"Ini, dimana Bayu apakah ku bermimpi? Wah ... aku betul akan menjadi putri raja, disini. Ibu, anakmu beruntung! berkat doa ibu dan ayah. Bahagia rasanya sampai ku tersenyum dikulum," gumamku sembari bertanya-tanya dalam hati sambil bersorak kegirangan.Â
"Wah, udah ditunggu dari tadi Non Nania, silahkan masuk aja," sapa Mbok Soinah ramah.Â
Kemudian, aku diajak masuk oleh Mas Bayu. Sepanjang ruangan, aku berdecak kagum, ini rumah atau istana kahyangan? Rumah nan asri tertata apik dan penuh citarasa. Pesona taman sempat membuatku terhanyut oleh suasana romantis.
Namun, ternyata adik-adiknya nggak ada yang mau tersenyum padaku. Mulailah insecure hingga berbagai tanda tanya menyelimuti benakku.
"Hei! sok cantik! sok imut...hihiii
"Koq, seperti itu kakak ipar kita! nggak level banget? Macam nggak ada cewek lain, apa yah?" ejek adiknya yang sombong itu. Kampungan euuyyy? sinis mereka sambil cekikikan mengolok-ngolokku.Â
Acara makan malam yang tadinya buat happy berubah menjadi ajang mempermalukan Nania hingga ia merasa terpukul dan buru-buru izin pulang. Sungguh mereka keluarga tak tau aturan memperlakukan tamunya.
"Nona sok cantik, beresin piring kotor dulu, baru boleh pulang ya?" titah salah satu adik Mas Bayu yang super cerewet itu. Kucoba ladeni dengan mencuci piring kotor sendirian.
"Waduuh! jujur ya? kalau di rumah gak pernah nyupir sebanyak itu. hiks, hiks." Tanganku terus menggosok piring dengan bola mata lembab.
"Mama ... dosa apakah yang telah anakmu lakukan?" gumamku dalam hati, serasa ada yang basah di kedua pipiku. Ku bilas dengan air keran untuk menutupi bulir-bulir yang saling beradu. Isakan tangis, buatku teringat Mama, Papa dan kak Mita.
Aku pura-pura berlagak pilon, seolah tidak bisa membaca keadaan. Akan tetapi hati ku sakit loh? Sepertinya kesan pertama membuatku terhempas dari ketinggian gunung tanpa perasut.Â