Demokrasi sejatinya adalah seni. Seni tanpa peluru. Bukan menjebak dalam jala.
Demokrasi ada sebagai jembatan antara harapan dan obsesi umat.
Demokrasi adalah tools bagaimana rakyat bisa bertanya, pemimpin menjawab.
Demokrasi bukan menciptakan pidato berkobar-kobar tanpa action. Melainkan bermakna dua daun telinga, satu mulut.
Demokrasi ada untuk menghilangkan kasta politik. Menyulam kepercayaan. Menuju rahim harmonisasi.
Demokrasi hidup karena gerakan nilai universal yakni keadilan, kemanusiaan, Â kesejahteraan. Tanpa itu, demokrasi hambar dan menakutkan.
Demokrasi menghendaki persatuan bersama. Otoriterisme tak bisa hidup berdampingan dengan demokrasi. Demokrasi ada nama, karena ada konsep memilih tanpa memaksa, terpilih untuk bertanggungjwab.
Apalah artinya demokrasi yang sudah berusia lebih satu dasawarsa ini. Jika, demokrasi dijadikan lapangan saling tembak, panah-memanah, pukul-memukul antara pejabat-pejabat.
Demokrasi telah dibuka, rakyatlah penentu. Dari rakyat, untuk rakyat, bagi rakyat.
Lalu selama ini, demokrasi sebatas keperluan hajatan. Siapa yang buat pesta? Setelah buat pesta, rakyat dibuat mabuk. Besoknya, rakyat tidur dalam mimpi-mimpi kosong.
Maka, jangan pernah lelah menjaga nafas demokrasi. Harapan kepada bunda agar terus melahirkan generasi baru, ruh fijasadi ummah. Disitu, amanah dititip ke mereka. Harapan itu seperti pohon, mempunyai akar yang kokoh, batangnya kuat, rantingnya tak mudah goyah, daunnya lebar lebat hijau, buahnya masak matang, dimakan siapa saja.