Mohon tunggu...
Nanda Nuriyana SSiTMKM
Nanda Nuriyana SSiTMKM Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Praktisi dan Akademisi

BERTUGAS DI RUMAH SAKIT dr FAUZIAH BIREUEN BAGIAN KONSELOR HIV AIDS

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Fenomena Kehidupan Perempuan di Era Digital

6 November 2022   18:28 Diperbarui: 6 November 2022   18:47 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Eksistensi kaum wanita diakui oleh para lelaki bahkan sebaliknya dalam rumah tangga pun wanita adakala pekerja keras.  Lelaki bijak tidak akan bertumpu pada satu titik kelemahan para wanita,  pasangan cerdas tidak akan apatis melainkan menyibukkan diri dengan berbagai usaha. Apakah kesetaraan gender telah merubah peran dan fungsi sosial secara realita?

Setiap orang berhak atas hak-hak asasinya tanpa pembedaan ras dan jenis kelamin. Penegasan ini terdapat dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia PBB tahun 1948. Hak Asasi Manusia ini berkaitan dengan dua hal individu, yaitu hak individu terhadap negara seperti hak warga negara dan hak politik dan hak individu dalam kedudukannya sebagai anggota masyarakat terhadap sesamanya seperti hak ekonomi, sosial dan budaya.

Wanita  zaman sekarang lebih produktif dalam berbagai hal, kesetaraan gender telah mengubah haluan hidup kaum hawa lebih maju selangkah sesuai dengan cita-cita luhur ibu kita Kartini dalam bukunya "Habis Gelap Terbitlah Terang" Trend pada zaman sekarang banyak kaum wanita tidak hanya duduk berdiam diri di rumah, akan tetapi karir wanita melejit, pendidikan kaum wanita setara dengan kaum lelaki bahkan banyak kaum hawa yang lebih tekun dan rajin menuntut ilmu dalam mensejajari kaum intelektual bisnis menguasai jabatan yang biasanya dipimpin oleh kaum adam. 

Penulis memberikan gambaran, sebuah ikatan perkawinan adalah lembaga penjara terhormat bagi wanita yang disia-siakan oleh pasangan. Kenyamanan hati perasaan dilindungi, dicintai dan dihargai adalah mutlak harus terpenuhi untuk seorang istri, bukan sebaliknya menutupi perlakuan dan ketidakadilan di dalam rumah tangga secara terselubung. Hal tersebut jelas terlihat dari keharmonisan pasangan dalam meniti karir, urusan rumah tangga sampai berbagi tugas mengasuh anak, dll.

Demikian juga, Berbagi peran sangat menyolok dalam urusan tugas dan kewajiban sehari hari. Bukankah kodrat wanita yang tak bisa digantikan oleh kaum lelaki yaitu haid, hamil, melahirkan dan menyusui ? Sementara memasak, menyuci dan pekerjaan rumah tangga lainny dapat diambil alih oleh lelaki. Komitmen pasangan terus menua bersama mempertahankan berbagai konflik, cenderung menjadi bumerang pada salah satu pasangan yang lemah.

Banyak terjadi ketimpangan bahkan diskriminasi terhadap kaum wanita terutama seorang istri yang mendambakan kasih sayang, melabuhkan harapan sepenuh hati pada  suami yang dicintainya. Kekecewaan dan berbagai manifestasi lainnya akan menjelma menjadi wujud perubahan sosial wanita di era digital kini. Bahkan ada yang kian meruncing hingga berujung maut.

Namun pada hakikatnya, wanita adalah wanita seberapa tinggi jabatannya tetaplah wanita yang ingin dipuji, disanjung juga dirayu oleh kaum lelaki. Satu kegembiraan wanita saat sang lelaki memberi ruang spesial di hati. Hal tersebut membuat wanita tersungkur dalam sebuah sangkar cinta. Gampang-gampang susah bukan?

Jangan hanya manis di awal tapi menelan pil pahit di akhir, melebihi kopi tanpa gula yang masih bisa ditelan paksa. Sebenarnya sederhana saja memikul beban bersama yang berat pun terasa ringan. Kini sudah langka perkawinan langgeng, apalagi menuju sakinah, mawaddah dan warahmah. Perlunya konseling pranikah bagi kaum pasangan muda yang akan membina keluarga barunya.

Penulis juga ingin menjabarkan adanya keterkaitan tentang diskriminasi dan kekerasan terhadap anak dan perempuan di era digital ini. Kejadian tersebut tidak hanya terjadi di luar rumah tetapi juga dalam keluarga dan rumah tangga. 

Kekerasaan terhadap perempuan termasuk kekerasan dalam rumah tangga, kini menjadi bahasan yang tidak pernah terselesaikan. Laporan kasus kekerasan terhadap perempuan yang masuk ke sejumlah LSM perlindungan perempuan seakan tidak pernah surut dari waktu ke waktu dan kian menimbulkan keprihatinan yang sangat mendalam. Hal ini jelas merupakan gejala  serius yang harus segera ditangani.

Bahkan berita aktual yang sering disorot oleh media sosial, seorang suami rela menjual istrinya demi melayani lelaki hidung belang, entah dimana rasa kemanusiaan dan moral yang dimiliki. Wanita adalah objek penderita kerap dipandang sebagai omset yang menghasilkan pundi-pundi keemasan bagi kaum lelaki.

Wanita yang sudah terjebak ke dalam lingkaran tidak sehat itu akan sulit melepaskan diri, berbagai kejadian lainnya terjadi di sekitar kita. Pelecehan seksual acapkali terjadi di dalam sebuah keluarga baik terhadap istri, anak perempuan, mereka adalah kaum lemah yang wajib dilindungi bukan dimanfaatkan kelemahannya oleh pihak keluarga terdekat lainnya.

Beberapa contoh kasus yang tak kalah miris, dimana seorang ayah tega menghamili anak gadisnya, padahal ada istri di rumah. Tidak ada lagi tempat yang benar-benar aman sampai mengalami krisis kepercayaan terhadap keluarga dan orang terdekat lainnya. Nah kemana lagi harus mencari payung hitam untuk berteduh dan merapatkan diri, hanya keberuntungan yang menyelamatkan mereka.

Perlindungan terhadap anak dan perempuan perlu ditindak dengan tegas. Pada era global sekarang ini yang tidak mungkin terjadi perlu mawas diri, penyalahgunaan teknologi yang tidak terkontrol dengan akal sehat, degradasi moral pun sangat mendasari khalayak. Banyak faktor yang mempengaruhi seseorang berperilaku tidak sehat, setelah dikaji dan diamati lebih mengarah pada sumber lingkungan keluarga dan inner child, dominan kepada seseorang dalam hal berperilaku di masa depannya.

Apakah kesetaraan gender, wanita dianggap mampu mandiri tanpa perlu dibantu? Karena kesetaraan gender wanita dipaksa bekerja menjadi tulang punggung keluarga sementara laki-laki boleh ngaso bahkan harus dilayani bagaikan tuanku raja? Kesetaraan gender telah mengaburkan batas-batas kewajiban, hak dan tanggung jawab masing-masing peranan.

Dalam Lanskap inilah momentum menyuarakan kesetaraan gender yang bermartabat dan berwibawa di masyarakat. Iya, kesetaraan gender bukan berarti pengalihan peran dan fungsi bertumpu kuat pada wanita semata. Kasian sekali kalau wanita merangkap fungsi ganda sementara hak-haknya belum terpenuhi dengan baik. Sungguh malang nasib para wanita, jika masih salah mengartikan kesetaraan gender yang sebenarnya!

Demikianlah tulisan ini dirangkum sebagai bahasan yang mengandung suara hati perempuan dan kasih sayang, selayaknya tulisan ini membumikan pembicaraan tentang perlakuan terhadap keistimewaan wanita.

Semoga tulisan ini bermanfaat!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun