Mohon tunggu...
Nanang E S
Nanang E S Mohon Tunggu... Guru - Orang yang tidak pernah puas untuk belajar

Penggiat literasi yang mempunyai mimpi besar untuk menemukan makna dalam hidup.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sepotong Bibir dalam Dompet

25 Februari 2017   17:43 Diperbarui: 25 Februari 2017   17:56 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ini kekasihku, maukah kau kuracuni manis bibirku (pinterest.com)

“Baik Tuan, tapi tak seperti biasanya Tuan ke kantor tidak bersama ibu.”

“Dia sedang sakit.”

Setelah itu kami berpisah setelah keluar dari lift, Tuan masuk ke ruangannya dan aku pergi ke meja tempatku bekerja. Aku melihat Tuan tak sesegar baisanya, setiap datang ia akan menyapa semua karyawan-kartawannya dengan senyum serta menggandeng istri tercintanya. Pagi ini wajahnya agak pucat. Kupikir telat tidur semalam, paginya ia kelelahan.

***

Satu minggu berjalan, Tuan semakin terlihat aneh. Wajahnya selalu pucat, dan tidak seramah bisanya. Dan lagi-lagi ia datang ke kantor sendirian, tanpa sang istri. Saat aku tanya istrinya, Tuan selalu menjawab istrinya sedang sakit. Namun, saat aku hendak ijin menjenguknya Tuan selalu melarangku. Bahkan ia sempat marah padaku. Sejak itu aku tidak berani menanyakan kabar istri Tuan. Tuan terlihat aneh hingga beberapa minggu. Sampai aku menyimpulkan Tuan sedang berseteru dengan istrinya.

 Pada suatu malam tiba-tiba Tuan menelponku dan menyuruhku untuk pergi kerumahnya, tanpa menolak malam itu juga aku segera pergi kerumahnya.  Tak jauh jaraknya, hanya limabelas menit mengenadarai taksi.

Sesampainya dirumah Tuan, kulihat pintunya terbuka dari luar. Ia terlihat duduk sediri di kursi mewahnya.

“Silahkan masuk.” Ucap Tuan mempersilakanku masuk, setelah ku ketuk pintunya. Aku segera masuk dan duduk di kursi sebelah Tuan berada.

“Aku memanggilmu ada hal yag inginku ceritakan padamu, aku ingin kau diam dan jangan pernah cerita kepada siapapun mengenai hal ini.” Tuan terlihat sangat serius, wajahnya masih pucat. Di sampingnya ada sehelai baju dengan bercak merah di kainnya. Tuan sesekali memegang baju itu dan diciumnya secara perlahan.

“Baik Tuan, saya akan merahasiaknnya” Ucapku sedikit tegang kepadanya. Ia tiba-tiba mengeluarkan dompet dari balik kantongnya, Tuan menjulurkannya padaku.

“Ini utuk apa Tuan?” Tanyaku penasaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun