Mohon tunggu...
Naziah Salwa
Naziah Salwa Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Esai Nasib Sang Sarjana

2 Desember 2018   21:07 Diperbarui: 2 Desember 2018   22:08 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pada saat sekarang ini kita sedang menghadapi Era Revolusi Industri 4.0, dimana hanya sebagian kecil saja yang mengetahui apa itu Era Revolusi Industri 4.0. Tidak semua orang mengetahui apa itu Era Revolusi Industri 4.0. Walau hampir setiap orang hampir melakukan hal yang dimaksud oleh Era Revolusi Industri.

Mungkin banyak orang yang menggunakan telepon seluler, tapi menurut penulis sekarang ini hanya 65% saja pengguna telepon seluler pintar yang mengetahui apa itu Era Revolusi Industri 4.0. Padahal sebagian besar pengguna seluler bisa mengetahuinya dengan mudah apa itu yang dimaksud dengan Era Revolusi Industri 4.0.

Memang tidak harus semua penduduk yang ada di muka bumi harus mengetahui apa itu Era Revolusi Industri 4.0. Namun terdapat filosofi atau mungkin ilmu yang bermanfaat dengan tahunya para penduduk bumi mengenai hal tersebut.

Mendengar kata Revolusi Industri mungkin terbersit pada pikiran kita mengenai perkembangan kegiatan yang menghasilkan suatu barang. Sedikit penjelasan mengenai Era Revolusi Industri dari generasi pertama yang melahirkan sejarah ketika mesin uap mampu mengantikan tenaga manusia dan hewan kepada mesin, yaitu mesin uap pada abad ke-18. Generasi kedua, ditandai dengan munculnya pembangkit listrik dan motor pembakaran dalam. Generasi ketiga munculnya teknologi digital dan internet. Dan yang terakhir yang kita alami saat ini adalah generasi keempat yang dintandai dengan munculnya super komputer, seperti robot pintar, kendaraan tanpa pengemudi, editing gentik dan perkembangan neuroteknologi yang memungkinkan manusia untuk lebih mengoptimalkan fungsi otak. Hal inilah yang disampaikan oleh Klaus Schwab, Founder and Executive Chairman of the World Economic Forum dalam bukunya the Fourth Industrial Revolution.[1]

Dunia yang memasuki Era Revolusi Insdustri 4.0 yang tentunya membutuhkan sumber daya manusia yang tidak hanya mengandalkan kemampuan teknis saja. tantangan pendidikan ke depan adalah menyiapkan sumber daya manusia yang tidak akan tergantikan dengan mesin-mesin pintar.

 

Setelah mencermati paragraph di atas maka kita dapat mengambil beberapa kesimpulan, tapi dari semua hal itu terdapat sesuatu yang mengganjal bagi diri saya, setelah semua tenaga tergantikan dengan apa yang menjadi penemuan bersejarah, apa lagi yang akan nantinya dikerjakan oleh para sarjana ketika sudah mencapai waktunya semua akan layu termakan waktu. Mungkin para sarjawan dari yang ahli pada bidang dan terpacu bersama Era Revolusi sendiri akan terus berkembang. Lalu bagaimana dengan jurusan lain khususnya saya yang akan segera menjadi seorang sarjana pendidikan.

 

Tentunya pola pendidikan era yang lama kini menjadi kurang tidak pas lagi untuk diterapkan pada generasi saat ini yang terkena distruptif teknologi atau inovasi untuk membantu menciptakan pasar baru. Manusia yang menggunakan gadget atau ponsel pintar sebagai media pembelajaran untuk melakukan banyak eksplorasi pembelajaran.

 Singkatan S.Pd (Sarjana Pendidikan) adalah gelar yang didapatkan oleh mahasiswa setelah mengikuti perkulihan selama bertahun lamanya dengan jurusan berbeda sesuai dengan keinginan hati dengan tujuan satu agar dapat menghasilkan tenaga pendidik yang berkualitas bagi anak bangsa.[2]

Para sarjana pendidikan telah menempa mentalnya untuk mendidik seorang anak agar mengerti dan sesuai dengan tuntutan kurikulum pendidikan yang diberikan oleh pemeritah agar tidak dikalahkan oleh mesin pintar yang terus berkembang pada era ini. Tentu saja banyak lembaga yang menerima pendidik untuk anak didik yang membutuhkan ilmu. Menjadi seorang pendidik bukanlah hal yang mudah, selain membutuhkan ijazah sebagai pengakuan kini di negara kita membutuhkan sertifikat pendidik untuk memastikan bahwa pendidik tersebut cukup mumpuni di bidangnya. 

Pada salah satu media online  diungkapkan bahwa terdapat lebih dari 3 juta guru yang ada di Indonesia yang berperan sangat strategis untuk menjalankan misi profesi kebangsaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun lulus dengan gelar S1 kini tak lagi menjadi penentu siap tidaknya seorang tenaga pendidik untuk mengajar di Indonesia. Berdasarkan kebijakan pemerintah tentang program Pendidikan Profesi Guru (PPG), yang tertuang dalam Permendikbud No. 87 Tahun 2013 tentang Program Pendidikan Profesi Guru Prajabatan. Program pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan para guru yang memiliki minat dan bakat menjadi guru kini bukan lagi khusus untuk S1 kependidikan saja, kini terbuka juga untuk non-kependidikan yang memiliki bakat dan minat untuk menjadi seorang pendidik profesional selama setahun lamanya.[3]

 Hal ini tentunya membuat cemas para tenaga kependidikan yang murni telah memiliki gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) yang seolah tidak memiliki klasifikasi yang cukup mumpuni untuk dapat mengajar. Tapi pada era inilah para sarjana pendidikan di uji untuk dapat memiliki minat dan bakat untuk menjadi guru sesungguhnya.

 Selain memiliki skill untuk mengajar tentu saja ilmu yang dimiliki seorang pendidik harus terus diajarkan agar tidak tenggelam oleh waktu, dan tentu saja gaya pembelajaran anak yang terus berkembang mengikuti zaman harus juga menjadi tugas guru untuk memahaminya. Para guru yang diera saat ini juga harus memiliki kepekaan terhadap situasi dan harus berinovasi agar tidak tertinggal hanya di tempat saja.

 

Hal ini menjadi tantangan bagi para sarjana pendidikan yang pada saat sekarang ini. Di Era Revolusi Industri seperti sekarang ini juga menjadi hal yang baik atau mungkin buruk bagi para pendidik. Hal baiknya adalah semakin banyak sarana pembelajaran yang bisa digunakan pendidik untuk mengajarkan ilmu kepada muridnya, bukan hanya sekedar ilmu yang ditekuninya saja. Bahkan belajar ilmu yang lainnya pun menjadi hal yang mudah. Tapi apabila seseorang tidak mampu mengikuti Era Revolusi Industri yang terjadi sekarang ini, akan sulit untuk berinteraksi saja. Mungkin banyak peserta didik yang akan merasa bosan hingga tidak sampainya ilmu yang kita ajarkan kepada murid.

 

Hal tersebutlah yang menjadi sumber sekaligus sulitnya menjadi guru pada saat sekarang ini. Seorang guru harus mampu lebih dulu mengetahui banyak hal dibandingkan muridnya di dalam kelas. Jikalau tidak akan sulit mengajar karena tidak tercapainya hal yang ingin kita ajarkan.

 Sekarang ini mudah saja mengakses informasi yang sulit sekalipun jikalau kita mampu mengikuti arus dari Era Revolusi Industri 4.0. Tapi sanggupkah seorang pendidik mengikuti arus deras yang terus berubah-ubah sepanjang waktu dengan teknologi pintar yang menjadikan diri kita untuk bermalas diri dan menganggap remeh peserta didik yang mungkin saja lebih tau dari kita. Kunci dari informasi yang ada pada diri seorang pendidik kini sudah bertebaran di luaran sana sehingga lebih banyak lagi orang yang akan menganggap remeh seorang sarjana pendidik. 

Tapi hal tersebutlah yang menjadi kekuatan seorang sarjana pendidikan, setelah ditempa selama bertahun-tahun, yang itupun belum tentu menghasilkan tenaga pendidik yang mumpuni. Masih banyak hal yang harus dipelajari oleh tenaga pendidik untuk mendidik anak didiknya. Bukan hanya sekedar berpangku diri dan membiarkan orang lain lebih maju dari pada kita sendiri, seorang tenaga pendidik lebih senang untuk mengulurkan tangannya dan membantu banyak orang untuk ikut dengannya dijalan yang penuh dengan ilmu.

NOTE:Tidak sempat dibaca paradosen saya jadi saya posting di sini. tolong komennya supaya saya tahu kesalahan saya. 

[1] Andreas Hassim, Relovusi Industri 4.0, (http://id.beritasatu.com/home/revolusi-industri-40/145390), diakses pada hari Kamis, tanggal 15 November 2018, jam 23.40 WIB.

[2] Jhon Miduk Sitorus, Dilema Lulusan Sarjana Pendidikan, (hhtps://www.kompasiana.com/jhonmiduk/575f3984c423bdef0c3ba427/dilema-lulusan-sarjana-pendidikan), diakses pada hari Minggu, tanggal 18November 2018, jam 19.40.

 [3] Satriawan Salim, Jangan Mau Jadi Guru!, (https://www.google.co.id/amp/s/m.republika.co.id/amp/p00io0396), di akses pada hari Minggu, tanggal 18 November 2018, jam 20.28 WIB.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun