Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Kabar Menjadi Suatu Pengikat Hati

17 Mei 2022   13:02 Diperbarui: 17 Mei 2022   13:08 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto : Pexels.com/Andrea Piacquadio

Teknologi pun semakin canggih dalam menyampaikan kabar, ada surat kabar, telegraf, kemudian telepon, yang tidak hanya digunakan untuk kepentingan personal, organisasi ataupun bernegara, tetapi juga untuk kepentingan perang. 

Masih ingat dengan film-film kolosal tentang Perang Dunia? 

Para tentara saling memberi kabar tentang pos-pos pertahanan melalui telegraf, ada juga yang memakai telepon untuk kebutuhan komunikasi saat peperangan terjadi di masa yang lebih modern.

Tanpa adanya kabar yang disampaikan, kita bisa bayangkan bagaimana kacaunya sebuah strategi perang.  Tidak menutup kemungkinan, bumi ini sudah porak-poranda dengan nyawa yang bergelimpangan. Masing-masing ingin berkuasa sendiri ataupun menyelamatkan diri sendiri.

Dengan adanya kabar, lumayan lah perang setidaknya ada tujuannya, dan tidak semua manusia dibom atom. 

Pentingnya sebuah kabar tidak hanya berhenti untuk solidaritas keluarga, komunitas, organisasi ataupun negara saja, akan tetapi adanya keterikatan antara negara yang satu dengan negara yang lain, melingkupi dunia.

Negeri kita, contohnya, mendapatkan hak kemerdekaan sepenuhnya yang diakui oleh dunia, melalui kabar berita yang ditayangkan melalui radio. 

Hal ini terjadi pada tanggal 1 Maret 1949 yang kita kenal dengan Serangan Umum 1 Maret.

Sedikit bercerita, saat itu Belanda melakukan agresi militer yang kedua kali terhadap Indonesia. Ir. Soekarno dan Moh. Hatta, serta sejumlah pahlawan lainnya diasingkan. Sultan Hamengku Buwono IX, ditahan dalam Keraton Yogyakarta.

Indonesia dinyatakan lemah oleh Kolonial Belanda. 

Fisik pentolan negeri boleh ditahan, tapi otak dan semangat untuk merdeka terus berkobar menyemangati para Tentara Nasional Indonesia dan perwira sipil. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun