Mohon tunggu...
Nadzifahdurroh Khasanah
Nadzifahdurroh Khasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa/UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Nadzifahdurroh Khasanah [24107030031]

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Back to Earth : Sarangan di Tradisi Rasulan

9 Juni 2025   19:57 Diperbarui: 9 Juni 2025   19:56 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Dokumen Pribadi 

Warga Kalurahan Gading V, VI, dan VII yang berada di Kapanewon Playen, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, kembali menggelar tradisi tahunan Rasulan pada hari Senin (9/6/2025). Tradisi ini merupakan salah satu warisan budaya tak benda yang masih dijaga dengan baik oleh masyarakat setempat. Rasulan, atau yang juga dikenal sebagai bersih desa, merupakan bentuk ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang melimpah. Kegiatan ini dilaksanakan secara turun-temurun oleh leluhur, dan hingga kini tetap dijaga pelaksanaannya setiap tahun pada hari Senin Pahing di bulan Besar (Dzulhijjah dalam penanggalan Jawa).

Tradisi Rasulan melibatkan seluruh elemen masyarakat tanpa memandang usia, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Semangat gotong royong dan kebersamaan sangat terasa dalam setiap rangkaian kegiatan yang dilakukan.

Salah satu kegiatan inti dalam Rasulan adalah acara kondangan atau kenduri, yakni bentuk perjamuan makanan yang menjadi wujud syukur bersama kepada Tuhan Yang Maha Esa. Di Padukuhan Gading V, kenduri dilaksanakan dalam dua sesi. Sesi pagi dilakukan di masing-masing RT, sementara sesi siang digelar bersama-sama di Balai Dusun.

Sumber : Dokumen Pribadi
Sumber : Dokumen Pribadi

Setiap rumah tangga membawa sajian makanan khas untuk dibagikan dalam kenduri. Ragam hidangan yang dibawa sangat bervariasi, mulai dari nasi uduk lengkap dengan ayam ingkung dan sambal rawis, buah-buahan, hingga jajanan tradisional. Makanan-makanan ini disusun dalam tenggok atau senik, yaitu wadah tradisional yang biasa digunakan untuk membawa makanan.

Di RT 09, misalnya, masyarakat melakukan persiapan kenduri sejak hari sebelumnya. Mereka bergotong royong memasak jenang di rumah Ketua RT, yang juga menjadi tempat pelaksanaan kenduri pada keesokan harinya. Kegiatan ini bukan sekadar memasak, tetapi menjadi ruang berkumpul yang mempererat kebersamaan warga.

Salah satu ciri khas menarik dari tradisi ini adalah penggunaan sarangan sebagai wadah pembagian makanan setelah doa bersama. Sarangan merupakan anyaman blarak atau pelepah pohon kelapa, yang dirakit menggunakan tali bambu dan dialasi daun pohon jati. Wadah ini bukan hanya unik, tetapi juga ramah lingkungan.

"Saya yang membuat sarangan ini. Biasanya saya mulai membuat sore atau malam sebelum acara kondangan," ujar Pak Senen, salah satu warga RT 09, yang rutin membuat sarangan setiap tahun.

Setelah pembacaan doa dan ucapan syukur dipanjatkan, makanan-makanan yang sudah dibawa akan dibagikan kepada semua peserta menggunakan sarangan. Setiap rumah bisa memperoleh dua hingga enam sarangan, tergantung jumlah anggota keluarga dan makanan yang dibawa.

Sumber : Dokumen Pribadi
Sumber : Dokumen Pribadi

Kegembiraan tak hanya terasa di kalangan orang dewasa. Anak-anak pun terlihat sangat antusias menantikan pembagian sarangan. Sesampainya di rumah, makanan dalam sarangan biasanya langsung dibuka dan dinikmati bersama keluarga dalam suasana hangat dan penuh kebersamaan. Kebiasaan makan bersama atau kembulan ini semakin mempererat hubungan antaranggota keluarga.

Kehadiran sarangan dalam tradisi ini menjadi simbol penting yang mengandung nilai-nilai pelestarian lingkungan sekaligus pelestarian budaya lokal. Di tengah maraknya penggunaan wadah plastik sekali pakai, sarangan menjadi bukti bahwa masyarakat masih bisa mengandalkan bahan-bahan alami yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar. Selain itu, proses pembuatan sarangan juga memperlihatkan kearifan lokal dan keterampilan tangan masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Nilai-Nilai yang Terkandung dalam Tradisi Rasulan

Tradisi Rasulan tidak sekadar perayaan atau rutinitas tahunan. Di balik setiap rangkaian acaranya, tersimpan berbagai nilai yang sangat relevan dengan kehidupan bermasyarakat. Beberapa nilai penting yang bisa diambil antara lain:

  1. Syukur kepada Tuhan - Tradisi ini mengajarkan pentingnya bersyukur atas segala berkah, khususnya hasil panen, sebagai sumber kehidupan masyarakat agraris.
  2. Gotong Royong -- Setiap persiapan dan pelaksanaan acara dilakukan secara bersama-sama. Ini menunjukkan kekuatan kolektif dalam masyarakat yang saling membantu tanpa pamrih.
  3. Pelestarian Budaya -- Kenduri, penggunaan sarangan, hingga sajian makanan tradisional menunjukkan betapa pentingnya menjaga dan mewariskan budaya leluhur.
  4. Kepedulian terhadap Lingkungan -- Dengan memilih bahan alami seperti pelepah kelapa dan daun jati sebagai wadah makanan, masyarakat turut berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan.
  5. Kebersamaan dan Toleransi -- Rasulan menjadi ajang berkumpul yang menyatukan semua kalangan. Perbedaan latar belakang tidak menjadi penghalang untuk saling berbagi dan menghormati.

Rasulan bukan hanya tentang makanan atau ritual. Ia adalah refleksi dari identitas masyarakat, penghormatan terhadap alam, dan pengingat bahwa keberkahan hidup akan lebih terasa ketika dirayakan bersama. Semoga tradisi seperti ini terus dilestarikan dan menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk mencintai budaya dan lingkungan sekitarnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun