Seirama dengan dendang kalam dzuhur
Aku masih bersama renung yang belum selesai
Masih bertafakur di bawah sumringai orang-orang
Sebelum akhirnya kutoleh kepada panasnya siang, berizin padanya untuk pergi mencari teduh yang lain
Halnya manusia biasa yang turut bisa merasa
Gelisah dan pasrah telah lumrah dan tak lagi mahal
Demam tengah malam tak absurd lagi fiksi bagi ulama
Sakit hati sahabat utama
Bercanda dan tawa semakin dijatah
Berapa banyak silinder termuntahkan proyektil pekan ini?
Terangi langit-langit bagai kunang emas yang terbang di malam hari
Di Gaza, anak-anak terbiasa meski akhirnya menangis juga
Meratapi kacaunya nuansa di masa-masa indah usianya
Terangnya siang selalu saja terasa panjang dinantikan
Belum pergi atau usai luka hati melirik berita harian
Mereka yang sendirian, meluapkan sesak di setiap alun-alun jalanan
Merekap rasa di bawah terangnya siang, berusaha memapah kakinya, terus melawan lelah dan redupnya hati
Orang-orang tua yang bertanya tentang lukamu ada di mana
Entahlah Pak, aku juga masih belajar menghayati metafisika
Mencoba membenarkan keberadaannya
Meski setengah mati menjaga syukur dari nuansa merah
Seraya melukis manisnya kecup dunia, membuat warga palestina mengusap dada menoleh bani yang dahulu dimanja Nabi Musa
Created By : Â Nahar
Tanggerang, 19 Mei 2021
____________________________