Dalam pandangan saya, salah satu kekuatan terbesar dari skripsi ini terletak pada kemampuannya menjembatani antara teori hukum dan realitas sosial. Tidak mudah menyatukan dua kutub yang berbeda ini. Sering kali, hukum menjadi terlalu teoritis dan lepas dari kenyataan. Namun dalam skripsi ini, pendekatan yuridis-sosiologis yang digunakan oleh penulis sangat tepat dan menyentuh. Dengan melakukan wawancara langsung, observasi, serta studi dokumentasi, penulis mampu menggambarkan kondisi anak-anak di Desa Srati secara jujur dan menyentuh.
Saya merasa sangat tersentuh ketika membaca bagian tentang anak-anak yang harus berhenti sekolah untuk membantu orang tua mereka. Ini adalah kenyataan pahit yang tidak hanya terjadi di satu desa, tetapi tersebar di berbagai daerah di Indonesia. Ketika hak untuk tumbuh dan berkembang melalui pendidikan diambil dari seorang anak karena alasan ekonomi, maka sejatinya kita telah memutus masa depan mereka. Ini bukan sekadar soal hukum yang dilanggar, tetapi tentang generasi yang kehilangan harapan.
Lebih jauh, saya juga merasa bahwa skripsi ini mengangkat isu yang sangat relevan dengan kehidupan saya sendiri. Dalam banyak kesempatan, saya menyaksikan bagaimana kekerasan verbal terhadap anak sering dianggap hal biasa, bahkan sebagai bentuk "kasih sayang". Anak-anak dimarahi, dibanding-bandingkan, direndahkan, tanpa ada pertimbangan terhadap dampak psikologis yang mereka alami. Padahal, Pasal 13 UU No. 35 Tahun 2014 dengan jelas melarang semua bentuk kekerasan terhadap anak. Saya menyadari bahwa pemahaman ini belum tersebar luas di kalangan masyarakat, bahkan di lingkungan saya sendiri.
Di skripsi itu penulis juga secara cerdas menyadari bahwa salah satu akar masalah terbesar adalah rendahnya pendidikan orang tua. Saya sepakat dengan analisis ini. Dalam masyarakat yang belum terpapar edukasi hukum, banyak orang tua mendidik anak berdasarkan kebiasaan yang diwariskan turun-temurun. Sayangnya, tidak semua kebiasaan itu sesuai dengan prinsip keadilan dan perlindungan hak anak. Misalnya, keyakinan bahwa anak perempuan tidak perlu sekolah tinggi karena perannya "nanti di dapur" merupakan contoh nyata dari diskriminasi berbasis gender yang harus kita lawan bersama.
Salah satu bagian yang paling menginspirasi dari skripsi ini menurut saya adalah rekomendasi konkret yang diajukan oleh penulis. Edukasi hukum, peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan parenting, dan keterlibatan aktif pemerintah desa adalah langkah-langkah yang sangat realistis dan aplikatif. Saya membayangkan bagaimana jika semua desa memiliki program penyuluhan hukum keluarga secara rutin, bagaimana jika para orang tua mendapat pelatihan tentang hak anak, dan bagaimana jika sekolah-sekolah dapat menjadi tempat yang benar-benar aman dan ramah anak. Visi ini, walau tampak ideal, menjadi mungkin jika ada kemauan dari semua pihak.
Namun tentu, saya juga menyadari bahwa skripsi ini tidak tanpa kekurangan. Fokus yang terbatas pada satu desa membuat hasil penelitian ini belum bisa digeneralisasi secara luas. Akan tetapi, ini juga menjadi kekuatan tersendiri karena menghadirkan kedalaman yang jarang ditemukan dalam penelitian yang terlalu luas. Justru dengan fokus lokal seperti ini, penulis bisa menggali realitas secara lebih intim dan mendalam.
Sebagai pembaca, saya juga merasa bahwa aspek psikologis anak bisa diperluas dalam pembahasan. Misalnya, bagaimana dampak jangka panjang kekerasan verbal terhadap perkembangan emosi dan kepribadian anak. Ini bisa menjadi bahan kajian lanjutan yang menggabungkan pendekatan hukum, sosial, dan psikologi secara lebih komprehensif.
Secara keseluruhan, saya memandang skripsi ini sebagai karya yang sangat berarti. Tidak hanya sebagai kontribusi akademik dalam bidang hukum perlindungan anak, tetapi juga sebagai panggilan moral bagi kita semua. Skripsi ini mengingatkan saya bahwa menjadi bagian dari masyarakat akademik berarti juga memiliki tanggung jawab sosial. Kita tidak bisa hanya membaca undang-undang dan menghafal pasalnya, tetapi harus mengupayakan agar isi undang-undang itu hidup dan diterapkan dalam kehidupan nyata.
Skripsi ini telah memberikan suara bagi anak-anak yang selama ini diam. Ia telah menyampaikan bahwa pemenuhan hak anak tidak bisa ditunda, dan bahwa setiap orang tua harus memahami bahwa anak bukan hanya tanggung jawab, tapi juga anugerah yang harus dijaga dan dilindungi. Dengan pendekatan yang manusiawi, skripsi ini menjadi lebih dari sekadar syarat kelulusan. Ia menjadi kontribusi nyata dalam perjuangan panjang untuk mewujudkan keadilan bagi anak-anak Indonesia.
Sebagai mahasiswa hukum dan sebagai bagian dari generasi muda, saya terdorong untuk ikut berperan aktif. Setidaknya, mulai dari lingkungan saya sendiri, saya ingin menyuarakan pentingnya memahami hak-hak anak. Saya ingin menjadi bagian dari gerakan kecil yang percaya bahwa perubahan besar dimulai dari kesadaran pribadi. Dan saya percaya, dengan karya seperti skripsi ini, kita memiliki pijakan yang kuat untuk memulai perubahan itu.
Skripsi ini mengangkat isu perlindungan anak dari kekerasan verbal yang sangat relevan dan mendesak untuk dikaji, terutama dalam konteks sosial budaya Indonesia. Penulis berhasil mengidentifikasi dan menguraikan fenomena kekerasan verbal yang kerap dianggap sebagai hal biasa, bahkan dibenarkan sebagai bentuk kasih sayang atau metode pengasuhan tradisional. Hal ini menjadi salah satu titik kritis dalam penelitian, karena membuka kesadaran bahwa kekerasan verbal bukanlah hal yang sepele, melainkan memiliki dampak psikologis serius bagi perkembangan anak.
Selain itu, skripsi ini juga menyoroti kurangnya pemaham
Materi skripsi ini secara mendalam membahas bagaimana kekerasan verbal seperti memarahi secara kasar, membanding-bandingkan, merendahkan, dan memberikan label negatif kepada anak, dapat mengganggu perkembangan emosional dan psikologis anak. Penulis mengaitkan hal ini dengan Pasal 13 UU No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, yang secara tegas melarang segala bentuk kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan verbal. Penjelasan ini menjadi fondasi hukum yang kuat untuk membangun argumen bahwa kekerasan verbal tidak boleh dianggap remeh.an masyarakat, terutama di lingkungan lokal penulis, tentang pentingnya perlindungan anak dan konsekuensi kekerasan verbal. Hal ini menunjukkan bahwa aspek edukasi hukum kepada masyarakat masih sangat minim, sehingga perilaku kekerasan verbal masih sering terjadi tanpa disadari sebagai pelanggaran hak anak.
Salah satu keunggulan skripsi ini adalah analisis mendalam terhadap akar masalah kekerasan verbal, yaitu rendahnya tingkat pendidikan orang tua dan kuatnya pengaruh kebiasaan turun-temurun dalam pola pengasuhan anak. Penulis dengan cerdas mengaitkan hal ini dengan praktik diskriminasi berbasis gender, seperti anggapan bahwa anak perempuan tidak perlu mendapatkan pendidikan tinggi karena perannya "nanti di dapur". Ini bukan hanya sebuah masalah pendidikan, tetapi juga masalah sosial dan budaya yang perlu dilawan secara bersama-sama.
Penulis juga mengkritisi bagaimana kebiasaan-kebiasaan tersebut bertentangan dengan prinsip keadilan dan perlindungan hak anak yang diatur dalam hukum nasional dan konvensi internasional. Dengan pendekatan ini, skripsi tidak hanya berhenti pada deskripsi fenomena, tetapi juga memberikan analisis kritis yang membangun.
Bagian rekomendasi dalam skripsi ini sangat inspiratif dan aplikatif. Penulis mengusulkan langkah-langkah konkret seperti edukasi hukum bagi masyarakat, peningkatan kualitas pendidikan, pelatihan parenting untuk orang tua, dan keterlibatan aktif pemerintah desa dalam penyuluhan hukum keluarga. Rekomendasi ini menunjukkan pemahaman penulis yang komprehensif tentang pentingnya kolaborasi berbagai pihak untuk mengatasi masalah kekerasan verbal terhadap anak.
Bayangan tentang desa-desa yang rutin mengadakan penyuluhan hukum keluarga dan sekolah-sekolah yang menjadi tempat aman dan ramah anak adalah visi yang sangat positif dan membangun. Ini menandakan bahwa skripsi ini tidak hanya bersifat akademis, tapi juga memiliki nilai sosial dan praktis yang tinggi.
Fokus penelitian yang terbatas pada satu desa memberikan kelebihan berupa kedalaman analisis yang lebih intim dan kontekstual. Penulis mampu menggali realitas sosial secara detail, yang seringkali tidak dapat diperoleh dalam penelitian dengan cakupan yang terlalu luas. Namun, keterbatasan ini juga menjadi catatan penting karena hasil penelitian belum bisa digeneralisasi secara luas ke masyarakat lain dengan karakteristik berbeda.
Selain itu, aspek psikologis anak yang menjadi korban kekerasan verbal masih bisa diperluas lagi. Penulis dapat mengembangkan kajian lanjutan yang mengintegrasikan pendekatan psikologi perkembangan anak untuk memahami dampak jangka panjang dari kekerasan verbal, seperti gangguan kepercayaan diri, kecemasan, hingga masalah perilaku. Pendekatan multidisipliner ini akan memperkaya kontribusi skripsi secara akademik dan praktis.
Secara keseluruhan, skripsi ini merupakan karya yang sangat berarti dan memberikan kontribusi penting dalam bidang hukum perlindungan anak. Lebih dari sekadar karya akademik, skripsi ini menjadi panggilan moral bagi masyarakat dan generasi muda untuk berperan aktif dalam melindungi hak anak. Penulis berhasil menyuarakan bahwa anak bukan hanya tanggung jawab, tetapi anugerah yang harus dijaga dan dilindungi dengan penuh kasih sayang dan penghormatan terhadap hak-haknya.