Mohon tunggu...
Naely Suhaela
Naely Suhaela Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Reason is You

4 Januari 2017   17:57 Diperbarui: 4 Januari 2017   18:17 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kala sepi menghampiri kekosongan hati ditemani angin malam yang berhembus seakan menusuk tulang rusuk ini. Ku mainkan gitar  dan mengambil nada-nada sesuka hati, sambil bersandar di balkon jendela kamarku. Pikiranku menerawang saat pertama kali aku kenal dia mulai dari kelas X SMA waktu itu aku dan dia di tunjuk untuk mewakili sekolah kita lomba olimpiade biologi tingkat nasional, dari situlah aku mulai dekat dengan gadis yang berparas manis. Shania Junianatha namanya, gadis itu yang mampu menghipnotis hatiku hingga bayangannya selalu berkeliaran dipikiranku. Tapi hingga saat ini aku belum mampu mengungkapkan  perasaanku kepadanya. Payah? Memang ini kenyataannya.

Namaku Aditya Pradana Saputra selain menguasai bidang akademik sains khususnya biologi, aku juga dipilih sebagai kapten team basket disekolahku. Sedangkan Shania kini menjabat sebagai pimpinan umum ekstrakulikuler majalah dinding di sekolah. Saat ulang tahun Shania yang ke 17 aku rencana ingin mengatakan perasaanku kepadanya.

*****

Embun pagi membasahi tumbuhan alam sekitar dan sang surya mulai menampakkan dirinya. Hari ini aku sengaja berangkat ke sekolah lebih awal.

“tumben udah rapi? Biasanya aja jam segini baru mau mandi?” Tanya mama heran

“sengaja ma, oiya ma nanti Adit pulang rada sorean soalnya nanti Adit ada latihan basket.” Ujarku

“yaudah gapapa asal kamu pamit mama pasti mama ijinin kok” ucap mama sambil meyodorkan roti yang sudah disediain mama.

            Dengan lahapnya aku menyantap sarapan yang sudah disediakan mama untukku, setelah itu aku langsung berangkat ke sekolah. Sesampai di kelas hanya terlihat beberapa anak saja yang sudah duduk dibangkunya masing-masing, dari yang hanya sekedar membaca buku dan hanya yang sekedar ngerumpi. Akupun memasang headset ditelingaku sambil sekedar membaca novel yang aku bawa. 

“hei.. tumben lu Dit berangkat pagi?” sambar Sinka teman sekelasnya.

“sengaja, mau lihat lu” jawabku dengan muka datar tanpa memalingkan mataku dari novel

“Dih apa banget deh.. masih pagi juga” jawab Sinka.

            Satu jam pertama telah usai, kini memasuki jam ke 2, setelah beberapa menit akhirnya bel istirahat berbunyi. Aku melangkah menuju kantin bersama Nino teman sebangku ku. Di kantin aku bertemu Shania. Iya.. gadis yang selalu hadir dalam pikiranku, disana dia bersama dengan beberapa temannya.

“Hei shan!” sapaku

“hei.. Dit! Sini makan bareng sama kita” ujar Shania sambil menunjuk bangku kosong disampingnya.

“iya Shan makasih, tapi aku mau sama temen aku aja yang disana!” Jawabku.

“Oh..” Shania menganggukkan kepalanya. Aku tersenyum dan mulai berjalan menuju teman-temanku.

“Tuhan mengapa jantung ini berdetak lebih cepat ketika melihat senyumnya, aku tahu ini yang namanya cinta, mohon jaga dia Tuhan, aku ingin melihat dia selalu tersenyum bahagia seperti itu”. Batinku sesekali memandanginya dari jauh.

Setelah beberapa jam, beberapa menit, beberapa detik terlewati akhirnya jam pelajaran telah usai, kini saatnya aku kembali lagi menapakkan kaki di lapangan basket setelah beberapa hari karena lomba olimpiade biologi. Saat aku latihan sesekali aku melihat Shania yang juga berada disitu sambil memegang sebuah kamera digital. Disela-sela latihan aku sengaja menepi ke lapangan dengan alasan mengambil minum.

“Shan, ngapain? Mau motret aku yah?” candaku.

“sumpah, PeDe banget kamu! aku ini mau ngambil gambar kalian buat majalah tahunan sekolah kita, karena tim fotografer nggak bisa, ya terpaksa aku ambil alih sendiri tugasnya” jelasnya.

“oiya aku request yah! Ambil foto gue pas lagi ngeshoot bola ke ring!” ucapku.

“iya-iya capt! Siap!” ujarnya.

“makasih Nju” aku mengacak-acak rambutnya dan kembali tengah lapangan bareng yang lain.

“Adit ihh!” Shania mengerucutkan bibirnya.

Shania P.O.V

“Tuhan.. kuatkan aku! Dia hanyalah patnerku dalam lomba biologi, memilikinya hanyalah angan-angan bagiku! Toh pasti banyak cewek-cewek cantik yang deket sama dia.” Ucapku dalam batin.

            Aku mulai merasakan hal yang tak biasa dalam hatiku saat aku dekat dengan dia. Aku sering bertanya-tanya dalam hatiku sendiri, apakah aku mulai ada rasa sama dia? Kenapa setiap didekatnya aku selalu merasakan kenyamanan? Apa karena aku dari kelas X selalu sering berjumpa dengannya? Inikah cinta? Aku harap iya.

P.O.V End

Latihan sore ini selesai, aku segera menuju ruang ganti baju untuk mengganti bajuku yang dibasahi keringat. Saat aku hendak pulang aku melihat Shania yang berdiri di depan pintu gerbang sambil menolah-noleh ke arah kanan kiri. Ku lajukan motorku ke arah Shania berdiri.

“Shan.. belum pulang?”

“belum, ini masih nunggu kak Ve jemput, tapi kok enggak nongol-nongol ya? Mana udah sore lagi, kalau nyari taksi kan susah jam segini!” ucap Shania cemas.

“yaudah kamu kabarin kak Ve enggak usah jemput, kamu pulang bareng aku aja.. lagian rumah kita kan searah!” tawarku.

“eh enggak usah Dit, nanti kamu repot lagi!” ujar Shania

“halah pake kata-kata repot lagi! Aku enggak ngerasa direpotin kok! Lagian dulu waktu kita mau lomba, kamu juga sering bareng aku kan? Udah ayo cepetan keburu mataharinya tenggelam lhoh!” ucapku sambil menarik tangan Shania kearah boncengan belakang.

            Senangnya akhirnya aku bisa kembali berada didekatmu. Aku pun merasakan ada yang melingkar di perutku, saat aku menengok ke bawah ternyata tangan Shania telah melingkar di perutku. Tak biasanya Shania berpegangan seerat ini.

“makasih Dit!” ucap Shania sambil mengelus lengan kiri ku

“iya sama-sama.” Sahutku.

Shania P.O.V

 Hari ini aku bahagia karena Adit kembali mengantarkanku pulang. Aku pun menghempaskan tubuhku di kasur sambil mensurvei hasil jepretanku di lapangan basket. Dan akhirnya…

“Ohh God! Kenapa yang gue jepret kebanyak foto Adit?” ucapku

“tamat deh riwayat gue besok! Pasti jadi bahan tubir anak-anak mading” gumamku sambil menggela nafasku yang sempat tertahan karena kaget.

Beberapa foto Adit aku ambil dan aku pindahin ke laptop ku, dan saat itu...

“cie.. ganteng tuh cowok! Boleh dong kenalin ke kakak!” ujar kak Ve dari arah belakangku.

“kakakkkk! Kenapa masuk enggak ngetok pintu dulu sih?” sahutku dengan nada teriak.

“Ye... itu pintu kan enggak kamu tutup adikku yang manis, tapi lebih manisan kakaknya.. Itu siapa? Tumben kamu nge-save foto cowok ganteng?” ucapdada Ve

“Dih.. Manisan akunya lah, emm dia temen aku di sekolah” jawabku ketus.

“boleh lah kakak minta nomer hp nya atau kalo enggak ya pin nya juga boleh” ujar kak Ve dengan nada mengoda.

“enggak boleh! Kakak kan udah punya kak Deva! Masih aja mau ngembat yang brondong” ledekku

“Hahaha.. Udah sana makan! Udah ditungguin mama sama papa di meja makan.” Jawab Kak Ve

“iya-iya.” Sahutku.

P.O.V End.

Mentari pagi mulai menghangatkan isi bumi. Aku beranjak dari tempat tidurku dan mulai bersiap-siap ke rutinitas seperti biasa. Sesampai di sekolah aku duduk di kelas sambil memasang headphone dan memutar beberapa lagu yang ada di daftar playlistku. Disela-sela pandanganku yang tertuju ke arah luar kelas, lewatlah sosok gadis manis, dan tinggi. Dia berjalan dengan santainya melewati kelasku.

“Wayoloooh.. ketahuan curi pandang Shania” ucap Mario dari arah samping.

“apaan sih!” jawabku kaget melepas headphoneku.

“lu suka ye? Sama doi?” Tanya Mario.

Aku hanya menimpuk Mario dengan buku yang ada di hadapanku.

“Aduhhhh! Sensitip amat sih? Pms ya?” Tanya Mario ngaco.

“lagian lu nanya yang aneh-aneh aja!” jawabku sengak.

“lha pandangan mata lu waktu Shania lewat seolah-olah ada yang special gitu sama dia!” jelas Mario.

“diem lu ah, bawel! Lu kata nasi goreng kali pake special” ucapku sambil meninggalkan Mario keluar kelas.

            Setelah beberapa jam pelajaran berlangsung, akhirnya bell istirahat berbunyi. Aku pun melangkahkan kakiku menuju kantin. Segera aku pesan bakso dan duduk dibangku sudut pojok kantin.

“Hei Dit, kok sendirian? Boleh gabung?”

“Eh Shan, iya boleh, duduk aja! tadinya sih aku mau sama Mario tapi katanya dia ada rapat OSIS.” Jelasku.

“oiya Dit, aku mau wawancara nih sama kamu tentang ekstra basket buat majalah akhir tahun sekolah kita.” Ucap Shania.

“kamu masih jabat jadi Pimpinan Umum mading ya? Kok belum ada pergantian generasi? Kan kita udah kelas XII?” tanyaku .

“iya, ini juga terakhir aku mengabdi di mading, bulan Februari kan deadline cetak majalahnya, nah abis itu ada pergantian jabatan deh. Lha kamu kok juga masih jabat jadi kapten basket sih? Kan seharusnya kamu udah pensiun?” jelasnya dan balik Tanya.

“2 minggu kedepan ada pelantikan kapten basket.” Ucapku singkat.

“jadi gimana? Kapan aku bisa wawancara?” Tanya Shania kembali.

“emm.. sabtu malam kamu ada acara apa enggak?” tanyaku.

"enggak ada, kenapa?” ucapnya

“yaudah sabtu malam kamu aku jemput, sekalian hangout, kan udah lama kita enggak jalan, terakhir kita jalan waktu selesai lomba dulu.” Ucapku

“oke siap deh.” Ucapnya.

Selesai makan kita pun kembali ke kelas masing-masing. Entah apa ini yang aku rasakan, jantung berdegup kencang dan hatiku sumringah bisa mengajak jalan Shania. Hari yang ditunggu pun tiba, aku bergegas menjemput Shania.

Kami pun pergi ke sebuah cafe. Sesuai dengan janjiku malam ini Shania mewawancarai ekstra basket. Setelah wawancara selesai kami pun berbincang-bincang.

“habis ini kamu mau ngelanjutin kemana Shan?” tanyaku membuka percakapan.

“Entah, Unpad mungkin.” Jawabnya.

“cieelah Unpad.”

“lha kamu sendiri mau ngelanjutin kemana Dit?” Tanya Shania.

“papah dipindah tugaskan di Singapura, ya mau enggak mau aku sekeluarga pindah kesana begitu juga dengan kuliahku.” Ucapku.

Tiba-tiba Shania tersedak.

“kamu enggak apa-apa Shan? Minum dulu gih!” ucapku menyodorkan minum.

“makasih Dit.” Jawabnya.

Beberapa menit telah terlewati. Aku mengantarkan Shania pulang karena malam sudah semakin larut.

Sebenarnya aku sulit menerima kenyataan bahwa aku harus pisah denganmu, mungkin hanya waktu yang dapat mempertemukan kita kembali Shan.

            Waktu terus berjalan, aku menghempaskan tubuhku di kasur. Sampai kapan rasa ini harus aku pendam, mulut ini tiba-tiba bungkam di depan Shania, satu hal yang paling aku takuti ketika Shania mengucapkan kata “MAAF”.

Hari demi hari, waktu demi waktu telah terlewati. Ujian Nasional pun telah usai. Kini tinggal menunggu hasil kelulusan. Ini yang aku takuti, berpisah dengan kamu, ya kamu yang membuat jantung ini bisa bedegup kencang, kamu yang mampu melelehkan hati ini, kamu yang bisa membuat mata ini terhipnotis walau hanya dengan senyumanmu.

“Dit, hari kamis kita berangkat ke Singapura! Barang-barang mu segera di packing.” Ucap papa dari ruang keluarga.

“lhoh pah Adit kan belum lulusan?” jawabku sambil duduk di sofa samping papah.

“papah udah nyuruh om Andre buat ngurus kelulusanmu.” Sambar mamah dengan membawa secangkir teh hangat.

“kok buru-buru banget pah?” lanjut tanyaku.

“iya, kita belum beres-beres rumah disana toh kamu juga harus survey kampus disana kan.” Jelas papah.

Setelah berbincang-bincang dengan papah dan mamah aku melangkah menuju kamar. Tak henti-hentinya aku memandangi foto Shania yang sengaja aku ambil saat kita hangout.

“Adit..” Panggil Naomi dari arah belakang.

Aku pun menoleh dan hanya melemparkan senyum kecilku.

“kita ke kantin yuk!” ajaknya sambil merangkul tanganku.

“tapi mi, aku ada..” ucapku kepotong

“udah ayo.” Ucap Naomi menarikku

“cobain deh..”  ucap Naomi menyodorkan suapan.

Shania P.O.V

Tuhan ada apa dengan hati ini? Rasanya seperti disayat-sayat melihat mereka berdua. Cinta memang mampu menenangkan hati bahkan mampu membutakan segalanya tapi kenapa rasa sakit hati selalu mendampingi rasa cinta?

“ayo Shan kamu harus kuat! Enggak boleh cengeng!” ucapku dalam hati dengan air mata yang mulai aku tahan.

            Aku bahagia jika Adit bahagia, itu adalah pilihan Adit, sebagai sahabat aku harus tetep mensupportnya.Bentar, sahabat? Bukannya aku ingin lebih? Mencoba tangguh dihadapannya meski hati ini rapuh.

P.O.V End

Waktu berputar dengan cepat, kini hari terakhirku berada di Indonesia. Pakaian, maupun barang-barang lain sudah di packing Malam ini aku sengaja pergi ke rumah Shania untuk melihat senyumnya sebelum aku pindah ke Singapura.

Tok..tok..tok..

Klek..

“lhoh Adit, tumben dateng malem-malem, ada apa?” Tanya Shania

“Nggak pa-pa cuma pengen main aja.” ucapku singkat.

“yaudah sini masuk dulu!” ajak Shania.

“di luar aja Shan sambil lihat bintang.” Ucapku

“kamu apa kabar sama Naomi?” Tanya Shania.

“Naomi?” ucapku heran

“eh langitnya bagus yah? Bintangnya tumben banyak.” lanjut Ucapku mengalihkan pembicaraan.

“iya.” Jawab Shania singkat.

Setelah berbincang-bincang, aku pun pamit. Dengan reflek aku memeluk Shania erat.

“makasih buat selama ini ya? Jaga dirimu baik-baik” ucapku

Shania hanya bengong mendengarkan ucapanku.

Keesokan harinya, tepat pukul 07.00 WIB aku berangkat ke Bandara. Aku berharap malam itu bukan malam terakhir aku melihat senyummu, semoga kita bisa bertemu lagi dilain waktu.

Shania P.O.V

Aku enggak mengerti apa yang diucapkan Adit tadi malam.

“Mar, Adit enggak berangkat?” tanyaku pada Mario teman sebangku Adit.

“lhoh Adit tadi pagi kan udah pindah ke Singapura Shan!” jawab Mario polos.

Aku terdiam sesaat, aku jadi mengerti apa yang diucapkan Adit tadi malam.

            Beberapa bulan kemudian, kini tibalah bulan Juni. Semua undangan ulang tahunku telah aku sebar dan hanya tersisa satu undangan yang bertuliskan nama Adit.

“Cuma dipandangin, undangan itu mana bisa ngomong Shan.. Coba kamu hubungi Adit deh siapa tahu dia bisa dateng.” Ucap kak Ve.

“enggak mungkin kak, masa iya dia jauh-jauh dari Singapura datang ke Indonesia hanya untuk hadir di pesta ulang tahunku? Ngaco deh!” jawabku.

“dicoba kan enggak ada salahnya.” Ucap kak Ve.

Aku hanya terpaku memegang undangan itu. Malam harinya, pesta pun dimulai. Kue tart dengan lilin bertuliskan angka 17 dibawa kak Ve dan sudah siap dihadapanku.

“cie udah gede sekarang, ayo sebelum ditiup lilinnya make a wish dulu!” ucap kak Ve

“sulit bagiku melupakan dia, aku berharap dia mampu mengerti apa yang saat ini aku rasakan, aku hanya ingin mengatakan bahwa aku rindu dia!” ucapku dalam batin dengan memejamkan mataku.

Saat aku membuka mata, dan tiba-tiba..

“Adiit!” Ucapku kaget karena yang berdiri dihadapanku saat ini bukan lagi kak Ve melainkan Adit.

P.O.V. End

Akhirnya aku bisa melihatnya kembali, kami pun berbincang-bincang di balkon lantai 2.

“Happy Birthday ya Shan.” Ucapku sambil menatap matanya.

“makasih Dit.” Jawabnya.

Hari ini aku harus mengatakan sejujurnya tentang perasaanku padanya. Aku pun meraih kedua tangannya.

“Shan… ada sesuatu yang harus aku bicarakan.” Ucapku

“Apa?” Tanya Shania

“Sebenarnya aku sayang sama kamu sejak dari kita kenal.” Ucapku dengan natap matanya.

Shania hanya diam…

“Dit.. ak.. akuu.” Ucap Shania terbata-bata.

“apapun yang kamu katakana aku siap Shan, yang penting aku udah lega bisa jujur dengan perasaanku.” Jelasku.

“aku juga sayang sama kamu Dit, tapi sayangnya kamu udah ada Naomi.” Ucap Shania lesu.

“Naomi? hahaha Dia bukan siapa-siapaku kali Shan, dianya aja yang ganjen sama aku. Cie jadi ceritanya kamu cemburu?” godaku.

“ihh.. Nggak! buat apa coba” bantahnya

“jadi kita?” tanyaku

“apa ya?” ucapnya.

Shania langsung menarik tanganku dan memelukku. Aku tersenyum dalam pelukkannya.

“aku seneng bisa berada di dekatmu. Aku harap kita bisa selalu bersama-sama lagi.” Ucapku.

LDR ya Long Distance Relationship yang kini aku jalani dengan Shania, kami saling berjanji satu sama lain untuk saling percaya, dan aku percaya suatu saat nanti waktu yang akan menyatukan kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun