Dari sisi metodologi, pendekatan hermeneutik mengintegrasikan tiga konsep utama yang saling berhubungan dan membentuk fondasi epistemologisnya. Pertama, Erklären, yaitu proses penjelasan ilmiah yang berfokus pada hubungan kausal berdasarkan data empiris. Kedua, Verstehen, yang menekankan pemahaman mendalam terhadap makna subjektif dari tindakan manusia. Ketiga, Erlebnis, yaitu pengalaman hidup manusia yang menjadi sumber utama dalam membangun pemahaman terhadap realitas sosial. Ketiga konsep tersebut secara bersama-sama menegaskan bahwa ilmu akuntansi harus berupaya memahami manusia sebagai makhluk bermakna, bukan sekadar penghasil data ekonomi. Integrasi ketiganya menghadirkan paradigma akuntansi yang lebih reflektif, humanistik, dan bermakna bagi kehidupan sosial.
Dari perspektif aksiologis dan etis, teori akuntansi hermeneutik menggarisbawahi peran moral profesi akuntan sebagai penjaga integritas dan kebenaran sosial. Akuntansi, dalam konteks ini, tidak hanya berfungsi sebagai alat pelaporan finansial, melainkan juga sebagai media moral yang menghubungkan tiga dimensi utama filsafat ilmu, yakni: (1) aksiologi, yang menekankan pentingnya nilai, tanggung jawab, dan etika dalam praktik akuntansi; (2) ontologi, yang memandang manusia sebagai subjek penafsir makna yang terlibat dalam konstruksi realitas ekonomi; dan (3) epistemologi, yang menjelaskan bagaimana pengetahuan akuntansi dibentuk melalui interaksi antara subjek, nilai, dan konteks sosial. Ketiga dimensi ini memperlihatkan bahwa akuntansi merupakan sistem reflektif yang menghubungkan antara angka, makna, dan nilai-nilai kemanusiaan.
Dengan demikian, teori akuntansi hermeneutik berupaya menghadirkan paradigma baru yang memosisikan manusia sebagai pusat penciptaan makna dalam seluruh proses akuntansi. Pendekatan ini tidak hanya memperluas horizon teoretis akuntansi, tetapi juga memperkaya landasan filosofis dan etisnya. Melalui integrasi antara dimensi teknis dan humanistik, teori ini berpotensi melahirkan praktik akuntansi yang lebih reflektif, adil, dan bermoral. Hermeneutika, dalam konteks akuntansi, menjadi jembatan antara dunia ekonomi yang rasional dan realitas kemanusiaan yang penuh makna, sehingga akuntansi dapat berperan bukan hanya sebagai alat ukur ekonomi, tetapi juga sebagai sarana memahami nilai dan tanggung jawab manusia dalam kehidupan sosial.
Mengapa Teori Akuntansi Pendekatan Hermeneutik Wilhelm Dilthey Penting dan Relevan?
Teori akuntansi hermeneutik memiliki arti penting yang mendalam karena secara fundamental mentransformasi cara pandang terhadap akuntansi. Disiplin ini tidak lagi dipersepsikan hanya sebagai ranah teknis yang berfokus pada pencatatan dan pengelolaan data kuantitatif atau statistik ekonomi semata, melainkan sebagai bidang ilmu humaniora yang berupaya memahami dan menafsirkan makna historis, sosial, serta moral yang tersembunyi di balik laporan keuangan. Melalui pendekatan hermeneutik, akuntansi diposisikan sebagai suatu bentuk refleksi intelektual dan moral yang menyingkap hubungan antara angka, nilai-nilai kemanusiaan, serta tanggung jawab sosial para pelaku ekonomi. Dengan demikian, praktik akuntansi tidak sekadar merekam transaksi ekonomi secara objektif, tetapi juga mencerminkan dimensi etika, pengalaman hidup (Erlebnis), dan kesadaran moral yang membentuk perilaku manusia dalam proses ekonomi.
Pendekatan ini menjadi signifikan karena menawarkan alternatif terhadap keterbatasan paradigma positivistik, yang cenderung melihat angka dan data keuangan sebagai entitas yang terpisah dari konteks sosial dan eksistensial. Paradigma positivistik menekankan objektivitas dan pengukuran empiris, sedangkan hermeneutika mengedepankan pemaknaan terhadap konteks di balik data. Dengan menempatkan manusia sebagai subjek aktif dalam penciptaan pengetahuan, teori akuntansi hermeneutik berupaya memulihkan dimensi kemanusiaan yang selama ini terpinggirkan dalam praktik akuntansi modern.