Mohon tunggu...
Rizky Syahfitri Nst
Rizky Syahfitri Nst Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Mahasiswa Magister Sains Psikologi, Universitas Sumatera Utara, Angkatan 2013 | Youth Governance 2007 Shanghai-China | Duta Remaja 2005 | Purna Paskibraka Indonesia 2004 | Kontributor ceritamedan.com | Penggagas @MedanHeritage

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Peranan Blogger Menyambut Bonus Demografi

5 September 2016   19:55 Diperbarui: 7 September 2016   01:11 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Angka pertumbuhan Indonesia begitu cepat karena setiap rumah tangga memiliki anak lebih dari 5 orang. Hal ini yang membuat Soeharto pada masa kepemimpinannya di tahun 1970 membentuk program Keluarga Berencana di bawah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)dalam rangka melakukan gerakan pemerataan kependudukan. Hal ini didorong oleh adanya laporan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) bahwa ada 197 juta jiwa di Indonesia, yang mana diprediksikan pada tahun 2000 akan mencapai 225 juta dan tahun 2016 akan mencapai 330 juta (Dr. H. Abidinsyah, Deputi Advokasi Pergerakan dan Informasi).

Fakta ini menimbulkan pertanyaan dalam benak saya, apakah Indonesia siap menghadapi kedatangan bonus demografi yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2020 – 2030 nanti? Lalu, sudahkah kita mengetahui apa bonus demografi tersebut? Tebakan saya, tidak banyak dari kita yang tahu akan hal ini.

Mengapa demikian? Data UNESCO saja menunjukkan bahwa tingkat minat baca Indonesia berada di angka 1 : 1.000, yang berarti hanya ada 1 orang dari 1.000 yang memiliki minat membaca. Jadi, wajar saja jika masih banyak dari masyarakat Indonesia belum mengetahui isu bonus demografi.

Jika minat baca masyarakat Indonesia masih terus saja rendah setiap tahunnya. Maka, bersiaplah akan bencana yang timbul sebagai efek samping dari kedatangan bonus demografi. Lho, kok gitu? Ya iya, jangankan mempersiapkan kedatangannya, bahkan membaca saja kita masih belum mau.

Bagaimana kita bisa meningkatkan minat baca masyarakat Indonesia? Padahal dengan membacalah jendela wawasan kita akan terbuka. Ketika berbicara tentang literasi berarti kita sedang membahas keberaksaraan yakni, membaca dan menulis. Membaca dan menulis bukan sekedar memanfaatkan media buku saja. Apalagi saat ini zaman sudah berkembang pesat, salah satunya perkembangan teknologi, informasi dan komunikasi.

Perkembangan teknologi yang begitu memudahkan akses informasi saat ini menjadikan prioritas penggunaan buku sedikit bergeser. Rata-rata usia produktif masyarakat di kota dengan rentang usia 15 – 60 tahun adalah pengguna gawai (baca : gadget). Itu berarti sangat banyak masyarakat usia produktif yang menggunakan media online sebagai media pengakses sumber informasi dalam kehidupan sehari-hari.


Fakta ini bisa kita manfaatkan sebagai salah satu strategi dalam memviralkan informasi tentang Bonus Demografi antara Harapan dan Kenyataan, sesuai wejangan yang disampaikan oleh salah satu pembicara, Ibu Drs. Temmazaro Zega, M.Kes., dalam Nangkring Bareng Kompasiana yang digelar tanggal 5 Agustus 2016.

“Kami mengundang para  blogger sebagai bagian dari pendukung program pemerintah dalam menyebarkan informasi bonus demografi sebagai bentuk fakta yang harus dipersiapkan kedatangannya,” Bu Temmazaro menghimbau dengan penuh harap, karena beliau sangat menyadari akan pentingnya peranan blogger yang mampu mempengaruhi pola pikir para pembaca melalui tulisan-tulisan sederhana namun sangat informatif dan berupa data.

Berikut beberapa strategi yang bisa dilakukan seorang blogger dalam memviralkan informasi tentang bonus demografi :

Menemukan Ide Menarik dalam Penyajian Informasi

Saat kita menyajikan suatu informasi, ada baiknya kita temukan dulu ide menarik apa yang bisa dibahas sehingga tidak monoton dan membosankan bagi para pembaca. Bisa dimulai dari penggunaan bahasa yang ringan, atau konten yang menarik. Gaya tulisan apapun bisa digunakan asal kita tahu cara menyelipkan pesan yang ingin disampaikan.

Melampirkan Fakta-Fakta Pendukung

Tidak banyak blogger yang melampirkan fakta-fakta pendukung dalam tulisannya. Boleh saja menulis dengan gaya fiksi, tapi ada baiknya tetap menyelipkan data sehingga para pembaca teredukasi.

Tampilan Konten yang Kreatif

Konten yang kreatif biasanya didukung dengan tampilan visual dan audio. Jika kita belum mampu menampilkan dengan audio visual, mungkin cukup dengan tampilan visual. Pilih foto-foto menarik yang dapat mendeskripsikan tulisan kita.

Penguatan Social Media

Peranan social media sebagai media jejaring sosial tanpa batas, menjadikannya sebuah aplikasi yang sangat diminati masyarakat saat ini. Keutamaan ini bisa dimanfaatkan sebagai penguatan tulisan blog kita, dengan cara membagikan tautannya melalui social media. Ada baiknya, para blogger memiliki semua jenis aplikasi dari social media. Dengan maksud, menjaring para pembaca dari segmentasi mana pun.

Dengan mengetahui strategi tersebut maka akan memudahkan kita dalam mengubah pola pikir para pembaca di rentang usia produktif tadi. Bayangkan jika satu blogger saja pembacanya 10 orang per hari, bagaimana jika ini dilakukan oleh seluruh blogger di Indonesia, maka tidaklah mustahil bagi pemerintah dalam mempersiapkan datangnya bonus demografi sebagai suatu harapan.

Kenapa begitu? Karena untuk mengubah suatu budaya negatif, akan lebih baik dimulai dengan cara mengubah pola pikir individunya terlebih dahulu. Jika sudah berhasil mengubahnya, maka akan lebih mudah bagi kita untuk menanamkan program-program yang berkaitan dengan datangnya bonus demografi. Maka, dengan sendirinya budaya negatif itu akan menjadi kebiasaan yang lebih positif. Dalam hal ini peranan blogger sangat diharapkan sebagai pendukung program bonus demografi, khususnya pada ranah informasi publik yang bersifat informal eduction.

Seperti data yang dipaparkan Ibu Dr. dr. Putri Eyanoer, MPH., yang juga merupakan salah satu pembicara di Nangkring Bareng Kompasiana yang dilaksanakan di Istanbul Room, Madani Hotel, Medan. Beliau mengatakan bahwa usia produktif masyarakat Indonesia berada di angka 70 % jiwa, dimana 44 orang berusia produktif akan menanggung 100 orang yang non-produktif. Itu berarti, kita sebagai pelaku usia produktif harus benar-benar produktif agar dapat meredam dampak dari bencana bonus demografi.

1-57cf0680b17a61be5802d68a.jpg
1-57cf0680b17a61be5802d68a.jpg
Kapan tepatnya bonus demografi digolongkan sebagai harapan? Ketika masyarakat di usia produktif memiliki produktifitas dan tidak menganggur, sehingga mampu menopang laju perkembangan ekonomi bagi kalangan usia non-produktif. Jika, masyarakat usia produktif justru menempati tingkat pengangguran yang tinggi dengan angka kelahiran anak dari mereka juga tinggi, maka bersiaplah Indonesia akan dilanda bencana akibat datangnya bonus demografi.

“Anak-anak yang tidak produktif adalah yang lahir dari keluarga prasejahtera. Faktanya, keluarga yang prasejahtera justru mereka yang memiliki anak yang banyak. Bagi mereka banyak anak itu anugerah, sebab anak-anak pulang ke rumah akan banyak membawa kencrengan atau duit hasil ngamennya. Mereka hanya berfikir sampai batas lepas makan hari ini, tapi tidak berfikir investasi masa depan. Bagaimana anak-anak ini akan tumbuh menjadi generasi yang cerdas,” ungkap Ibu Putri mencoba membuka wawasan saya sebagai peserta blogger di sore itu.

Fakta yang dipaparkan Ibu Putri itu sangat bisa diterima dalam logika saya. Menurut pengalaman saya pun selama bergeliat di kalangan komunitas, masih banyak anak muda yang bergerak pada ranah kegiatan yang bersifat hit and run. Sedikit sekali yang berfikir untuk berinvestasi dalam kegiatannya. Jarang sekali saya menemukan para penggiat yang bergerak pada pendidikan informal berupa pembentukan karakter.

Bisa kita bayangkan jika dalam satu komunitas memiliki 20 anak didik/binaan/follower, maka jika di Medan ada 100 komunitas, itu berarti kita telah membantu pemerintah daerah dalam membentuk karakter produktif pada 2.000 orang. Kemudian, keberhasilan ini diceritakan melalui tulisan oleh para blogger dan penguatan melalui publikasi social media. Tidaklah mustahil informasi ini akan menjadi viral dan sangat memungkinkan menjadi sumber inpirasi bagi banyak komunitas dalam mewarnai pergerakan mereka dengan konten-konten yang mampu mengangkat kualitas hidup masyarakat di usia produktif.

MENGAPA SOCIAL MEDIA MENJADI PENTING DALAM LITERASI?

Social Media merupakan saluran atau sarana pergaulan sosial secara online di dunia maya (internet). Para pengguna (user) social media berkomunikasi, berinteraksi, saling kirim pesan, dan saling berbagi (sharing) dan membangun jaringan (networking). Seperti pemaparan saya di atas, jelas bahwa pada usia produktiflah seseorang lebih dominan menggunakan gawai.

Gawai telah memberikan kemudahan bagi penggunanya, baik dari segi komunikasi ataupun mengakses informasi. Jadi, bisa dikatakan siapa saja yang berada di usia produktif pastilah tidak terlepas dari aktifitas social media. Apalagi bagi mereka masyarakat perkotaan yang sangat mudah untuk mengakses jaringan internet.

Seharusnya kemudahan dari jaringan internet dan juga fungsi dari social media dimanfaatkan masyarakat sebagai peluang untuk berbagi informasi yang sifatnya informatif dan edukatif. Sebab, literasi saat ini sudah bergeser makna, tidak lagi sekedar membaca melalui media buku saja, namun juga gawai (melalui internet) telah mengambil peran penting dalam budaya membaca masyarakat.

Tidak bisa disalahkan, dan ini bukan bencana. Karena teknologi akan terus berkembang. Hanya saja, apakah kita sebagai pelaku yang melek teknologi mau mengubah peluang ini sebagai hal yang positif dan bisa mendatangkan manfaat bagi penggunanya.

Disinilah peran social media sebagai media interaksi memainkan peranannya dalam mengubah pola pikir masyarakat. Berangkat dari pengalaman saya ber-social media semenjak kuliah dulu, sekitar tahun 2007. Berawal dari akun Facebook, saya mengenal dunia melalui jejaringan online. Ada positif dan negatif yang saya pelajari dari aplikasi tersebut.

Mungkin kalau dulu semasa kuliah saya masih memanfaatkan social media sebagai mini diary dan mungkin pun sedikit alay. Tapi, semakin berkembangnya aplikasi social media yang saat ini sangat beragam, membuat saya terus belajar memperhatikan fungsi dari aplikasi itu masing-masing. Dan sejak tahun 2011, peranan social media tidak lagi sebagai media penyebar informasi saja, melainkan sudah mulai digunakan sebagai media bisnis dan juga media pembelajaran.

Hal ini yang membuat saya bertransformasi dalam memanfaatkan peranan social media sebagai media branding, penggerak massa, dan juga media inspiratif bagi para netizen. Perkembangan dan proses belajar terus terjadi dalam diri saya, tepat di tahun 2013 saya memutuskan untuk nge-blog. Keputusan itu dilakukan karena saya pikir, saya lebih membutuhkan media yang mendukung untuk keleluasaan diri dalam menuangkan isi pikiran saya melalui media tulis. Ya, inilah proses literasi saya.

Tullisan-tulisan singkat dalam social media akan menjadi outline saya untuk menuliskannya kembali ke media blog. Terkadang Instagram, Twitter, dan Facebook hanya saya gunakan sebagai pemantik tema terhadap tulisan apa yang akan saya buat di blog. Apakah ini membantu? Ya, sangat membantu. Begitulah cara saya menggiring netizen untuk berkunjung ke blog saya.

Meskipun terkadang mereka tidak berkunjung ke blog saya, tapi paling tidak mereka telah terinspirasi melalui tulisan-tulisan yang disuguhkan melalui social media saya. Tidak sedikit dari netizen mengakui akan manfaat yang mereka terima setelah membaca postingan mini saya. Bagi mereka, apa yang saya lakukan, apa yang saya ceritakan, dan apa yang saya bagikan melalui social media telah menginspirasi mereka untuk menjadi anak muda yang lebih produktif lagi.

Singkat kata, anak muda saat ini hanya butuh sosok inspiratif (baca : role model) dalam menumbuhkembangkan semangat mereka dalam menggapai mimpi, khususnya anak muda di Kota Medan. Hal ini yang tidak banyak disadari oleh para blogger di Kota Medan. Masih banyak mereka berfokus pada, bagaimana menghasilkan uang dari memanfaatkan peranan social media. Padahal, jika mereka lebih jeli dan mengambil kesempatan untuk menginspirasi banyak orang, maka dengan sendirinya mereka tidak hanya menguatkan dirinya sendiri tapi juga telah ikut menguatkan banyak anak muda untuk lebih produktif.

Nah, ini yang saya maksud dengan peranan social media dalam membudayakan literasi. Dimana kita tidak memaksa orang untuk meninggalkan social media dan teknologinya, melainkan kita mengubah kebiasaan mereka agar mengakses dan memanfaatkan social media menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat lagi. Dengan cara apa? Ya, dengan cara menyuguhkan informasi yang inspiratif dan edukatif. Salah satunya ya dengan menginformasikan ‘apa itu bonus demografi dan bagaimana menghadapinya’. Dengan begitu, kita juga telah turut membantu pemerintah dalam mempersiapkan datangnya bonus demografi.

PERAN SOCIAL MEDIA DALAM PEMBELAJARAN

Berbicara tentang peran social media dalam pembelajaran, seketika ingatan saya kembali pada kegiatan Teacher Competency Development Program (TCDP) pada Sabtu, 21 Mei 2016, yang digelar oleh para relawan Djalaluddin Pane Foundation di Labuhan Utara.

Lekat sekali dalam ingatan pemaparan sahabat saya, Bambang F. Wibowo terkait beberapa fakta dan data tentang peran social media dalam pembelajaran saat ini, diantaranya :

Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Dari data yang dipaparkannya, Bang Beng (begitu kami akrab menyebutnya) menyampaikan juga kalau ada beberapa proses pembelajaran yang bisa dilakukan melalui social media dan juga beberapa alasan kenapa kita harus memanfaatkannya. Beliau mencontohkan kasus ini pada aplikasi Facebook, sebagai berikut :

Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Sumber: Bambang F. Wibowo
Fakta dan data ini seharusnya menjadi sebuah kekuatan bagi para blogger dalam merancang strategi penyebaran informasi bonus demografi, agar masyarakat turut serta mempersiapkan kedatangannya. Sebab, perubahan ini tidak bisa dilakukan dalam waktu sekejap, maka dari itu pembenahan kualitas manusia harus dimulai dari sekarang, tidak sekedar mengharapkan peran pemerintah saja melainkan siapa saja yang peduli untuk mengambil peran.

Bagi saya, sebuah bangsa yang kuat haruslah mempunyai perencanaan, tidak sekedar memperhatikan pembangunan fisik saja tapi juga membangun sumber daya manusia berkualitas, sehingga ini bisa menjadi daya saing sebuah bangsa. Salah satunya pembenahan kualitas manusia yaitu melalui teknologi, informasi, dan komunikasi.

Demikian artikel Peranan Blogger Menyambut Bonus Demografi ini saya sajikan. Semoga artikel ini bisa menginspirasi para pembacanya dan ikut menyebarkan informasi akan pentingnya meningkatkan kualitas hidup masyarakat, agar bonus demografi menjadi harapan bukan sebagai bencana. Yuk, sudah saatnya blogger mengambil peran!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun