Mohon tunggu...
Nazar Amrullah
Nazar Amrullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Magister Manajemen Pendidikan
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis Lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Darurat, Perempuan Sasaran Empuk Kekerasan

18 Mei 2024   04:30 Diperbarui: 18 Mei 2024   04:34 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://unair.ac.id/makna-kekerasan-seksual-bagi-korban/

Kesataraan gender merupakan salah satu isu social yang sangat kompleks dan relevan dalam berbagai segi bidang kehidupan manusia saat ini.[1] Seperti yang kita ketahui bahwa beberapa decade ini, Upaya dalam mengatasi kesetaraan gender telah menjadi perhatian secara global bahkan menjadi tren dan tugas dari semua negara terutama mereka yang sedang pada posisi pemerintah. Bisa dikatkakan bahwa kesataraan gender yang bahas kali ini ialah pada ranah ketidakadilan gender jika kita melihat terdapat lima macam pemnbagian seperti subordinasi, marginalisasi, stereotip, kekerasan terhadap perempuan, dan beban kerja ganda.[2] Akan tetapi kita coba untuk fokuskan salah satu bagian yang paling menarik kita bahas pada sisi isu gender saat ini yang sering terjadi bahkan menjadi sebuah peluang bagi siapapun pada pihak yang mempunyai potensi dan peluang dalam melakukannya yakni kekerasan perempuan. 

Isu gender yakni kekerasan terhadap perempuan menjadi satu isu yang saling terangkai dan sangat perlu diperhatikan saat ini juga oleh semua kalangan. Lebih lanjut bahwa ketidakadilan gender kerap kali mewarnai berbagai bentuk relasi serta masalah social berbasis gender. Kekerasan terhadap perempuan dalam bentuk kekerasan social sebagai tindak seksual yang meliputi Upaya dan/ atau pemerkosaan, pemaksaan hubungan seksual, pelecehan, kontak seksual dengan paksaan atau ancaman menggunakan kekuatan, serta ancaman pemerkosaan.[1] Banyak kasus yang menjadi sebuah kultur menjadi sebuah pemandangan di masyarakat bahkan sekarang cepat di akses yang biasa mereka melihat melalui media televisi tapi saat ini sudah bisa di akses di semua media secara cepat melalui hp android. Namun demikian banyak berita atau informasi yang langsung dipercaya ketika masyarakat melihat di sosial media padahal disisi lain informasi tersebut adalah hoax. Hal inilah jika kita melihat pada zaman sekarang harus di filter semua informasi saat ini yang tersebar pada era globalisasi.

Jika kita melihat beberapa kasus kekerasan terhadap perempuan di bangsa yang perlu menjadi bagian perhatian yang harus ditangani. Walaupun memang sampai dengan saat ini Indonesia belum mempunyai suatu undang-undang yang secara khusus mengatur tentang penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2004.[1] Hal ini tentunya dapat menunjukkan dinamika dalam upaya memberikan keadilan bagi perempuan korban kekerasan, termasuk bagi para remaja atau mereka yang masih berada di bawah umur. Terlebih lagi tak menutup kemungkinan, kekerasan terjadi di ruang publik yang belum tentu terjangkau oleh hukum positif yang berlaku. Walaupun demikian hukum Indonesia berusaha memutus rantai kekerasan dengan memperjuangkan pilar hukum yang sekiranya mampu menjawab keresahan serta urgensi atas penciptaan ruang aman bagi perempuan. Kehadiran undang-undang tindak pidana kekerasan seksual yang pada 2022 telah disahkan menjadi angin segar serta pertanda keseriusan pemerintah dalam memutus segala bentuk kekerasan terutama yang harus dihadapkan perempuan. Dengan dengan demikian tindak kekerasan terhadap peremupuan perlu segera diatasi secara kualitas maupun kuantitas karena tidak hanya merupakan tindakan criminal tetapi masalah sosial sehingga perlu perlindungan yang maksimal terhadap perempuan.[2]

Mirisnya selama 2023 sampai detik ini terdapat 6 kasus kekerasan seksual anak perempuan di Jakarta dan tanggerang terungkap. Hal ini baru di beberapa kota belum lagi kota ataupun provinsi yang ada di Indonesia. Adapun kasus-kasus tersebut yakni 1) kasus pencabulan di Rusunawa Marunda pada tanggal 12 Januari 2023; 2) pria di Kebon Jeruk Cabuli anak tetangganya pada tanggal 18 Januari 2023; 3) Seorang pria cabuli anak laki-laki di Lenteng Agung pada tanggal 15 Januari 2023; 4) guru agama cabuli 7 anak di Tanggerang; 5) guru agama cabuli muridnya di Duren Sawit pada tanggal 10 Februari 2023; dan 6) siswo SD di Tambora dicabuli pedagang aksesori pada tanggal 6 Februari 2023.[1] Sedangkan di media lain menyatakan selama 2023 ini belum genap satu tahun terdapat 21 kasus kekerasan anak perempuan di Sukabumi.[2]

Dengan demikian ada kasus kekerasan perempuan yang sangat tersembunyi dan ada kekerasan sering bungkam tanpa ada laporan yakni kekerasan dalam rumah tangga. Hal ini sesuai hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kekerasan terhadap istri masih menunjukan tingkat paling atas jika dibandingkan dengan jenis kekerasan terhadap perempuan lainnya.[3] Hal tersebut oleh pemerintah sering tidak diketahui dikarenakan pihak perempuan sebagai seorang istri yang tersakiti oleh pihak suami. Jika kita melihat bahwa faktor penyebab yang membuat terjadi kekerasan terhadap perempuan dikarenakan laki-laki lebih kuat fisik daripada perempuan yang sudah dikenal lemah di tengah masyarakat. Persentase kasus kekerasan yang terdaftar dalam Simfoni Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak menyatakan bahwa hingga pada tahun 2021 terdapat 20,4% kasus kekerasan terjadi pada laki-laki dan 79,6% kasus kekerasan terjadi pada perempuan. (Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak 2020). Kekerasan terhadap perempuan di ranah personal terjadi dalam berbagai jenis, seperti kekerasan terhadap istri, kekerasan dalam pacaran, kekerasan terhadap anak perempuan, kekerasan yang dilakukan oleh mantan suami dan kekerasan mantan pacar, kekerasan yang terjadi pada pekerja rumah tangga, dan ranah personal lainnya (Komnas Perempuan 2021).


Berdasarkan fakta, data, dan aturan dalam Undang-Undang yang sudah ada dan ditetapkan, sebaiknya pemerintah dan lembaga-lembaga anti kekerasan terhadap perempuan dapat bergerak lebih luwes lagi untuk membantu dan melindungi perempuan korban kekerasan. Pemerintah dan aparatur negara seharusnya mulai mempercayai korban yang sudah berani melaporkan diri, bukan mempertanyakannya bahwa seakan-akan hal tersebut tidak dapat dipercaya. Pendidikan terhadap masyarakat mengenai kekerasan, perlindungan terhadap korban, dan budaya kesetaran harus lebih diupayakan agar semua lapisan masyarakat dapat ikut andil dalam mengurangi tingkat kekerasan terhadap perempuan. Dengan demikian semua pihak dapat bisa berperan dalam menangani kasus kekerasan perempuan di sekitar kita.

Sumber :

[1] https://megapolitan.kompas.com/read/2023/02/13/08314181/2023-baru-satu-setengah-bulan-sudah-ada-6-kasus-kekerasan-seksual-anak-di?page=all di akses pada pukul 19.45 WIB pada tanggal 15 September 2023

[2] https://www.detik.com/jabar/berita/d-6731781/21-kasus-kekerasan-anak-perempuan-di-sukabumi-terjadi-sejak-awal-2023 di akses pada pukul 19.50 WIB pada tanggal 15 september 2023

[3]] Anggoman, E. (2019). Penegakan Hukum Pidana Bagi Pelaku Kekerasan/Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan. Lex Crimen, 8

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun