Mohon tunggu...
Nana Marcecilia
Nana Marcecilia Mohon Tunggu... Asisten Pribadi - Menikmati berjalannya waktu

Mengekspresikan hati dan pikiran melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Cek, Apakah Kita Pemicu Toxic Relationship dalam Berpasangan?

24 November 2020   15:01 Diperbarui: 3 Januari 2021   11:31 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Toxic Relationship | Sumber Time.com

Bisa jadi ia selalu dikontrol oleh orangtuanya, dan orangtuanya selalu mengatakan bahwa dirinya akan dianggap anak yang baik dan membanggakan bila menuruti semua kata orangtuanya. Atau bisa juga, ia memiliki role mode dalam keluarganya yang memiliki sikap dominan, hingga seluruh anggota keluarga harus menuruti kata-katanya, dan hal tersebut dianggap bagus oleh keluarganya, ketika ia menjadi pribadi yang dominan.

Bila Anda memiliki pasangan seperti ini, beri dia batasan mana yang perlu dikontrol olehnya, juga mana yang tidak. Berikanlah penjelasan bahwa hubungan akan lebih bahagia apabila kita sama-sama saling mendukung, bukan mengontrol semua hal.

Apabila ia tetap berusaha mengontrol diri Anda dan mulai mengancam akan memutuskan Anda apabila tidak menurutinya, maka perlakukanlah ia seperti Anda diperlakukan olehnya, kontrol balik dan ancam. 

Awalnya mungkin ia akan merasa kesal sekali karena ia tidak bisa mendominasi, tapi lambat laun, dengan Anda sambil bercanda, misal dengan mengatakan, "lho ga boleh sendirian dong kalau ngatur? Kan biar sama-sama saling perhatian",  ia akan mulai memahami sikapnya dalam mengontrol terlalu berlebihan.

Di sela-sela pengontrolannya, ada baiknya Anda turut menjelaskan padanya bahwa Anda sudah bukan lagi anak kecil  yang tidak memahami etika untuk berpasangan, akan lebih baik pengontrolan tersebut dilakukan sewajarnya saja, yang pastinya bertujuan untuk kebaikan bersama, bukan untuk kesenangan satu pihak saja.

# Menerima saja ketika pasangan melakukan kekerasan secara verbal ataupun nonverbal atas nama cinta
Saya pernah melihat teman yang rela saja dipukuli atau dikatai, entah itu dengan pacar ataupun pasangan. 

Bila saya bertanya, ada yang menjawab karena tidak mau kehilangan sosok tersebut, karena di luar dari kekerasan yang dialaminya, pasangannya sangat mengerti dirinya. 

Dan ada juga jawaban bahwa dirinya sudah terbiasa dipukul atau dikatai sejak kecil, jadi mungkin dirinya memang pantas diperlakukan seperti itu.

Kasihan, itulah yang saya rasakan terhadap mereka. (Biasanya kekerasan ini terjadi pada perempuan).

Saya pun sering mengobrol dengan mereka mengenai latar belakang keluarganya, saya pun mengambil garis penghubung bahwa mereka kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orang tuanya, terutama ayahnya.

Kehilangan figur ayah ini membuat mereka, secara tidak sadar, tidak memiliki standar bagaimana seharusnya dirinya diperlakukan dengan baik. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun