Warga Kalurahan Gading V, VI, dan VII yang berada di Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, kembali menggelar tradisi tahunan Rasulan pada hari Senin (9/6/2025). Tradisi ini merupakan salah satu warisan budaya tak benda yang masih dijaga dengan baik oleh masyarakat setempat. Rasulan, atau yang juga dikenal sebagai bersih desa, merupakan bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Kegiatan ini dilaksanakan secara turun-temurun oleh leluhur, dan hingga kini tetap dijaga pelaksanaannya setiap tahun pada hari Senin Pahing di bulan Besar (Dzulhijjah dalam penanggalan Jawa).
Tradisi Rasulan melibatkan seluruh elemen masyarakat tanpa memandang usia, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Semangat gotong royong dan kebersamaan sangat terasa dalam setiap rangkaian kegiatan yang dilakukan.
Salah satu kegiatan inti dalam Rasulan adalah acara kondangan atau kenduri, yakni bentuk perjamuan makanan yang menjadi wujud syukur bersama kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Padukuhan Gading V, kenduri dilaksanakan dalam dua sesi. Sesi pagi dilakukan di masing-masing RT, sementara sesi siang digelar bersama-sama di Balai Dusun.
Setiap rumah tangga membawa sajian makanan khas untuk dibagikan dalam kenduri. Ragam hidangan yang dibawa sangat bervariasi, mulai dari nasi uduk lengkap dengan ayam ingkung dan sambal rawis, buah-buahan, hingga jajanan tradisional. Makanan-makanan ini disusun dalam tenggok atau senik, yaitu wadah tradisional yang biasa digunakan untuk membawa makanan.
Di RT 09, misalnya, masyarakat melakukan persiapan kenduri sejak hari sebelumnya. Mereka bergotong royong memasak jenang di rumah Ketua RT, yang juga menjadi tempat pelaksanaan kenduri pada keesokan harinya. Kegiatan ini bukan sekadar memasak, tetapi menjadi ruang berkumpul yang mempererat kebersamaan warga.
Salah satu ciri khas menarik dari tradisi ini adalah penggunaan sarangan sebagai wadah pembagian makanan setelah doa bersama. Sarangan merupakan anyaman blarak atau pelepah pohon kelapa, yang dirakit menggunakan tali bambu dan dialasi daun pohon jati. Wadah ini bukan hanya unik, tetapi juga ramah lingkungan.
"Saya yang membuat sarangan ini. Biasanya saya mulai membuat sore atau malam sebelum acara kondangan," ujar Pak Senen, salah satu warga RT 09, yang rutin membuat sarangan setiap tahun.
Setelah pembacaan doa dan ucapan syukur dipanjatkan, makanan-makanan yang sudah dibawa akan dibagikan kepada semua peserta menggunakan sarangan. Setiap rumah bisa memperoleh dua hingga enam sarangan, tergantung jumlah anggota keluarga dan makanan yang dibawa.