Mohon tunggu...
Nanang A.H
Nanang A.H Mohon Tunggu... Penulis, Pewarta, Pemerhati Sosial

Penyuka Kopi Penikmat Literasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Filisida Maternal: Luka Sunyi di Balik Tragedi Ibu Mengakhiri Hidup Anaknya

8 September 2025   15:53 Diperbarui: 8 September 2025   17:26 169
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (sumber: Medcom.id via Metrotvnews) 

Kasus tragis terjadi di Kecamatan Banjaran Kabupaten Bandung Jumat (5/9) 2025 kembali mengguncang hati publik. Seorang ibu ditemukan tewas gantung diri setelah terlebih dahulu meracuni dua anaknya hingga tewas. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) seperti dikutip Antara, menyebut peristiwa ini sebagai filisida maternal, istilah yang mungkin terdengar asing, tetapi menyimpan makna kelam: seorang ibu yang mengakhiri hidup anaknya sendiri.

Meski terdengar mustahil, fenomena ini nyata dan diakui dalam literatur psikologi maupun hukum. Kata filisida berasal dari bahasa Latin filius (anak) dan cida (membunuh). Secara global, penelitian menunjukkan lebih dari separuh kasus pembunuhan anak dilakukan oleh orang tua kandung. Di Indonesia, KPAI bahkan menyebut sudah masuk fase "darurat filisida" karena dalam setahun rata-rata ada 60 kasus, atau lima hingga enam kasus setiap bulan.

Mengapa Seorang Ibu Bisa Tega Membunuh Anaknya?

Pertanyaan ini selalu menghantui setiap kali kasus seperti ini muncul di media. Bagaimana mungkin sosok yang dikenal sebagai sumber kasih sayang justru tega mengakhiri hidup anak kandungnya?

Peneliti asal Amerika Serikat, Phillip Resnick, sudah sejak 1969 mengelompokkan motif filisida ke dalam lima kategori:

  • Altruistik, ketika ibu percaya kematian anak dianggap "membebaskan" dari penderitaan.
  • Psikotik akut, terjadi akibat gangguan jiwa berat seperti halusinasi atau delusi.
  • Anak tak diinginkan, biasanya terkait kehamilan yang tidak direncanakan atau beban ekonomi.
  • Kematian tidak sengaja, akibat kekerasan berlebihan atau kelalaian.
  • Balas dendam pada pasangan, ketika anak dijadikan "alat" untuk menyakiti pasangan atau menjadi korban pasangan

Dalam kasus Bandung, banyak pihak menilai faktor kesehatan mental dan tekanan hidup menjadi latar belakang. Ini selaras dengan temuan berbagai studi: mayoritas ibu yang melakukan filisida mengalami gangguan kejiwaan serius seperti depresi berat, bipolar, atau psikosis pascapersalinan.

Postpartum Psychosis: Bayangan Gelap Usai Melahirkan

Banyak orang mengenal istilah baby blues mood swing ringan setelah melahirkan. Namun, ada kondisi yang jauh lebih berat dan berbahaya: postpartum psychosis. Kondisi ini dialami sekitar 1-2 dari 1.000 ibu baru melahirkan. 

Gejalanya bisa muncul tiba-tiba: delusi, halusinasi, depresi ekstrem, atau dorongan bunuh diri. Penelitian menunjukkan, bila tidak ditangani, sekitar 4 persen kasus postpartum psychosis bisa berujung pada filisida, dan 5 persen pada bunuh diri ibu.

Inilah yang membuat para psikiater menyebut postpartum psychosis sebagai emergency psychiatry kondisi gawat darurat psikiatri yang butuh penanganan segera, bukan sekadar konseling rutin. 

Sayangnya, di Indonesia banyak ibu tidak menyadari gejala ini, atau bahkan malu bercerita karena takut dicap "gila".

Tekanan Sosial dan Ekonomi yang Membebani

Selain faktor medis, filisida maternal juga sering dipicu tekanan sosial-ekonomi. Banyak kasus di Indonesia terkait utang, konflik rumah tangga, atau kehamilan tak diinginkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun