Mohon tunggu...
Nara Ahirullah
Nara Ahirullah Mohon Tunggu... Konsultan - @ Surabaya - Jawa Timur

Jurnalis | Pengelola Sampah | Ketua Yayasan Kelola Sampah Indonesia (YAKSINDO) | Tenaga Ahli Sekolah Sampah Nusantara (SSN) | Konsultan, Edukator dan Pendamping Program Pengelolaan Sampah Kawasan. Email: nurrahmadahirullah@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Jalan Kesasar Tata Kelola Sampah Indonesia

29 Juli 2020   23:09 Diperbarui: 30 Juli 2020   15:09 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Upaya pengelolaan sampah yang sentralistik akhirnya menjadi masalah sampah baru. (Dok pribadi)

Membahas tentang pengelolaan sampah di Indonesia memang mengesalkan seru. Apalagi kalau ternyata jalan panjang yang sudah dilalui ternyata kesasar.

Jika tak mau makin kesasar, harus kembali ke titik mulai. Tapi, start point sudah terlalu jauh untuk balik kucing.

Lebih baik membuat rencana baru untuk mencapai tujuan terwujudnya pengelolaan sampah Indonesia.

Tong komposter tidak terpakai di Kabupaten Wonosobo. (Dok pribadi)
Tong komposter tidak terpakai di Kabupaten Wonosobo. (Dok pribadi)

Kesasarnya jalan menuju terwujudnya pengelolaan sampah itu sedikitnya gara-gara 3 hal. Yang ketiga-tiganya terkait pasal-pasal dalam Undang Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (UUPS).

Gara-gara tiga hal itu, telah banyak duit negara dan swasta terbuang percuma. Mangkrak tanpa hasil. Jadi besi tua. Masyarakat tidak tertarik mengelola sampah.

Penyebab Kesasar Pertama: UUPS Pasal 13

Di banyak tempat upaya - upaya mengatasi masalah sampah rata-rata gagal. Bukan hanya pemerintah. Pihak lain yang mengupayakan solusi sampah juga banyak kesasar. Meski tidak semua, tapi 'nyaris.

Gara-garanya upaya pengelolaan sampah tidak mengacu pada pasal 13 UUPS: Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial, dan fasilitas lainnya wajib menyediakan fasilitas pemilahan sampah.

Yang banyak terjadi, upaya pengelolaan sampah mengarah sentralistis. Satu pihak mengurus semua sampah. Karena sentralisasi pengelolaan sampah memang menggiurkan.

Dalam sampah ada "daging empuk" yang menghasilkan jika dijual belikan. Makanya tidak heran kalau sentralisasi dalam pengelolaan sampah sangat dekat dengan monopoli dagang sampah.

Penyebab Kesasar Kedua: Pasal 15 UUPS

Akhirnya, pihak yang melakukan sentralisasi pengelolaan sampah kewalahan. Dagangan "daging empuk" sampah nyatanya tidak bisa mengimbangi masalah "tulang" yang tidak bernilai jual.

Sebagian besar sampah memang sulit diperdagangkan. Inilah "tulangnya" sampah. Karena tidak bisa didaur ulang secara teknis dan tidak punya teknologi untuk daur ulang biologis.

Sampah yang mestinya juga menjadi tanggung jawab produsen nya.  (Dok pribadi)
Sampah yang mestinya juga menjadi tanggung jawab produsen nya.  (Dok pribadi)

Akhirnya, "tulang-tulang" ini membebani TPA. Membuang sampah ke TPA tidak gratis. Ada biayanya.

Pengeluaran membuang "tulang" sampah ke TPA lebih besar daripada hasil jual "daging" sampah. Belum lagi kalau TPA membatasi pembuangan sampah.

Ini jelas jalan kesasar pengelolaan sampah. Menghadapi masalah sampah mestinya memakai pedoman pasal 15 UUPS: Produsen wajib mengelola kemasan dan/atau barang yang diproduksinya yang tidak dapat atau sulit terurai oleh proses alam.

"Tulang" sampah dipastikan berasal dari produsen. Terutama sampah anorganik, masyarakat hanya akan menimbulkan sampah itu setelah mengkonsumsi produk yang sisanya jadi sampah. Di sini lah produsen produk harus bertanggungjawab.

Pasal 13 dan Pasal 15 UUPS akan mengatasi "daging dan tulang" sampah itu. Soal nanti akan didaur ulang secara teknis atau biologis, itu urusan selanjutnya.

Penyebab Kesasar Ketiga: Pasal 21 UUPS

Bunyi Pasal 21 UUPS:
(1) Pemerintah memberikan:

a. insentif kepada setiap orang yang melakukan pengurangan sampah; dan

b. disinsentif kepada setiap orang yang tidak melakukan pengurangan sampah.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, bentuk, dan tata cara pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

Pasal ini bermuatan reward dan punishment. Yang mengelola sampah diberi hadiah. Yang abai pada sampahnya dikenai sanksi.

Instalasi pengolahan sampah mangkrak. (Dok pribadi)
Instalasi pengolahan sampah mangkrak. (Dok pribadi)

Kalau pasal 21 jalan, semua beres. Karena bukan hanya masyarakat yang harus patuh. Perusahaan atau produsen produk yang sisanya jadi sampah juga wajib patuh.

Kalau tiga pasal itu terlaksana, maka Pasal 44 dan 45 UUPS juga akan terlaksana. Yakni tentang penutupan TPA open dumping dan pembangunan TPA sanitary/ control landfill.

Total ada lima pasal utama dalam UUPS harus terlaksana dan sangat sangat sangat sangat saling berkaitan seperti rantai. Lepas satu, lepas semua. Yaitu, pasal 13, 15, 21, 44 dan 45.

Lima pasal itu saling berhubungan, berkaitan dan saling mengikat. Jika satu pasal tidak dilaksanakan, mustahil pasal lain bisa terlaksana. Dan itu berarti, tujuan mewujudkan pengelolaan sampah di Indonesia tak akan tercapai.

Tapi kalau tujuannya hanya menghabiskan dana dengan alasan mengelola sampah. Duit sebanyak apapun pasti habis setai-tainya. Sudah banyak buktinya. (nra)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun