Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cek, Apakah Kita Pemicu Toxic Relationship dalam Berpasangan?

24 November 2020   15:01 Diperbarui: 3 Januari 2021   11:31 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Toxic Relationship | Sumber Time.com

Ketika bertemu dengan pasangan yang kurang lebih memenuhi dahaganya dalam mendapatkan kasih sayang dan dimengerti secara utuh, maka sang perempuan pun menerima saja kalau dirinya diperlakukan kasar.

Tapi bukan berarti kita sebagai pasangan tidak bisa bersikap. Contoh pengalaman yang langsung saya lihat sendiri dari salah satu teman saya. 

Ia selalu dikata-katai dan dipukul, bahkan diancam putus kalau tidak memenuhi semua keinginan pacarnya. Apabila teman saya itu tidak mau melakukannya, maka pacarnya akan mengatakan bahwa dirinya tidak dewasa, dan terlalu berpikiran sempit. 

Teman saya sebenarnya sama sekali tidak tahan pada perlakuan pacarnya, tapi karena takut tidak mendapatkan pria yang lebih baik lagi, maka ia pun menerima saja perlakuan pacarnya tersebut. Ia hanya bisa curhat sambil menangis pilu.

Sampai suatu hari, saya sama sekali tidak tahan melihat teman saya diperlakukan seperti itu, saya berusaha meyakinkan dirinya bahwa ia pantas mendapatkan yang lebih baik, apalagi ia cantik dan pintar. Setiap hari saya sebutkan siapa saja pria yang sebenarnya suka sama dia, tapi sudah ditolaknya.

Sampai saya juga menyarankan kalau pacarnya minta putus, teman saya harus menyetujuinya. Kalau pacarnya benar menyayanginya, pasti pacarnya akan membujuk teman saya, dan kalau segala bentuk kekerasan tersebut hanya sebagai langkahnya untuk meninggalkan teman saya, lebih baik dilepaskan saja. Apa enaknya hubungan dijalani bila cinta hanya bertepuk sebelah tangan? Ya ga?

Eh, suatu hari kejadianlah pacarnya minta putus karena dianggap teman saya tidak mendengarkan perintahnya. Saking tidak tahannya, teman saya pun mengiyakan. Pacarnya kaget, dan kemudian malah baik-baikin. 

Dari sana teman saya pun mulai bisa mencegah pacarnya untuk berbuat semena-mena terhadapnya. Ketika pacarnya mulai memukulinya, maka ia tidak segan untuk mengambil sikap dengan tidak mau menemui pacarnya sama sekali. 

Cukup lama dirinya sulit ditemui oleh pacarnya, walau pacarnya mengatakan dirinya menyesal memperlakukan teman saya dengan tidak baik. Sejak itu, pacarnya tidak pernah berani lagi untuk berbuat semena-mena. 

Tapi sih akhirnya teman saya menemukan pasangan yang bisa memperlakukannya dengan baik. Dari pengalamannya tersebut, kini ia bisa mengambil sikap agar terhindar dari toxic relationship.

Pada kesimpulannya, sebenarnya tidak salah bagi kita untuk mengalah dan memaklumi sifat pasangan, tapi sikap tersebut sebaiknya ada batasnya agar pasangan bisa memahami bahwa kita adalah partner-nya bukan objek pelampiasan emosinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun