Langkah kaki saya terhenti sejenak saat melewati sudut kampus Universitas Budi Luhur. Bukan karena lelah, tapi karena takjub. Siapa sangka, benda-benda yang kerap kita anggap sampah seperti botol plastik dan tutup botol bisa menjelma menjadi karya seni yang estetik dan sarat makna lingkungan?
Di Bank Sampah Universitas Budi Luhur, botol-botol plastik bekas minuman tak hanya dikumpulkan lalu dijual. Mereka disulap menjadi karya seni menyerupai seperti patung, yang dimana menjadi elemen estetika sekaligus simbol kepedulian lingkungan. Sementara itu, tutup-tutup botol beraneka warna menghiasi tangga menuju bank sampah dalam bentuk pola bunga yang cantik. Tak ketinggalan, pot gantung dari botol bekas yang telah dicat dengan motif artistik yang bisa mempercantik ruang dalam maupun luar. Semua ini membuktikan bahwa daur ulang bukan hanya tentang pengelolaan sampah, tapi juga tentang kreativitas dan cinta pada bumi.
Lahir dari kepedulian terhadap anak-anak kurang mampu di kawasan RW 02 Kelurahan Petukangan Utara, Jakarta Selatan, sekelompok relawan membentuk sebuah "pondok cerdas" pada tahun 2006. Inisiatif ini ditujukan untuk anak-anak usia dini yang tidak memiliki akses pendidikan layak. Semangat tersebut tumbuh seiring waktu, menjangkau anak-anak sekolah dasar hingga menengah pertama, seiring bertambahnya relawan yang terlibat. Tahun 2009 menjadi tonggak penting ketika mereka mendapat dukungan dari LKM Putra Harapan Baru melalui program PNPM Mandiri Perkotaan, hingga akhirnya berdirilah bangunan PAUD yang memperkuat komitmen mereka dalam membangun masyarakat dari akar rumput.
Perjalanan ini kemudian membawa mereka berkenalan dengan Universitas Budi Luhur pada 2013 lewat program kemitraan CSR yang berfokus pada edukasi pengelolaan sampah berbasis 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Dari sinilah, kelompok relawan membentuk KSM Nyiur Petani Sampah dan mulai menggagas perubahan di lingkungan kumuh seperti Kampung Belakang Kamal, Jakarta Barat. Proses panjang ini akhirnya melahirkan Bank Sampah Budi Luhur pada 2016, atas permintaan masyarakat dampingan yang ingin terus belajar.
Umi itu hanya punya satu modal sajuta bukan duit ya, tapi sabar, jujur, dan tawakal ," ujar Umi Tutik, sosok yang kini dipercaya sebagai koordinator Bank Sampah Budi Luhur dan juga founder dari  Bank Sampah Budi Luhur. Bagi Umi, modal spiritual dan karakter itulah yang membuat gerakan ini bertahan. Kata-kata tersebut bukan sekadar slogan, melainkan fondasi yang menopang perjalanan panjang para relawan dalam membangun perubahan nyata, tanpa menuntut balasan apa pun, kecuali kebermanfaatan.
Â
Pengelolaan sampah di Universitas Budi Luhur bukan hanya soal mengajak orang memilah sampah, tapi juga jadi ruang munculnya banyak ide kreatif yang menarik. Mulai dari mahasiswa, dosen, staff kampus, sampai petugas kebersihan semuanya ikut andil dalam memilah sampah dari sumbernya. Hasilnya, sampah-sampah yang tadinya dianggap tidak berguna bisa diolah jadi barang-barang yang bermanfaat dan punya nilai jual.
Misalnya saja, botol-botol serta tutup botol plastik bekas dicacah dan diproses dengan mesin hingga bisa dibentuk jadi bangku yang kuat dan estetik. Ada juga bungkus minuman seperti kopi, teh, dan nutrisari yang disulap jadi tas, dompet, hingga untuk souvenir kampus yang unik dan ramah lingkungan.