Mohon tunggu...
Najma El Rachman Septiawan
Najma El Rachman Septiawan Mohon Tunggu... mahasiswa

musik dan membaca buku

Selanjutnya

Tutup

Roman

Mencintai Tuhan Lewat Cinta Sang Kekasih

19 Oktober 2025   22:00 Diperbarui: 19 Oktober 2025   22:00 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

Oleh: Najma El Rachman Septiawan

Setiap manusia pasti merasakan jatuh cinta yang tumbuh di hatinya, baik kepada seseorang yang dicintai dalam kehidupan yang dijalani, maupun kepada tuhan yang tidak terlihat namun selalu hadir di setiap hati kita. Cinta bukanlah perasaan yang datang dan pergi saja, melainkan anugerah suci yang ditanamkan kepada Tuhan agar manusia saling mengenal, mengasihi, dan menemukan jalan pulang kepada-nya. Cinta sejati tumbuh di dunia ini hanyalah percikan api kecil dari samudera cita ilahi yang tidak bertepi. Ketika seseorang mencintai kepadanya dengan tulu tanpa pamrih dan tanpa tuntutan balasannya, di sanalah Tuhan sedang memperlihatkan wujud melalui makhluk yang fana.

Sebelumnya kita sudah membahas artikel kompasiana yang berjudul "Menyampaikan Cinta Kepada Seseorang" membahas tentang keberanian untuk jujur kepada hati sendiri dan juga ketulusan dalam mengungkapkan perasaan tanpa rasa takut akan penolakan. Hingga kini, kita akan melangkah lebih jauh ke dalam makna cinta itu sendiri, bahwa cinta yang kita ucapkan kepada seseorang sejatinya adalah bagian dari perjalanan manusia menuju cinta ilahi. Dalam tatapan yang lembut, setiap sentuhan yang menenangkan, dan rindu menyala yang tersembunyi bahwa cinta hanyalah jalan bukan dari tujuan.

Tuhan menghadirkan sosok yang kita cintai bukan hanya mengikat saja, melainkan untuk mengingatkan. Sehingga, kita belajar tentang keindahan, kesabaran, pengorbanan, dan kerelaan yang bermuara pada cinta lebih tinggi adalah cinta kepada sang khalik. Cinta sejati tidak berhenti pada tubuh yang kasat mata. Manusia bisa menembus dunia dalam melampaui ruang dan waktu untuk mencintai seseorang dengan sepenuh hati. Sering kali kita tidak sadar bahwa yang kita cari bukan hanya dirinya, tetapi juga sumber cinta itu sendiri. Dalam diri kepada sang kekasih, kita menemukan pantulan cahaya dari Tuhan dalam kelembutan dan ketulusan. Maka mencintai seseorang adalah belajar tentang mengenal Tuhan malalui ciptaan-Nya.

Terkadang cinta sering kali punya cara untuk seseorang berdoa, meski ia tidak menyadari bahwa ia menyebut nama sang kekasih di setiap doanya. Padahal yang sebenarnya ia panggil adalah sang pemilik hati. Saat  rindu tersebut membuatnya tangisan air mata menjadi bentuk kepasrahan yang tulus. Mereka yang pernah pernah mencintai dengan sepenuh hati akan tahu bahwa cinta sejati bukan untuk memiliki saja, melainkan merasakan hadirnya Tuhan dalam dua hati yang saling mendekat meski tak selalu bersatu. Seperti halnya pada Qais yang mencintai Layla hingga gila, cinta manusia sering kali membawa seseorang ke ambang kehilangan diri. Akan tetapi, dibalik kegilaan itu tersembunyi kesadaran yang tinggi, Qais tidak hanya merindukan kepada Layla, melainkan ia merindukan kepada Tuhan yang tercermin dalam Layla. Cintanya menjadi doa yang panjang, ratapan suci, dan perjalanan menuju keabadian. Ia tidak gila karena cinta, melainkan mabuk oleh rasa rindu yang menembus batasan kemanusiaan. Qais belajar bahwa arti mencintai bukan hanaya untuk dimilki, melainkan untuk memahami kehendak ilahi yang sering bersembunyi di balik perpisahan.

Dalam kehidupan saat ini, kita semua adalah Qais dalam bentuk perilaku yang berbeda. Kita sedang jatuh cinta kepada seseorang melalui perasaan yang membawa kita satu langkah yang lebih dekat kepada Tuhan. Rasa bahagia ini muncul saat meliat orang yang kita cintai adalah anugrah kecil dari kasih Tuhan. Begitu juga dengan rasa sakit saat ditinggalkan adalah cara Tuhan untuk menguji kemurnian cinta, apakah kita mencintaikarena dirinya atau ego kita sendiri. jika kita tulus untuk mencintai, kehilangan bukanlah sebagai akhir saja, melainkan gerbang menuju penerinmaan yang damai. Sering kali kita tidak menyadari bahwa dalam setiap kisah cinta yang kita alami, Tuhan selalu hadir dalam keadaan senyum, sabar, dan keheningan sat kita berdoa untuk memohon agar ia bahagia, walaupun tidak ditakdirkan untuk bersama. Tuhan tidak pernah menciptakan cinta untuk menghancurkan saja, tetapi untuk menyembuhkan perasaan pada hati kita. Hanya saja manusia sering keliru mengartikan cinta sebagai kepemilikan, bukan penghambatan.

Ketika hati mulai memahami cinta sejati berasal dari tuhan dan harus kembali kepada-Nya, maka setiap perasaan menjadi ibadah melalui dengan cara tatapan menjadi dzikir, rindu menjadi doa, dan kehilangan menjadi bentuk penyucian diri. Cinta tersebut bukan hanya romansa dunia, melainkan jembatan spiritual yang menghubungkan jiwa manusia dengan sang maha pengasih. Cinta ilahiah mengajarkan kita bahwa mencintai seseorang tidak pernah salah selama cinta itu membuat kita semakin dekat kepada Tuhan, bukan menjauh dari-Nya.

Ada sebuah lagu dari Panji Sakti yang berjudul "Tafsir Cinta" memiliki makna yang bukan hanya sebagai rasa yang memabukkan hati, melainkan sebagai jalan sunyi untuk mengenal diri dan menemukan Tuhan dibalik setiap rasa. Dalam lagu tersebut mengingatkan bahwa cinta sejati bukan hanya sekedar tafsir tentang manusia, melainkan juga tafsir tentang kehadiran ilahi yang tersembunyi di balik setiap kerinduan. Setiap lirik cinta diposisikan sebagai bahasa jiwa sebagai bentuk komunikasi antara manusia dengan sang khalik yang kadang tak perlu kata-kata meriah atau pun dangkal. Ia menulis tentang cinta yang tidak hanya di maknai secara dangkal dalam menuntun balasan, tetapi cinta menerima segala bentuk kehilangan dengan hati yang lapang. Lagu tersebut tidak hanya mengajak pendengar musik untuk mencintai seseorang, tetapi untuk memahami makna cinta itu dibalik rasa rindu tuhan yang sedang mengajarkan arti sabar dan pengharapan untuk memberi kesempatan agar manusia saling belajar tentang kasih sayang dan dibalik setiap perpisahan, Tuhan sedang menunjukkan jalan untuk kembali pada cinta yang sejati.

Dalam perjalanan spiritual, cinta selalu menjadi pintu pertama yang mengetuk hati. Ia datang lewat pandangan dengan pertemuan singkat atau bahkan lewat doa yang tidak pernah selesai disebutkan namanya. Akan tetapi, ketika seseorang menafsirkan cinta hanya sebatas keinginan untuk dimiliki, maka akan terjebak dalam penderitaan yang panjang. Lagu dari karya Panji Sakti yang berjudul "Tafsir Cinta" mengingatkan kita bahwa cinta bukan hanya soal siapa yang bersama dengan siapa, melainkan tentang bagaimana perasaan itu mengantar seseorang dalam menyebrangi jembatan untuk mengenal diri sendiri yang akan menemukan ruang kosong hanya bisa diisi oleh tuhan. Lagu ini seakan-akan berbicara dengan bahasa jiwa. Lagu ini menggambarkan perjalanan dengan penuh kesadaraan. Ia tidak memuja atau memuji cinta dengan berlebihan, tetapi juga sebagai prantara untuk memahami rahasia Ilahi melalui hati dan jiwa. Setiap bait lagu seperti doa yang meluruhkan ego kita untuk mengajarkan bahwa mencintai bukan berarti memiliki ataupun dimiliki, melainkan mengikhlaskan dengan kasih.

Sehingga cinta sejati tidak pernah menuntut pengakuan, dikarenakan cinta suci selalu diam tetapi hidup di setiap langkah meski akhirnya pergi. ketika seseorang mencintai dengan kesadaran Ilahiah, maka akan melihat setiap perasaan yang hadir bukan sekedar kebetulan saja, melainkan cara Tuhan berbicara lewat rasa. Setiap cinta mengajarkan arti syukur, setiap rindu menumbuhkan kesabaran dan setiap perpisahan menuntun hati untuk kembali pada keikhlasan. Cinta dalam Ilahiah bukan sekedar kisah romantis yang berakhir bahagia, melainkan perjalanan panjang menuju keutuhan jiwa dalam mengubah cara pandang seseorang terhadap kehidupan. Cinta itu seperti cermin yang digunakan oleh manusia untuk melihat dirinya apakah ia mencintai karena hawa nafsu atau karena ingin mengenal kepada sang pemberi rasa. Sebab cinta yang sejati tidak berhenti pada kata aku dan kamu, melainkan pada kata kita dan Tuhan. Hal ini seolah menjadi pengingat lembut bahwa setiap rasa adalah pesan dari langit. Cinta yang lahir di bumi hanyalah pantulan kecil dari besar cinta yang bersumber kepada Tuhan itu sendiri.

Cinta tersebut tidak bisa memadamkan atau pun menerangi, ia tidak menjerat tetapi membebaskan, dan ia tidak menuntut melainkan mengarahkan. Ketika mereka yang memahami cinta Ilahiah akan tahu bahwa kehilangan bukan dari kekalahan semata, melainkan perubahan bentuk dari cinta itu sendiri. Dalam setiap kehilangan, ada Tuhan yang sedang mengajari kita arti berserah, sebab dengan berserah hati, manusia bisa benar-benar damai tanpa kehilangan cinta sejati. Kadang, menyimpan rasa hati itu sudah menjadi cara paling tulus untuk menunjukkan cinta kepada Tuhan agar orang yang dicintai hidup bahagia dan kebahagiaan itu selalu menyertai mereka. Hal tersebut tidak perlu diumbar, karena ia hidup di antara jiwa dan doa untuk menumbuh keyakinan bahwa Tuhan tahu isi hati hamba-nya yang sempat mengucapkannya. Akan tetapi, cinta Ilahiah bukan berarti menolak duniawi, justru cinta manusia merupakan suatu gerbang untuk memahami cinta Tuhan dengan kasih sayang untuk menghormati dan memuliakan sesungguhnya yang sedang mempraktikkan cinta kepada makhluk-Nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun