Mohon tunggu...
Nanda Nuriyana SSiTMKM
Nanda Nuriyana SSiTMKM Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Praktisi dan Akademisi

BERTUGAS DI RUMAH SAKIT dr FAUZIAH BIREUEN BAGIAN KONSELOR HIV AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Kehidupan Perempuan di Era Digital

6 November 2022   18:28 Diperbarui: 6 November 2022   18:47 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bahkan berita aktual yang sering disorot oleh media sosial, seorang suami rela menjual istrinya demi melayani lelaki hidung belang, entah dimana rasa kemanusiaan dan moral yang dimiliki. Wanita adalah objek penderita kerap dipandang sebagai omset yang menghasilkan pundi-pundi keemasan bagi kaum lelaki.

Wanita yang sudah terjebak ke dalam lingkaran tidak sehat itu akan sulit melepaskan diri, berbagai kejadian lainnya terjadi di sekitar kita. Pelecehan seksual acapkali terjadi di dalam sebuah keluarga baik terhadap istri, anak perempuan, mereka adalah kaum lemah yang wajib dilindungi bukan dimanfaatkan kelemahannya oleh pihak keluarga terdekat lainnya.

Beberapa contoh kasus yang tak kalah miris, dimana seorang ayah tega menghamili anak gadisnya, padahal ada istri di rumah. Tidak ada lagi tempat yang benar-benar aman sampai mengalami krisis kepercayaan terhadap keluarga dan orang terdekat lainnya. Nah kemana lagi harus mencari payung hitam untuk berteduh dan merapatkan diri, hanya keberuntungan yang menyelamatkan mereka.

Perlindungan terhadap anak dan perempuan perlu ditindak dengan tegas. Pada era global sekarang ini yang tidak mungkin terjadi perlu mawas diri, penyalahgunaan teknologi yang tidak terkontrol dengan akal sehat, degradasi moral pun sangat mendasari khalayak. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang berperilaku tidak sehat, setelah dikaji dan diamati lebih mengarah pada sumber lingkungan keluarga dan inner child, dominan kepada seseorang dalam hal berperilaku di masa depannya.

Apakah kesetaraan gender, wanita dianggap mampu mandiri tanpa perlu dibantu? Karena kesetaraan gender wanita dipaksa bekerja menjadi tulang punggung keluarga sementara laki-laki boleh ngaso bahkan harus dilayani bagaikan tuanku raja? Kesetaraan gender telah mengaburkan batas-batas kewajiban, hak dan tanggung jawab masing-masing peranan.

Dalam Lanskap inilah momentum menyuarakan kesetaraan gender yang bermartabat dan berwibawa di masyarakat. Iya, kesetaraan gender bukan berarti pengalihan peran dan fungsi bertumpu kuat pada wanita semata. Kasian sekali kalau wanita merangkap fungsi ganda sementara hak-haknya belum terpenuhi dengan baik. Sungguh malang nasib para wanita, jika masih salah mengartikan kesetaraan gender yang sebenarnya!

Demikianlah tulisan ini dirangkum sebagai bahasan yang mengandung suara hati perempuan dan kasih sayang, selayaknya tulisan ini membumikan pembicaraan tentang perlakuan terhadap keistimewaan wanita.

Semoga tulisan ini bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun