Mohon tunggu...
Kinanthi
Kinanthi Mohon Tunggu... Guru - foto

Seseorang yang meluangkan waktu untuk menulis sekadar menuangkan hobi dengan harapan semoga bermanfaat.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Dalam Selubung Kabut (24)

7 Agustus 2020   11:03 Diperbarui: 7 Agustus 2020   11:00 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dalam Selubung Kabut (23) | https://www.kompasiana.com/pakcah/

                "Keluarga miskin menikah dengan sesama miskin, tentu akan muncul keluarga miskin baru? Betulkah?"

Suti membaca sebuah pendapat sambil menoleh kepada keempat kawan wanitanya. Mereka masih duduk di depan kamar hotel setelah berjalan-jalan, sambil menunggu makan pagi tiba.

Dingin masih terasa menyengat di Trawas, Mojokerto, pagi itu, apalagi mereka melakukan refreshing bersama-sama bertepatan dengan musim bedhidhing. Yang terasakan kemudian adalah dingin terasakan menjalari kulit.

                "Dua dikalikan dua memang pasti empat. Itu kan matematika,"jawab Lala menatap Suti. Yang dipandang balik menatapnya,

                "Bagaimana menurutmu?"

 Lala menunggu jawaban Suti, kendati apa yang akan dikatakan sudah berulangkali didengar, karena Suti selalu bercerita dengan kebanggaan seolah pamer. Betapa sebagai wanita pekerja dan ibu rumah tangga, ia masih sempat meluangkan waktu untuk membuat tahu bakso, tempe, memasak, bahkan mencuci baju serta membersihkan rumah sendiri.

Ia merasa telah seolah membanting tulang untuk bisa kaya. Baginya, hanya itu solusi untuk menjadi kaya, tidak ada solusi  lain. Bekerja keras membanting tulang dan berhemat. Hanya itu.  Ia dengan bangga merasa telah berjuang sekuat tenaga dan menebalkan muka untuk membuktikannya.

                "Aku dan suami?" tanya Suti sambil menyeruput sekali lagi kopi yang dipegangnya, lalu duduk di sebelahnya. Kursi yang semula kosong pun segera didudukinya. Kursi yang semula digunakan Lala untuk selonjoran, meletakkan kaki di atas sandaran tangan yang berada di kiri kanannya.

                "Kami, aku dan suami, sama-sama keluarga miskin tapi bertekat menjadi kaya."

               "Berhasil nggak?" tanya Rani.

              Ia memang belum pernah bermain ke rumah Suti. Yang diingat hanyalah Suti dan Rusdi, suaminya, mereka saat SMA teman sekolahnya. Keduanya pun sesama pengurus OSIS. Sama-sama dari keluarga sederhana jika tidak dapat dikatakan miskin. Namun, keduanya rajin dan aktif sejak remaja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun