Mohon tunggu...
Nanda Rakha
Nanda Rakha Mohon Tunggu... Mahasiswa PKN STAN

Saya hanya ingin apa yang saya tulis bisa bermanfaat, untuk saya dan kalian semua.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menguak Potensi Ditengah Tarif 19 Persen: Mampukah Kita?

31 Juli 2025   20:47 Diperbarui: 31 Juli 2025   21:34 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Saya sama sekali tidak bisa menjawab. Tapi yang jelas, kesepakatan ini mungkin termasuk dalam rencana Presiden Trump untuk mencapai kepentingan nasionalistiknya, seperti slogan politik yang selalu ia gaungkan: "Make America Great Again."

Foto Donald Trump dengan slogan nasionalistiknya (sumber: instagram/@realdonaldtrump)
Foto Donald Trump dengan slogan nasionalistiknya (sumber: instagram/@realdonaldtrump)

Kesempatan di dalam kesulitan

Saya sepakat dengan pernyataan Pak Dede bahwa setiap kesepakatan dagang akan selalu ada yang untung dan ada juga yang murung. Maka melihat konteks perdagangan internasional harus dalam gambaran yang selengkap dan sekomprehensif mungkin. Terkadang, posisi relatif lebih memiliki dampak besar daripada keadaan absolut. Penurunan tarif 19 persen saya rasa masih memberikan dampak yang cukup positif daripada tidak ada kesepakatan sama sekali.

Ketika tarif ini diberlakukan mungkin produk Indonesia akan mengalami sebuah fenomena paradoksikal di Amerika Serikat. Produk-produk Indonesia berpotensi besar masih menjadi pilihan konsumen Amerika Serikat karena tarif yang relatif rendah daripada negara yang lain. Namun, di sisi lain, Produk impor Indonesia juga berpotensi mengalami penurunan permintaan akibat inflasi yang mungkin juga akan terjadi seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya. Maka, konsep dua efek dalam teori ekonomi klasik mungkin akan berlaku di titik ini: Substitution effect and income effect.

Efek substitusi (substitution effect) : jika produk Indonesia mampu menjaga mutu dan kualitasnya---terutama dari Tiongkok atau negara lain yang juga padat karya---maka konsumen AS akan beralih ke produk Indonesia karena secara relatif akan lebih murah dibanding membeli dari negara lain yang memiliki tarif lebih tinggi. Apalagi, Indonesia memiliki tarif ketiga terendah pada tekstil dan paling rendah pada apparels & sepatu. Apakah mungkin mereka akan beralih ke produk pakaian atau sepatu domestik? Mungkin saja, tapi akan sangat sulit. Karena biaya upah yang tinggi membuat produk domestik mereka menjadi sangat terbatas dan bahkan bisa menjadi jauh lebih mahal daripada produk impor dari Indonesia.

Efek pendapatan (income effect) : karena pengenaan tarif yang menyebabkan inflasi membuat pendapatan riil masyarakat Amerika menjadi tergerus. Daya beli mereka akan terkelupas oleh "pisau" yang ditusukkan oleh Presiden Trump ke berbagai negara. Maka, menjadi rasional jika dompet dikantong mereka semakin menyusut. Sangat tidak masuk akal jika kita menyimpulkan masyarakat Amerika tidak akan membelanjakan uang sepeserpun, namun yang jelas mereka akan menjadi jauh lebih hemat daripada sebelumnya. Sehingga mungkin permintaan terhadap produk impor Indonesia juga akan menurun seiring menurunnya daya beli mereka.

Jika Anda bertanya pada saya efek mana yang menguntungkan, jelas efek substitusi-lah yang paling menguntungkan---itupun jika asumsi saya benar. Namun realitas yang akan terjadi tergantung dari efek manakah yang paling kuat. Karena yang paling kuat yang akan mendominasi total effect di pasar. 

Sayangnya, tidak semua hal berada dibawah kendali kita, efek pendapatan misalnya, kita tidak bisa mengatur berapa tingkat inflasi di Amerika maupun preferensi masyarakat Amerika Serikat dalam hal mengelola uang mereka: antara konsumsi atau menabung. Dalam efek substitusi-pun juga demikian. Mungkin kita bisa mengupayakan dengan meningkatkan mutu dan kualitas. Namun tetap saja, kita tidak bisa selalu menjamin bahwa ada negara padat karya lain yang diberlakukan tarif jauh lebih rendah dari Indonesia yang akan menyebabkan permintaan produk impor Indonesia bergeser (tersubstitusi) ke produk impor dari negara bersangkutan. Di titik ini, peran negara menjadi sangat diperlukan, baik dari segi diplomasi politik maupun kebijakan ekonomi.

Saya jadi teringat quotes Winston Churcill yang pernah dibawakan oleh dosen saya sebelum kelas dimulai :

"Orang pesimistis melihat kesulitan dalam setiap kesempatan. Orang optimistis melihat peluang dalam setiap kesulitan."

Bagaimana dengan Indonesia? Optimistis? Atau justru pesimistis?

Negara perlu bersiap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun