Hari ini pada tanggal 10/11/25 adalah pertemuan kedua mata kuliah Pendidikan Pancasila oleh Bpk. Study. Namun, sangat bdisayangkan sekali pertemuan kali ini tidak bisa bertatap muka lagi seperti mingu lalu, karena ada kegiatan pengalihan kelas sosialisasi. Namun, tugas dari beliau tetap harus berjalan, yaitu membuat catatan dari Kompasiana yang telah beliau share ke grub kelas. Untuk hari ini saya mengambil berita dari Kompasiana, yaitu berita yang lagi ramai di bicarakan tentang "Pergantian Menteri Keuangan Sri Mulyani" yang berjudul "Bahasa Kalbu di Tangga Birokrasi: Air Mata, Lagu, dan Kuasa dalam Perpisahan Sri Mulyani"
Pergantian Menteri Keuangan resmi melakukan pergantian pada tanggal 9/11/25 hari kemarin di gedung Djuanda, Jakarta. Pergantian beliau diiringi dengan Lagu "Bahasa Kalbu" yang berubah menjadi paduan suara sendu. Sri Mulyani berdiri di anak tangga tengah mengenakan Kebaya merah jambu muda dan bersanggul rapih membuatnya seperti tokoh yang dipahat dalam memori kolektif. Air matanya jatuh perlahan, berulang kali ia menyeka wajahnya, sementara pejabat di bawahnya ikut terisak. Tangga yang biasanya fungsional berubah jadi altar simbolik, tempat sebuah drama kuasa dipentaskan. Hari itu juga berubah menjadi teater birokrasi. Tubuh dan ruang dipakai untuk menciptakan makna. Barisan pejabat, lantunan lagu, dan langkah perlahan menuruni tangga adalah koreografi yang meneguhkan otoritas sekaligus membangun mitos tentang kepemimpinan.
Lagu "Bahasa Kalbu" sendiri menambah dimensi emosional. Ia seakan berkata bahwa ada sesuatu yang tak dapat disampaikan oleh kata-kata, hanya bisa dirasakan melalui hati. Air mata yang menetes pn mejadi medium komunikasi kuasa, ekspresi duka yang tidak hanya bersifat personal, melainkan juga ritual loyalitas. Sri mulyani dilepaskan bukan semata sebagai mantan atasan, melainkan sebagai figur "Ibu Bangsa" yang dihormati dengan kepedihan bersama.Â
Air mata bisa menjadi jendela, tetapi juga bisa menjadi tirai. Ia dapat memperlihatkan ketulusan, tetapi sekaligus menutupi struktur kuasa yang sesungguhnya. Perpisahan Sri Mulyani, dengan "Bahasa Kalbu" sebagai latarnya, memperlihatkan bahwa birokrasi modern bekerja bukan hanya dengan angka dan regulasi, tetapi juga dengan simbol, ritual, dan afeksi. Dan mungkin, justru di balik lagu sendu itulah bahasa kekuasaan berbisik paling keras mengajarkan kita bahwa politik tidak hanya hidup dalam kebijakan, tetapi juga dalam tangisan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI