah, lalu dituntut menguasai bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi dan nasional kita, kemudian kita perlu menguasai bahasa asing agar bisa memperoleh ilmu pengetahuan dan juga kita bisa berkomunikasi dengan orang dari mancanegara. Ketiga bahasa tersebut harus diperlakukan dengan adil.” Beliau juga berharap agar bangsa ini bisa mengutamakan bahasa Indonesia, melestarikan bahasa daerah, dan menguasai bahasa asing.


Bahasa gaul “Jaksel” ini dianggap booming tahun 2018 yang lalu, pada saat sedang trend berbicara dengan bahasa campuran, yaitu mix bahasa antara bahasa Inggris dan bahasa Indonesia serta ditambahkan slang words dari bahasa Inggris itu sendiri. Dilihat dari mayoritas yang menggunakan bahasa gaul tersebut adalah kalangan remaja di daerah Jakarta Selatan. Oleh sebab itu, bahasa gaul tersebut dinamakan menjadi bahasa anak “Jaksel”. Eksistensi bahasa “Jaksel” diawali dari banyaknya remaja Jakarta yang menggunakan bahasa tersebut dan diimplementasikan dalam berkomunikasi lewat media sosial. Media sosial mempunyai pengaruh besar bagi hal apapun yang sedang trending topic.

Dalam hal ini, bahasa gaul anak “Jaksel” yang digunakan sebagai komunikasi dalam kehidupan sehari-hari remaja Jakarta, melihat dari beberapa remaja yang mengerti dan tidak semua dapat memahami bahasa gaul “Jaksel” tersebut. Terkadang remaja yang menggunakan bahasa gaul “Jaksel” ini hanya mengikuti perkembangan saja agar terlihat up to date dan tidak ketinggalan zaman serta melihat bahasa gaul “Jaksel” ini sebagai bahasa yang trend dan famous digunakan dalam lingkup remaja Jakarta.

Jadi bisa di simpulkan, bahwa fenomena gaya bahasa gado-gado ini berawal dari kemauan individu pengucap bahasa Indonesia yang mencampurkan dengan bahasa Inggris. Bahasa Indonesia dan bahasa Inggris memanglah sangat penting bagi kehidupan. Tetapi kita juga harus bisa menjaga konsitensi berbahasa, which is literally akan menjadi nilai positif dan semakin tinggi pengakuan bahasa Indonesia di mancanegara.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun