Mohon tunggu...
Naftalia Kusumawardhani
Naftalia Kusumawardhani Mohon Tunggu... Psikolog - Psikolog Klinis (Remaja dan Dewasa)

Psikolog Klinis dengan kekhususan penanganan kasus-kasus neurosa pada remaja, dewasa, dan keluarga. Praktek di RS Mitra Keluarga Waru. Senang menulis sejak masih SMP dulu hingga saat ini, dan sedang mencoba menjadi penulis artikel dan buku.

Selanjutnya

Tutup

Parenting Artikel Utama

Orangtua Selalu Salah, Benarkah?

17 Maret 2024   16:49 Diperbarui: 19 Maret 2024   16:01 428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi keluarga. (Dok Pexels.com)

Seorang teman mengeluh. Katanya, "Kenapa orangtua selalu disalahkan kalau anak kita bermasalah? Padahal anak itu khan punya pikiran dan perasaannya sendiri, lha gimana orangtua selalu bisa mengendalikan supaya anak nggak punya masalah?" 

Sambil bersungut, dia melanjutkan kata-katanya. "Kalau semua hal disalahkan orangtuanya, ya nggak heran kalau ada orang yang nggak mau punya anak!" pungkasnya.

Iya sih ya.. Kalau semua kesalahan anak atau peristiwa yang menimpa anak selalu dibebankan ke orangtua, memang kesannya wajar ada pasangan suami istri yang enggan punya anak. Ribet! Repot! Plus bebannya berat sekali. Bawa masalahnya sendiri aja belum tentu kuat, apalagi ditambah harus bertanggung jawab seumur hidup atas mahluk yang namanya anak.

Siapa yang Dikenal Anak Pertama Kali?

Sebenarnya siapa yang dikenal anak pertama kali? Ibu, ayah, saudara, nenek, kakek, dan figur pengasuh lainnya. Beberapa tahun pertama kehidupan anak, ya hanya orang-orang itu saja yang dikenal bayi. 

Merekalah yang mengajari si bayi warna, kosakata, makanan, dan sebagainya. Aturan tidur, bermain, mandi, makan, semuanya ditentukan oleh orang-orang dewasa di sekitarnya. 

Kebayang nggak kalau mereka ngajarinnya salah? Tangan kanan dibilang tangan kiri, misalnya. Si bayi mana tahu kalau salah? Atau hidung disebut mulut, misalnya. 

Bayi baru akan paham kalau salah ketika dia masuk ke lingkungan sosial di luar keluarga. "Weeee... ternyata tangan kanan itu yang ini toh?" Kata si bayi waktu masuk kelas PAUD.

Orangtua punya kekuasaan untuk mengajarkan nilai-nilai, agama, dan aturan-aturan pada bayinya. Orangtua menentukan mana nilai-nilai yang dianggap baik, mana perilaku yang diterima dalam keluarga, dan aturan-aturan yang berlaku dalam rumah. Anak dididik untuk mengikuti. Dan orangtua memberikan konsekuensi kalau anak tidak patuh. 

Ini bicara dalam konteks keluarga yang normal dan normatif ya. Kalau orangtuanya kasar, lakukan kekerasan, dan menyimpang, ya semua bahasan itu tidak berlaku. Dengan kondisi didikan pertama adalah orangtua dan figur pengasuh lainnya, maka sangat wajar kalau masyarakat cenderung akan menuding orangtua sebagai penyebab utama lewat ungkapan: "Di mana sih orangtuanya? Kenapa orangtuanya nggak ndidik baik? Kenapa anak umur segitu dikasih perhiasan sih, nggak heran bikin iri orang lain? Kok sikap orangtuanya santai gitu? Gimana sih cara ndidiknya, kok anaknya nakal sekali?" dan sebagainya.

Ufff.. Kebayang sih ya beratnya kalau seperti itu kondisinya. Cuma sekarang kebayang khan, kalau orangtua selalu jadi pihak "tertuding" pertama ketika anaknya bermasalah. Pertanyaannya, sampai kapan terus menerus jadi tudingan semacam itu? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun