Mohon tunggu...
NAYLA PUTRI LESTARI
NAYLA PUTRI LESTARI Mohon Tunggu... 43225110004 (Universitas Mercu Buana)

43225110004 - S1 Akuntansi - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Etika Eudaimonia Aristotle Sebagai Transfigurasi Diri Menjadi Sarjana Berbahagia

25 September 2025   21:09 Diperbarui: 25 September 2025   21:09 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aristotle (https://www.google.com/url?sa=i&url=https%3A%2F%2Fid.pngtree.com%2Ffree-backgrounds-photos%2Faristoteles-pictures&psig=AOvVaw1j2m0RPwOFZv7r

Pendahuluan  

Dalam perjalanan menjadi seorang sarjana, kita tidak hanya dituntut menguasai ilmu pengetahuan, tetapi juga menata kehidupan agar selaras dengan nilai-nilai etika dan moral. Filsafat Aristoteles memberikan salah satu fondasi penting bagi pencarian kebahagiaan, yaitu konsep Eudaimonia. Istilah ini sering dipahami sebagai "hidup baik" atau "kehidupan yang berbahagia", bukan dalam arti kesenangan sesaat, tetapi kebahagiaan yang bersumber dari pengembangan diri secara utuh.

Seorang sarjana yang unggul dan profesional tidak hanya berorientasi pada gelar akademik, tetapi juga pada karakter, kebijaksanaan, dan kontribusi bagi masyarakat. Dengan menginternalisasi etika eudaimonia Aristoteles, mahasiswa diharapkan mampu melakukan transfigurasi diri --- suatu proses transformasi menuju pribadi yang berbahagia sekaligus bertanggung jawab.

Eudaimonia dalam Pandangan Aristoteles  

Aristoteles memahami kebahagiaan (eudaimonia) bukan sekadar kenikmatan fisik sebagaimana pandangan kaum hedonis, melainkan kondisi ketika manusia mampu mengembangkan seluruh potensinya secara optimal. Dalam modul perkuliahan dijelaskan bahwa jalan menuju kebahagiaan adalah:  
1. Mengembangkan logos/akal budi, yaitu kemampuan berpikir jernih, menimbang, dan mengambil keputusan yang tepat.  
2. Menjadikan diri sebagai makhluk sosial, yang terlibat dalam keluarga, masyarakat, bahkan negara.  
3. Memahami batas antara sensasi dan emosi, sehingga tidak terjebak pada kenikmatan sesaat.  
4. Mengupayakan kualitas diri melalui prestasi, nama baik, dan pengabdian.

Diagram konsep Eudaimonia (kebahagiaan sejati vs kesenangan sesaat) (https://share.google/images/Lz8xR0o8yhuH7kFoA)
Diagram konsep Eudaimonia (kebahagiaan sejati vs kesenangan sesaat) (https://share.google/images/Lz8xR0o8yhuH7kFoA)

Dengan demikian, eudaimonia bukan tujuan singkat, melainkan proses panjang dalam kehidupan yang berkesinambungan.

Perbandingan dengan Pandangan Etika Lain  
Untuk memahami kekhasan etika eudaimonia, kita perlu membandingkannya dengan beberapa teori moral lain yang juga dibahas dalam modul perkuliahan.

 1. Hedonisme dan Epikurianisme  

   Hedonisme menekankan pencarian kesenangan, sedangkan Aristoteles menekankan keseimbangan. Epikurus memang mengajarkan mencari nikmat, tetapi nikmat yang sederhana dan bebas dari rasa sakit. Aristoteles lebih luas: kebahagiaan adalah ketika manusia mengaktualisasikan seluruh potensi, tidak hanya menghindari rasa sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun