Mohon tunggu...
nnnnaish
nnnnaish Mohon Tunggu... pelajar

membaca

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

review skripsi

6 Juni 2025   20:17 Diperbarui: 7 Juni 2025   15:22 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1. Hak Atas Kelangsungan Hidup
Hak ini menyangkut pemenuhan dasar kehidupan anak, termasuk makanan bergizi, imunisasi, layanan kesehatan dasar, dan kelayakan hidup. Dalam konteks Desa Srati:
Sebagian besar orang tua sudah berupaya memenuhi hak ini, namun masih dalam taraf minimum. Gizi anak kadang tidak terpenuhi karena keterbatasan ekonomi.
Pelayanan kesehatan seperti imunisasi belum merata karena akses dan kesadaran yang rendah.
Banyak anak tidak dibawa ke posyandu secara rutin, terutama oleh orang tua dengan pendidikan rendah.
Secara umum, hak atas kelangsungan hidup terpenuhi sebagian, namun belum sesuai dengan standar yang ditetapkan dalam Pasal 8 dan Pasal 9 UU Perlindungan Anak.

2. Hak Tumbuh dan Berkembang
Hak ini mencakup pendidikan, kesehatan mental dan fisik, serta pengasuhan yang baik. Dalam realitas di Desa Srati:
Banyak anak tidak menyelesaikan pendidikan dasar, dengan alasan ekonomi atau rendahnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan.
Anak-anak dari keluarga miskin kadang disuruh membantu pekerjaan rumah atau bertani, sehingga waktu untuk belajar terganggu.
Perhatian terhadap kebutuhan psikologis anak masih sangat kurang, bahkan kekerasan verbal sering dianggap "biasa" dalam mendidik anak. Pasal 9 dan Pasal 11 dalam UU No. 35 Tahun 2014 belum dijalankan secara maksimal dalam konteks ini.

3. Hak Partisipasi
Hak partisipasi melibatkan suara anak dalam hal-hal yang menyangkut kehidupannya, seperti pendidikan, hobi, dan lingkungan sosial:
Banyak orang tua tidak memberi ruang bagi anak untuk mengungkapkan keinginan atau pendapat.
Hak anak untuk memilih kegiatan atau mengembangkan bakatnya sering diabaikan.
Lingkungan desa masih menganggap anak harus menurut pada keputusan orang tua tanpa diberi pilihan. Pasal 10 UU Perlindungan Anak yang mengatur hak partisipasi anak belum diterapkan dengan baik.

4. Hak Perlindungan
Hak ini adalah hak untuk terlindungi dari kekerasan fisik, verbal, seksual, dan diskriminasi. Ini adalah bagian yang paling rawan dilanggar di Desa Srati:
Kekerasan verbal masih sangat sering ditemukan, dengan kata-kata kasar dan makian dianggap wajar dalam mendidik anak.
Diskriminasi antara anak laki-laki dan perempuan juga ditemukan, di mana anak laki-laki dianggap lebih penting untuk disekolahkan.
Belum ada mekanisme pengawasan atau pelaporan kekerasan anak di lingkungan desa.
Hal ini sangat bertentangan dengan Pasal 13 UU Perlindungan Anak, yang menegaskan larangan kekerasan dan diskriminasi terhadap anak.

Secara normatif, Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 sudah sangat progresif dan berpihak pada anak. Namun, dalam praktik di Desa Srati, implementasinya masih sangat jauh dari harapan.
Hanya sebagian kecil pasal yang dijalankan, seperti hak untuk hidup dan partisipasi dasar.
Banyak pasal lainnya, terutama yang terkait perlindungan dan tumbuh kembang, dilanggar secara sistemik. Kesadaran masyarakat terhadap keberadaan UU ini pun sangat rendah.

Skripsi ini memberikan beberapa solusi yang logis dan aplikatif:
1. Peningkatan Edukasi Hukum kepada Orang Tua
Penyuluhan berkala mengenai hak-hak anak dan tanggung jawab hukum orang tua oleh pihak desa, KUA, dan tokoh agama.

2. Peran Pemerintah Desa
Pemerintah desa dapat membentuk tim khusus untuk pemantauan anak, serta bekerjasama dengan P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak).

3. Kegiatan Sosialisasi di Sekolah dan Madrasah
Melibatkan sekolah untuk mengadakan program penyadaran hak anak kepada murid dan orang tua.

4. Pemberdayaan Ekonomi Orang Tua
Pelatihan usaha mandiri agar keluarga dapat meningkatkan pendapatan tanpa harus memberdayakan anak sebagai pekerja.

5. Penerapan Hukum Secara Tegas
Jika ditemukan kekerasan anak, perlu ada sanksi sosial atau hukum ringan sebagai shock therapy agar masyarakat sadar dan jera.

Skripsi "Pemenuhan Hak-Hak Anak Oleh Orang Tua Kandung Perspektif Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak" menyajikan sebuah kajian yang sangat mendalam tentang bagaimana seharusnya hak-hak anak dipenuhi oleh orang tua kandung, serta sejauh mana kenyataan itu terjadi di lapangan. Skripsi ini menjadi cerminan dari berbagai kondisi yang masih banyak ditemui dalam kehidupan masyarakat, terutama masyarakat pedesaan yang menghadapi keterbatasan dari segi ekonomi, pendidikan, dan pemahaman hukum.
Berdasarkan UU No. 35 Tahun 2014, anak memiliki empat hak pokok, yaitu hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi. Dalam konteks Desa Srati, hak hidup dan partisipasi anak memang relatif terpenuhi. Anak-anak masih mendapatkan kesempatan untuk hidup sehat secara fisik dan memiliki ruang untuk berpendapat dalam lingkup yang terbatas, misalnya saat bermain atau dalam kegiatan sosial desa. Namun, pada dua aspek penting lainnya hak tumbuh kembang dan hak perlindungan masih banyak yang terabaikan.
Di kehidupan nyata, tidak sulit menemukan anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan yang secara fisik terlihat "baik-baik saja", tetapi secara psikis mereka mengalami tekanan yang besar. Misalnya, masih banyak anak yang dibentak, direndahkan, atau dibanding-bandingkan oleh orang tuanya sendiri. Bentuk kekerasan verbal semacam ini sering dianggap wajar, bahkan digunakan sebagai "cara mendidik". Padahal, Pasal 13 UU Perlindungan Anak secara tegas melarang segala bentuk kekerasan, baik fisik maupun nonfisik.
Selain itu, hak untuk tumbuh dan berkembang, sebagaimana tertuang dalam Pasal 9 UU Perlindungan Anak, juga belum sepenuhnya direalisasikan. Di Desa Srati, sebagaimana ditunjukkan dalam skripsi, masih terdapat anak-anak yang putus sekolah karena harus membantu orang tua bekerja di ladang atau melaut. Dalam kondisi seperti itu, anak-anak kehilangan kesempatan emas untuk mengembangkan diri melalui pendidikan. Ini tidak hanya terjadi di satu desa saja, tetapi menjadi masalah umum di banyak daerah yang memiliki keterbatasan ekonomi dan wawasan.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan yuridis-sosiologis, yakni menggabungkan kajian hukum dengan observasi terhadap kenyataan sosial masyarakat. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan orang tua, observasi langsung terhadap kondisi anak-anak di desa, serta dokumentasi dari profil desa dan literatur yang relevan. Hasilnya sangat menggambarkan bahwa meskipun hukum telah mengatur hak anak secara rinci, implementasinya masih sangat lemah di tingkat keluarga, terutama di wilayah-wilayah dengan tingkat pendidikan rendah.
Rendahnya taraf pendidikan orang tua menjadi salah satu penyebab utama. Banyak dari mereka yang tidak mengetahui isi Undang-Undang Perlindungan Anak, atau bahkan tidak pernah membacanya. Mereka hanya mendidik anak berdasarkan kebiasaan yang diwariskan turun-temurun, yang sayangnya sering kali mengandung praktik diskriminatif. Misalnya, anak perempuan dianggap tidak perlu sekolah tinggi karena akan "ujung-ujungnya di dapur", atau anak yang rajin disayang, sementara yang lambat belajar justru dibentak dan dikucilkan. Fenomena seperti ini sangat nyata dan dekat, bahkan bisa ditemui dalam lingkungan kita sendiri.
Salah satu kekuatan skripsi ini adalah kemampuannya dalam mengaitkan teori hukum dengan realitas sosial secara harmonis. Penulis tidak hanya memaparkan isi undang-undang, tetapi juga mengkritisi mengapa undang-undang itu tidak berjalan sesuai harapan. Penulis menyadari bahwa hukum tidak bisa bekerja sendiri tanpa kesadaran masyarakat. Karena itu, dalam simpulannya, penulis menyarankan pentingnya edukasi hukum bagi keluarga terutama orang tua agar mereka sadar bahwa anak bukan hanya memiliki kewajiban, tetapi juga memiliki hak yang harus dilindungi dan dihormati.
Konteks lokal Desa Srati yang mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani dan nelayan menjadikan skripsi ini sangat otentik. Penelitian ini bukan hanya sebuah tulisan akademik, tapi juga bisa menjadi refleksi sosial bahwa pemenuhan hak anak adalah isu yang nyata, konkret, dan harus terus diperjuangkan, dimulai dari kesadaran kecil di dalam rumah.
Dari sini, saya menyimpulkan bahwa skripsi ini memberikan kontribusi yang sangat berarti, tidak hanya dalam bidang akademik hukum, tetapi juga dalam praktik kehidupan masyarakat. Skripsi ini menunjukkan bahwa hukum tidak boleh berhenti pada teks, melainkan harus hidup dalam tindakan nyata orang tua sehari-hari. Dan tugas kita, sebagai bagian dari masyarakat akademik, adalah ikut menyuarakan pentingnya penghormatan terhadap hak anak demi masa depan bangsa yang lebih baik.
Skripsi ini mengangkat tema yang sangat penting dan relevan, yakni pemenuhan hak-hak anak oleh orang tua kandung dengan landasan hukum Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Penulis berhasil menggabungkan kajian yuridis dengan observasi sosial yang nyata, khususnya dalam konteks masyarakat pedesaan di Desa Srati. Tema ini sangat strategis mengingat anak merupakan generasi penerus bangsa yang harus dipenuhi hak-haknya agar dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Dalam konteks Indonesia, khususnya di wilayah pedesaan, pemenuhan hak anak masih menghadapi banyak tantangan. Skripsi ini memberikan gambaran komprehensif mengenai bagaimana hukum yang sudah ada ternyata belum sepenuhnya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, terutama oleh orang tua kandung yang menjadi pelaku utama dalam pemenuhan hak anak.
Skripsi ini di memulai dengan menjelaskan secara rinci empat hak pokok anak menurut UU No. 35 Tahun 2014, yaitu hak hidup, hak tumbuh dan berkembang, hak perlindungan, dan hak partisipasi. Penjelasan ini sangat penting sebagai landasan teoritis dan yuridis yang menjadi tolok ukur dalam menilai pemenuhan hak anak di lapangan.
Selain itu, penulis juga mengaitkan dengan prinsip-prinsip hak anak internasional yang diadopsi Indonesia melalui ratifikasi Konvensi Hak Anak PBB. Hal ini memperkuat legitimasi hukum dan memberikan perspektif global terhadap isu yang diangkat.
Metode kualitatif dengan pendekatan yuridis-sosiologis yang digunakan sangat tepat untuk penelitian ini. Pendekatan ini memungkinkan penulis tidak hanya mengkaji aspek hukum secara normatif, tetapi juga melihat realitas sosial yang mempengaruhi pelaksanaan hukum tersebut.
Pengumpulan data melalui wawancara dengan orang tua, observasi langsung kondisi anak, serta dokumentasi profil desa memberikan data yang kaya dan valid untuk analisis mendalam. Pendekatan ini juga memperlihatkan kepekaan penulis terhadap konteks lokal yang unik, yaitu Desa Srati yang mayoritas penduduknya petani dan nelayan.
Skripsi ini menemukan bahwa hak hidup anak, yang mencakup akses terhadap kebutuhan dasar seperti kesehatan dan nutrisi, relatif terpenuhi di Desa Srati. Anak-anak masih mendapatkan kesempatan untuk hidup secara fisik yang sehat. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat dan orang tua masih mampu memenuhi kebutuhan primer anak meskipun dalam keterbatasan ekonomi.
Hak partisipasi anak juga mulai terlihat, meskipun dalam ruang lingkup yang sangat terbatas. Anak diberikan kesempatan untuk berpendapat dalam kegiatan sosial desa dan saat bermain. Namun, partisipasi ini masih belum maksimal dan belum menjadi bagian dari pengambilan keputusan yang lebih luas.
Salah satu temuan yang sangat penting adalah masih banyaknya anak yang putus sekolah karena harus membantu orang tua bekerja. Fenomena ini tidak hanya menghambat hak anak untuk tumbuh dan berkembang melalui pendidikan, tetapi juga berpotensi memperburuk siklus kemiskinan keluarga.
          Dalam skripsi ini berhasil menggambarkan bagaimana keterbatasan ekonomi dan rendahnya kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan menjadi faktor utama penyebab putus sekolah. Hal ini diperparah dengan kurangnya fasilitas pendidikan dan dukungan dari pemerintah setempat.
Temuan lain yang sangat mengkhawatirkan adalah masih maraknya kekerasan verbal terhadap anak, seperti membentak, merendahkan, dan membanding-bandingkan anak. Kekerasan ini dianggap wajar oleh sebagian orang tua dan bahkan dijadikan metode mendidik.
Padahal, Pasal 13 UU No. 35 Tahun 2014 secara tegas melarang segala bentuk kekerasan fisik maupun nonfisik. Penulis dengan cermat mengkritisi gap antara norma hukum dan praktik sosial yang terjadi, serta dampak psikologis negatif yang dialami anak.
Hasil identifikasi beberapa faktor utama yang menjadi akar permasalahan:
- Rendahnya pendidikan orang tua, banyak orang tua tidak memahami isi UU Perlindungan Anak dan tidak menyadari pentingnya hak anak.
- Keterbatasan ekonom, kondisi ekonomi yang sulit memaksa anak-anak untuk bekerja, mengorbankan pendidikan dan pengembangan diri.
- Budaya dan kebiasaan turun-temurun, praktik diskriminatif terhadap anak, terutama anak perempuan, masih melekat kuat.
- Kurangnya edukasi dan sosialisasi hukum, pemerintah dan lembaga terkait belum optimal dalam memberikan pemahaman hukum kepada masyarakat.
Analisis ini sangat tajam dan menggambarkan kompleksitas masalah yang tidak bisa diselesaikan hanya dengan penegakan hukum semata.
Salah satu kekuatan utama skripsi ini adalah kemampuannya mengaitkan teori hukum dengan realitas sosial secara harmonis. Penulis tidak hanya menampilkan isi undang-undang, tetapi juga mengkritisi mengapa hukum tersebut tidak berjalan sesuai harapan di lapangan.
Pendekatan yuridis-sosiologis yang digunakan mampu membuka wawasan pembaca bahwa hukum harus diiringi dengan kesadaran dan perubahan sosial agar efektif. Skripsi ini juga menunjukkan bahwa pemenuhan hak anak adalah isu multidimensional yang membutuhkan pendekatan lintas sektor.
Meski demikian, skripsi ini memiliki beberapa keterbatasan yang dapat menjadi bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya:
-Keterbatasan cakupan geografis, fokus hanya pada Desa Srati membuat hasil penelitian kurang dapat digeneralisasi ke wilayah lain yang mungkin memiliki kondisi berbeda.
-Data kuantitatif yang minim, penelitian lebih dominan kualitatif, sehingga tidak memberikan gambaran statistik yang mendukung temuan secara kuantitatif.
-Pendalaman aspek psikologis anak, meskipun menyentuh kekerasan verbal, kajian psikologis terhadap dampak kekerasan tersebut masih bisa diperluas.
Skripsi ini memberikan rekomendasi yang sangat konstruktif dan aplikatif, antara lain:
1. Peningkatan edukasi hukum bagi orang tua dan masyarakat, melalui program sosialisasi yang berkelanjutan dan mudah diakses.
2.  Peningkatan akses dan kualitas pendidikan, pemerintah perlu menyediakan fasilitas pendidikan yang memadai dan program beasiswa untuk anak-anak kurang mampu.
3. Penguatan perlindungan anak di lingkungan keluarga, melalui pelatihan parenting yang mengedepankan pendekatan tanpa kekerasan.
4. Peran aktif pemerintah desa dan masyarakat, dalam menciptakan lingkungan yang ramah anak dan menegakkan aturan perlindungan anak.
Rekomendasi ini sangat relevan dan dapat dijadikan acuan bagi pembuat kebijakan, lembaga sosial, dan komunitas lokal.
Skripsi ini memberikan kontribusi yang signifikan dalam bidang hukum perlindungan anak dan praktik sosial di masyarakat. Penulis berhasil menunjukkan bahwa meskipun regulasi sudah ada, implementasi di tingkat keluarga masih jauh dari ideal, terutama di daerah pedesaan dengan kondisi sosial ekonomi yang terbatas.
Kajian ini mengingatkan kita bahwa hukum tidak boleh berhenti pada teks, melainkan harus diwujudkan dalam tindakan nyata sehari-hari oleh orang tua dan masyarakat. Kesadaran kolektif dan edukasi hukum menjadi kunci utama untuk mewujudkan hak anak secara menyeluruh.
Sebagai bagian dari masyarakat akademik dan praktisi hukum, kita memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan pentingnya penghormatan terhadap hak anak. Skripsi ini bukan hanya karya akademik, tetapi juga refleksi sosial yang mengajak kita semua untuk berperan aktif dalam memperjuangkan masa depan anak-anak bangsa yang lebih baik dan berkeadilan.
Review ini menegaskan bahwa skripsi Pemenuhan Hak-Hak Anak Oleh Orang Tua Kandung Perspektif Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak merupakan karya yang sangat bernilai, baik secara akademik maupun praktis. Dengan pendekatan yang holistik dan kritis, skripsi ini mampu membuka wawasan baru dan memberikan solusi nyata terhadap masalah pemenuhan hak anak di masyarakat pedesaan.
Sebagai seorang mahasiswa yang sedang menekuni bidang hukum, saya memandang skripsi ini bukan hanya sebagai hasil kajian ilmiah biasa, melainkan sebagai cermin nyata dari kompleksitas kehidupan masyarakat, terutama dalam kaitannya dengan hak-hak anak yang sering kali terabaikan. Ketika saya membaca dan mengkaji skripsi ini, saya merasa bahwa apa yang ditulis oleh penulis bukan hanya sekadar teks hukum yang dianalisis dalam ruang akademik, tetapi lebih jauh lagi: ini adalah suara anak-anak yang selama ini tidak terdengar, yang hak-haknya terlupakan oleh sistem dan budaya yang belum berpihak sepenuhnya pada mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun