Mohon tunggu...
NASWA HIKMATUL
NASWA HIKMATUL Mohon Tunggu... MAHASISWA

ILMU EKONOMI'23 -UIN SUNAN AMPEL SURABAYA

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Peran bantuan Internasional China dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung untuk perekonomian Indonesia

15 Maret 2025   06:08 Diperbarui: 15 Maret 2025   06:14 403
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Preside Jokowi uji coba kereta cepat Jakarta-Bandung (sumber: Kementerian Sekretariat NegaraRepublik Indonesia  )

Pembangunan infrastruktur Indonesia telah lama diidentifikasi sebagai bidang penting bagi pertumbuhan ekonomi dan daya saing regional. Infrastruktur yang tidak memadai secara historis telah menghambat produktivitas ekonomi, meningkatkan biaya logistik, dan konektivitas yang terbatas di negara berkembang ini. Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, Presiden Joko Widodo memulai agenda pembangunan infrastruktur yang komprehensif setelah dilantik pada tahun 2014. Proyek kereta api berkecepatan tinggi (High Speed Railway) yang menghubungkan Jakarta dan Bandung buah kerjasama Indonesia dan China menonjol sebagai inisiatif utama dalam agenda ini.

Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung terus menuai polemik. Bahkan, kontroversi proyek ini sudah menyeruak sejak perencanaan di tahun 2015 silam. Proyek Kereta cepat Jakarta Bandung merupakan proyek prestisius yang menghubungkan dua kota besar di Pulau Jawa dengan jarak sekitar 142 kilometer. Proyek ini direncanakan dapat mengurangi waktu tempuh antara Jakarta dan Bandung dari sekitar 3 jam menjadi hanya 40 menit, dengan kecepatan operasional mencapai 350 km/jam. Proyek ini awalnya diperkirakan membutuhkan investasi sekitar USD 5,9 miliar, namun dalam perkembangannya mengalami kenaikan biaya menjadi sekitar USD 7,36 miliar. Di mana pemerintah Indonesia rencananya akan menutup kekurangan melalui dana APBN agar tidak mangkrak. Menurut Bank Dunia, investasi dalam infrastruktur transportasi dapat menghasilkan manfaat ekonomi jangka panjang yang signifikan, termasuk peningkatan pertumbuhan PDB, pengurangan kemacetan, dan peningkatan efisiensi perdagangan.

Gagasan tentang kereta cepat di Indonesia sebenarnya telah muncul sejak tahun 2008, dengan studi kelayakan yang dilakukan oleh Jepang pada tahun 2011. Negara itu menawarkan proposal pembangunan ke pemerintah Jokowi melalui Japan International Cooperation Agency (JICA). JICA bahkan rela menggelontorkan modal sebesar USD 3,5 juta sejak 2014 untuk mendanai studi kelayakan. Nilai investasi kereta cepat berdasarkan hitungan Jepang mencapai USD 6,2 miliar, di mana 75% dibiayai oleh Jepang berupa pinjaman bertenor 40 tahun dengan bunga 0,1 persen per tahun.
Namun pada tahun 2015, Indonesia memutuskan untuk menerima tawaran dari China yang dinilai lebih menguntungkan karena tidak memerlukan jaminan pemerintah (sovereign guarantee). Seiring berjalannya proyek, kondisi ini berubah dan Indonesia akhirnya memberikan jaminan pemerintah untuk pinjaman dari China Development Bank (CDB)

Proyek ini dijalankan oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sebuah konsorsium yang terdiri dari empat BUMN Indonesia (PT Wijaya Karya, PT Kereta Api Indonesia, PT Jasa Marga, dan PT Perkebunan Nusantara VIII) dengan kepemilikan 60%, serta beberapa perusahaan China yang tergabung dalam China Railway International Co. Ltd dengan kepemilikan 40%.

Meskipun awalnya direncanakan selesai pada tahun 2019, proyek ini mengalami beberapa kali penundaan karena berbagai tantangan, termasuk masalah pembebasan lahan, kompleksitas teknis, dan dampak pandemi COVID-19. Kereta Cepat Jakarta-Bandung akhirnya diresmikan dan mulai beroperasi pada Oktober 2023, menandai pencapaian penting dalam hubungan ekonomi Indonesia-China.

Proyek ini juga penting dalam konteks kemitraan strategis Indonesia. Keterlibatan China melalui Belt and Road Initiative (BRI) mencerminkan kepentingan bersama kedua negara dalam mendorong kolaborasi ekonomi. Dengan memilih tawaran China dari pada Jepang, Indonesia memanfaatkan persyaratan keuangan yang menarik, termasuk pinjaman berbunga rendah dan komitmen untuk transfer teknologi, yang dianggap lebih menguntungkan untuk tujuan pembangunannya. Keputusan ini menggaris bawahi pendekatan pragmatis pemerintahan Jokowi dalam menavigasi aliansi ekonomi dan politik global. Inisiatif ini sejalan dengan Belt and Road Initiative (BRI) China, yang bertujuan untuk meningkatkan konektivitas dan mendorong kerja sama ekonomi di Asia dan sekitarnya. Kolaborasi antara Indonesia dan China dalam konteks ini menimbulkan pertanyaan-pertanyaan kritis mengenai kepentingan nasional, manfaat ekonomi, dan konsekuensi geopolitik dari kemitraan tersebut. Signifikansi proyek kereta api cepat lebih dari sekadar perbaikan transportasi, proyek ini mewujudkan aspirasi Indonesia untuk pertumbuhan ekonomi, integrasi regional, dan kemajuan teknologi.

Indonesia dan China memiliki struktur ekonomi yang berbeda namun saling melengkapi. Indonesia kaya akan sumber daya alam dan memiliki pasar domestik yang besar, sementara China memiliki keunggulan dalam teknologi, modal, dan pengalaman dalam pembangunan infrastruktur transportasi berkecepatan tinggi. Kerja sama dalam proyek Kereta cepat Jakarta-Bandung mencerminkan bagaimana kedua negara memanfaatkan keunggulan komparatifnya dengan China menyediakan teknologi dan sebagian pendanaan, sementara Indonesia menyediakan pasar dan sumber daya lokal. Proyek ini meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia dengan memperkenalkan teknologi transportasi modern yang dapat mempercepat mobilitas manusia dan barang. Peningkatan efisiensi transportasi antara Jakarta dan Bandung diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di koridor tersebut, menciptakan apa yang ekonom Michael Porter sebut sebagai "cluster ekonomi" yang meningkatkan produktivitas.

Permasalahan Kelebihan Biaya

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung ini mulanya diperkirakan menelan biaya Rp86,67 triliun. Tapi belakangan terjadi pembengkakan atau cost overrun (kelebihan biaya) hingga sekitar US$7,27 miliar, setara Rp112 triliun. Komposisi pembiayaan proyek ini adalah 75% berasal dari pinjaman melalui China Development Bank (CDB) dan sisanya merupakan setoran modal dari konsorsium dua negara yaitu Indonesia-China.

Pembagiannya, konsorsium BUMN Indonesia menyumbang 60% dan 40% berasal dari konsorsium China. Total pinjaman Indonesia ke China Development Bank (CDB) mencapai Rp8,3 triliun. Utang itu akan dipakai untuk pembiayaan pembengkakan biaya kereta cepat. Bunga yang ditawarkan oleh China adalah 3,4% per tahun dengan tenor selama 30 tahun. Proyek ini juga telah mendapat suntikan APBN dalam bentuk penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp7,3 triliun. Para pengamat ekonomi menilai Indonesia bakal kesulitan membayar utang tersebut, karena prospek bisnis pengoperasian kereta cepat belum tentu menguntungkan, sehingga akhirnya mengandalkan APBN.

Menteri Keuangan Sri Mulyani telah mengatakan penjaminan APBN bisa dilakukan. Itu tercantum dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 93 Tahun 2021 dan juga dalam aturan pelaksananya, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 89 Tahun 2023. Dalam perpres itu disebutkan jika terjadi pembengkakan biaya, pembiayaan dari APBN bisa berupa penyertaan modal negara dan/atau penjaminan kewajiban pimpinan konsorsium BUMN, dalam hal ini PT Kereta Api Indonesia (PT KAI).

Pinjaman untuk proyek Kereta cepat Jakarta Bandung, meskipun memiliki persyaratan yang menguntungkan, tetap menimbulkan implikasi fiskal jangka panjang bagi Indonesia. Berbeda dengan bantuan dalam bentuk hibah, pinjaman ini tetap harus dibayar kembali, meskipun dengan beban bunga yang lebih rendah. Salah satu tantangan adalah proyeksi pendapatan dari tiket kereta cepat. Awalnya, KCIC menetapkan tarif sekitar Rp. 250.000 - Rp. 300.000 untuk sekali perjalanan, yang relatif tinggi bagi sebagian masyarakat Indonesia. Permasalahan ini mencerminkan dilema klasik dalam ekonomi pembangunan: bagaimana menyeimbangkan kebutuhan untuk menutupi biaya proyek dengan tujuan memberikan layanan yang terjangkau bagi masyarakat.

Pinjaman dari China untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat dilihat sebagai instrumen geoekonomi dalam strategi BRI. China menggunakan pinjaman sebagai cara untuk memperluas pengaruh ekonomi dan politiknya di kawasan Asia Tenggara, sekaligus membuka pasar bagi teknologi perkeretaapian China. Bagi Indonesia, menerima pinjaman dari China merupakan keputusan pragmatis yang memungkinkan pembangunan infrastruktur strategis dengan beban fiskal yang lebih ringan dibandingkan pendanaan komersial. Namun, beberapa ahli ekonomi pembangunan memperingatkan tentang risiko "debt trap diplomacy", di mana negara penerima pinjaman dapat menghadapi kesulitan untuk membayar kembali dan akhirnya terpaksa memberikan konsesi ekonomi atau politik kepada China.

Implikasi Kebijakan

Dalam konteks perdagangan internasional, Kereta Cepat Jakarta-Bandung memiliki dimensi geostrategis dan geoekonomi yang tidak dapat diabaikan. Sebagai bagian dari strategi Belt and Road Initiative, proyek ini menjadi komponen penting dari visi konektivitas global China. Kereta Cepat Jakarta-Bandung memperkuat jejak ekonomi China di Indonesia dan kawasan ASEAN, mencerminkan pergeseran gravitasi ekonomi global ke Asia. Secara tidak langsung, proyek ini juga menjadi instrumen diplomasi ekonomi atau soft power China yang memperkuat hubungan bilateral Indonesia-China melalui kerjasama infrastruktur strategis.

Implikasi langsung Kereta Cepat Jakarta-Bandung terhadap perdagangan internasional terlihat dari peningkatan efisiensi transportasi barang bernilai tinggi dan sensitif terhadap waktu antara Jakarta-Bandung. Jalur kereta cepat ini berpotensi memperkuat rantai pasok industri yang memiliki mata rantai di kedua kota, serta meningkatkan arus pariwisata internasional, terutama dari China, yang berkontribusi positif pada neraca jasa dalam perdagangan internasional Indonesia.

Kereta Cepat Jakarta-Bandung juga memiliki implikasi tidak langsung terhadap perdagangan internasional. Keberadaan infrastruktur modern ini berpotensi meningkatkan daya tarik Indonesia bagi investor asing dan menunjukkan kapasitas negara dalam mengelola proyek infrastruktur skala besar. Transfer teknologi kereta cepat berpeluang meningkatkan kapasitas industri domestik untuk berkompetisi di pasar global. Adopsi standar internasional dalam sistem transportasi juga dapat memfasilitasi integrasi Indonesia dengan jaringan transportasi regional dan global di masa depan.

Namun, penting untuk menganalisis pola perdagangan Indonesia-China dalam konteks proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Indonesia saat ini mengalami defisit perdagangan dengan China, dan proyek infrastruktur semacam Kereta Cepat Jakarta-Bandung berpotensi memperdalam ketergantungan ekonomi tersebut. Komposisi ekspor-impor kedua negara juga mencerminkan ketimpangan struktural, di mana Indonesia dominan mengekspor komoditas primer sementara mengimpor produk manufaktur dari China. Peningkatan investasi China di Indonesia melalui proyek-proyek infrastruktur seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat mempengaruhi pola perdagangan jangka panjang antara kedua negara.

Dari perspektif kebijakan perdagangan, posisi tawar Indonesia dalam negosiasi dengan China dapat terpengaruh oleh ketergantungan pada pembiayaan infrastruktur. Terdapat tantangan dalam memanfaatkan proyek infrastruktur sebagai leverage untuk mendorong transfer teknologi dan peningkatan kapasitas industri domestik. Pembayaran hutang dan aliran keuntungan ke China juga berimplikasi jangka panjang pada neraca pembayaran Indonesia yang perlu diantisipasi dengan baik.

Dalam kerangka teori ekonomi internasional, pembangunan Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat dilihat melalui beberapa perspektif. Dari sudut teori keunggulan komparatif, penguatan infrastruktur transportasi berpotensi menurunkan biaya logistik dan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai nilai global. Teori New Economic Geography menunjukkan bahwa Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat mengubah secara signifikan "jarak ekonomi" yang menciptakan pola aglomerasi ekonomi baru dengan efek limpahan positif dari Jakarta ke kawasan industri di sepanjang koridor. Sesuai dengan Gravity Model of Trade, penurunan biaya transportasi berpotensi meningkatkan volume perdagangan dan mengurangi hambatan perdagangan. Namun, Teori Ketergantungan (Dependency Theory) memperingatkan adanya risiko memperdalam pola ketergantungan dalam hubungan ekonomi Indonesia-China dan tantangan untuk menghindari "diplomasi jebakan hutang".

Untuk mengoptimalkan manfaat ekonomi dari Kereta Cepat Jakarta-Bandung, Indonesia perlu memaksimalkan transfer teknologi dan pengembangan kapasitas lokal melalui persyaratan kerjasama yang lebih ketat. Pengembangan ekosistem industri pendukung di sekitar jalur kereta dapat memaksimalkan nilai tambah domestik, sementara integrasi Kereta Cepat Jakarta-Bandung dengan jaringan transportasi nasional akan memperluas manfaat ekonominya. Strategi mitigasi risiko perdagangan juga diperlukan melalui diversifikasi pasar ekspor dan mitra ekonomi, peningkatan nilai tambah produk ekspor Indonesia, serta pengembangan strategi industrialisasi yang memanfaatkan konektivitas baru untuk meningkatkan daya saing produk Indonesia.

Pengelolaan hutang dan keberlanjutan finansial Kereta Cepat Jakarta-Bandung memerlukan strategi jangka panjang untuk manajemen hutang luar negeri terkait pembiayaan infrastruktur. Optimalisasi pendapatan non-tiket, seperti pengembangan properti di sekitar stasiun, dapat meningkatkan profitabilitas proyek. Penerapan prinsip pemulihan biaya penuh (full-cost recovery) dalam penetapan tarif juga diperlukan, dengan tetap mempertimbangkan keterjangkauan bagi masyarakat.

Secara keseluruhan, proyek Kereta Api Cepat Jakarta-Bandung mewakili lebih dari sekadar infrastruktur transportasi. Proyek ini merupakan manifestasi dari pergeseran lanskap perdagangan internasional dan geoekonomi di Asia. Proyek ini menawarkan potensi signifikan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai nilai global dan meningkatkan daya saing ekonomi regional, namun juga menghadirkan tantangan dalam bentuk ketergantungan ekonomi dan beban hutang luar negeri. Keberhasilan jangka panjang Kereta Cepat Jakarta-Bandung dalam kontribusinya terhadap perdagangan internasional Indonesia akan bergantung pada kemampuan Indonesia untuk mengintegrasikan proyek ini ke dalam strategi pembangunan ekonomi yang lebih luas, menyeimbangkan hubungan ekonomi dengan China, dan memaksimalkan transfer teknologi yang dapat memperkuat kapasitas industri domestik dan posisi tawar Indonesia dalam perdagangan internasional.

Dampak terhadap Pertumbuhan Ekonomi 

Infrastruktur transportasi modern seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung juga membawa dampak spasial-ekonomi yang signifikan. Pengembangan kawasan berbasis Transit Oriented Development (TOD) di sekitar stasiun-stasiun Kereta Cepat Jakarta-Bandung membuka peluang bagi pertumbuhan kawasan ekonomi baru. Perubahan nilai lahan dan properti di sepanjang jalur kereta dan sekitar stasiun telah terlihat sejak proyek ini diumumkan. Lebih jauh, Kereta Cepat Jakarta-Bandung berpotensi mendorong redistribusi aktivitas ekonomi melalui desentralisasi kegiatan dari Jakarta ke kawasan sekitar jalur kereta, serta memperkuat integrasi ekonomi regional antara Jakarta sebagai pusat bisnis dan Bandung sebagai pusat pendidikan serta industri kreatif.

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung diharapkan memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di koridor Jakarta-Bandung. Peningkatan konektivitas transportasi dapat mendorong konsentrasi aktivitas ekonomi, memperkuat ekonomi eksternal, dan meningkatkan produktivitas.

Beberapa implikasi ekonomi yang diharapkan meliputi:

  1. Pengembangan kawasan ekonomi baru di sekitar stasiun kereta cepat
  2. Peningkatan nilai properti di daerah yang terhubung oleh kereta cepat
  3. Penurunan biaya transportasi dan logistik antara Jakarta dan Bandung
  4. Perluasan pasar tenaga kerja, memungkinkan penduduk untuk bekerja di kota yang berbeda dari tempat tinggal mereka

Proyek infrastruktur transportasi seperti Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat menciptakan "spillover effect" yang positif ke sektor-sektor ekonomi lain, termasuk pariwisata, ritel, dan jasa. Proyek ini telah memberikan dampak positif terhadap industri konstruksi Indonesia melalui keterlibatan kontraktor lokal dalam pembangunan infrastruktur pendukung seperti stasiun dan jembatan. Meskipun teknologi inti kereta cepat diimpor dari China, beberapa komponen dibuat di Indonesia, menciptakan peluang untuk peningkatan kapasitas manufaktur lokal. Namun, tantangan tetap ada dalam memaksimalkan konten lokal. Keberhasilan jangka panjang investasi asing tidak hanya diukur dari infrastruktur fisik yang dibangun, tetapi juga dari sejauh mana teknologi dan pengetahuan ditransfer dan diserap oleh ekonomi lokal. Tantangan bagi Indonesia adalah memastikan bahwa kapasitas yang dibangun selama proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung dapat dimanfaatkan untuk proyek-proyek infrastruktur masa depan.

 Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung merepresentasikan contoh nyata dari evolusi bantuan internasional di era kontemporer, di mana investasi infrastruktur menjadi instrumen utama dalam hubungan ekonomi antara negara berkembang dan negara yang sedang naik daun seperti China. Analisis dari berbagai perspektif ekonomi menunjukkan bahwa proyek ini memiliki implikasi yang kompleks dan multidimensi bagi Indonesia.

Dari perspektif teori perdagangan, Kereta Cepat Jakarta-Bandung mencerminkan bagaimana Indonesia dan China memanfaatkan keunggulan komparatif masing-masing, dengan China menyediakan teknologi dan pendanaan sementara Indonesia menyediakan pasar dan sumber daya lokal. Transfer teknologi dan pengetahuan yang terjadi selama proyek ini berpotensi memperkuat kapasitas industri Indonesia dalam jangka panjang, meskipun tantangan tetap ada dalam memaksimalkan penyerapan teknologi oleh industri lokal.

Mekanisme bantuan berupa pinjaman yang digunakan dalam pendanaan proyek membawa manfaat jangka pendek dalam bentuk beban fiskal yang lebih ringan, tetapi juga menimbulkan tantangan jangka panjang terkait keberlanjutan utang. Keberhasilan model pendanaan ini akan sangat bergantung pada apakah proyek dapat menghasilkan pendapatan yang cukup untuk menutupi biaya operasional dan pembayaran utang.

Perjanjian bilateral dan multilateral yang mendasari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung menciptakan kerangka untuk kerjasama ekonomi yang lebih dalam antara Indonesia dan China, tetapi juga menimbulkan tantangan dalam menyeimbangkan manfaat dan risiko.

Berdasarkan analisis ini, beberapa implikasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan meliputi:

  1. Meningkatkan fokus pada transfer teknologi dan pengembangan kapasitas lokal dalam kerjasama infrastruktur masa depan dengan China atau negara lain
  2. Memperkuat mekanisme evaluasi untuk proyek infrastruktur yang didanai secara internasional, dengan mempertimbangkan tidak hanya kelayakan ekonomi tetapi juga implikasi strategis jangka panjang
  3. Mengembangkan strategi komprehensif untuk mengoptimalkan manfaat ekonomi dari proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung termasuk kebijakan untuk mendorong pembangunan kawasan ekonomi di sekitar stasiun kereta cepat
  4. Memperkuat kapasitas institusional untuk mengelola proyek infrastruktur skala besar, termasuk mekanisme koordinasi antar-lembaga yang lebih efektif
  5. Memastikan bahwa perjanjian bilateral dan multilateral di masa depan mencakup ketentuan yang kuat untuk melindungi kepentingan ekonomi dan strategis Indonesia

Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, dengan segala kompleksitasnya, memberikan pelajaran berharga tentang dinamika bantuan internasional di era kontemporer. Pengalaman Indonesia dalam mengelola proyek ini, termasuk tantangan dan keberhasilannya, dapat memberikan wawasan untuk kerjasama infrastruktur internasional di masa depan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara berkembang lainnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun