Kadang hidup tak memberi aba-aba ketika luka datang. Kita bisa terlihat baik-baik saja di luar, namun ada saatnya tubuh tak lagi sanggup menyangga beban yang tak terlihat. Dalam diam, kita tumbang bukan karena terpukul, tapi karena perlahan kehabisan daya. Di titik inilah, satu kata lama muncul kembali dengan begitu kuat: lunglai.
Makna Kata Lunglai
Setelah berlari menghindari hujan dan kabar buruk itu, tubuhku terasa lunglai. Seperti kehilangan seluruh tenaga untuk berdiri. Kata itu meluncur begitu saja di kepala, sederhana tetapi sarat makna.
Lunglai adalah kata dalam bahasa Indonesia yang menggambarkan kondisi tubuh yang sangat lemah. Ia digunakan untuk menyampaikan rasa lemas yang bukan hanya bersifat fisik, tetapi juga emosional. Kata ini menyiratkan kehabisan daya. Tubuh bisa masih berdiri, tetapi jiwa sudah menyerah.
Makna lunglai lebih kuat daripada kata lelah atau letih. Kata ini memberi kesan runtuh secara perlahan, bukan sekadar berhenti sejenak untuk beristirahat. Ketika seseorang lunglai, ada kesan rapuh, seperti batang pohon yang perlahan kehilangan kekuatannya untuk menegakkan dahan.
Biasanya kata ini digunakan dalam cerita, puisi, atau tulisan sastra untuk menggambarkan suasana kehilangan, duka, atau keputusasaan yang dalam. Penggunaan kata lunglai membuat narasi terasa lebih hidup, lebih puitis, dan menyentuh sisi emosional pembaca. Dalam dunia modern yang serba cepat, kata ini mungkin mulai jarang terdengar. Namun ia tetap punya tempat dalam bahasa dan rasa, terutama ketika kita butuh satu kata yang dapat mewakili runtuhnya tubuh sekaligus hati.
Lunglai juga bisa dimaknai sebagai bagian dari perjalanan manusia. Tidak ada seorang pun yang selalu kuat. Ada kalanya tubuh, pikiran, dan hati tidak sanggup menanggung beban. Di saat itulah kata lunglai hadir, bukan untuk menghakimi kelemahan, melainkan untuk mengakui bahwa manusia memang memiliki titik batas. Dengan begitu, lunglai bisa menjadi bagian dari kesadaran akan kemanusiaan kita sendiri.
Tidak ada seorang pun yang selalu kuat. Ada kalanya tubuh, pikiran, dan hati tidak sanggup menanggung beban.
Tubuh Lunglai dalam Cinta yang Hilang
Aku pernah menjadi rumah bagi cintamu. Tetapi kini aku hanya tubuh lunglai yang ditinggal tanpa alasan. Tidak ada pertengkaran. Tidak ada kata putus. Hanya senyap yang tiba-tiba datang lalu mengosongkan segalanya.
Aku tidak menyangka orang yang berjanji akan tinggal justru menjadi yang pertama melepaskan. Sejak hari itu malam menjadi lebih panjang. Dan langkahku terasa seperti menapaki tanah yang tidak kukenal. Jantungku masih berdetak. Tetapi jiwaku lunglai.
Hari-hari berlalu tanpa arah. Aku duduk di tepi ranjang, menatap kosong pada dinding kamar yang terasa lebih dingin dari biasanya. Bayanganmu masih ada di kursi itu, di cangkir kopi yang tak sempat kau habiskan, di baju yang tertinggal di sudut lemari. Semuanya menjadi saksi bahwa aku runtuh tanpa mampu menyangkal.