Ketika saya memfokuskan kepada yang sekian ribu positif tanpa mau melihat ada sisi sekian ribu yang juga sembuh maka secara tidak langsung saya memberikan umpan kepada bias ini untuk bekerja secara maksimal.
![Terperangkap ilusi | Foto oleh Andrea Piacquadio dari Pexels](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/07/08/pexels-andrea-piacquadio-3812743-60e6f5cf2b34aa23ac798673.jpg?t=o&v=555)
Ada satu penelitian dari Strack, Martin, dan Schwarz tahun 1988 mengenai the focusing illusion ini yang menggambarkan bagaimana cara kerja bias ini.
Penelitian ini memberikan pertanyaan pada mahasiswa mengenai korelasi antara tingkat kebahagiaan mereka dengan seberapa banyak kencan yang mereka jalani.
Hasil awal penelitian tersebut menjelaskan bahwa tidak ada korelasi antara tingkat kebahagiaan dan banyaknya kencan yang mereka jalani.
Uniknya adalah ketika pertanyaannya dibalik menjadi hubungan antara banyaknya kencan yang mereka jalani dengan tingkat kebahagiaan, hasilnya ada korelasi di antara dua hal ini.
Ini membuktikan bahwa para mahasiswa yang dijadikan sampel tersebut mempunyai fokus pada berapa banyak kencan yang mereka jalani dan bukan pada kebahagiaan itu sendiri.
Kalau kita terapkan ini pada situasi terkini di negeri ini ada baiknya kita memberi fokus juga pada berapa banyak saudara-saudara kita yang sembuh dan kembali pada keluarga.Â
Hal ini juga akan membantu tingkat kewarasan kita menghadapi kondisi akhir-akhir ini yang semakin mengerikan.
![Tetap bahagia | Foto oleh Julia Avamotive dari Pexels](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/07/08/pexels-julia-avamotive-1236678-60e6f74606310e2b2409d873.jpg?t=o&v=555)
Berita buruknya adalah bias ini sulit dihindari. Saya pribadi sampai sekarang juga masih sering terjebak. Namun ada beberapa hal yang saya lakukan untuk menghindari bias kognitif yang satu ini sebagai berikut: