Mohon tunggu...
Nadia Retno Indriani
Nadia Retno Indriani Mohon Tunggu... Mahasiswa - 101190238 HKI I

HAPPY FUN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Urgensi Masail Fiqhiyah Pada Pandemi Covid 19

28 November 2021   21:19 Diperbarui: 28 November 2021   21:28 766
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

URGENSI MASAIL FIQHIYAH PADA PANDEMI COVID 19

PENDAHULUAN

Hukum islam mengatur berbagai masalah kehidupan yang detail. Hukum islam sendiri diadakan oleh Allah SWT untuk umat-NYA yang dibawa oleh seorang nabi yaitu Nabi Muhammad SAW. Di dalam hukum islam sendiri mengatur baik hukum yang berhubungan dengan aqidah (kepercayaan) maupun hukum-hukum yang berhubungan dengan amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh umat muslim di dunia.

Ada beberapa hal yang baku atau tidak dapat dirubah yaitu yang berkaitan dengan ibadah kita kepada Allah khusus nya, seperti syahadat, sholat, zakat puasa dan haji. Tetapi ada beberapa hal yang secara dinamis ada karena berkembangnya jaman, waktu dan tempat salah satunya yaitu muamalah yang berarti hubungan manusia dengan manusia dan alam semesta ini. Begitupun ilmu hukum kontemporer yang berkembang  mengenai pertanyaan yang belum ada jawabannya, yaitu masail fiqhiyah.

Masail fiqhiyah merupakan salah satu disiplin ilmu fikih yang berkembang karena banyaknya permasalahan yang muncul di tengah-tengah masyarakat baik itu berupa ibadah, ekonomi, aqidah, sandang, pangan, kesehatan, sosial yang belum ada nash nya dari berbagai madzab. Di ilmu ini sangat menarik untuk dibicarakan karena masalah yang dibahas sangat unik dan sekaligus problematik.

PEMBAHASAN

Pada masa COVID 19 saat ini, banyak masalah kontemporer yang muncul, salah satunya mengenai ibadah. Beberapa belakangan ini marak peraturan baru dari pemerintah mengenai sholat berjamaah yang jaraknya kurang lebih 1 meter dari makmum satu dengan makmum lainnya. 

Peraturan tersebut awalnya tidak diterima oleh masyarakat dengan alasan tidak sesuai dengan sunnah nabi SAW, yaitu merapatkan shaf dan ada juga yang memahami bahwa tumit jamaah harus berhimpitan. Padahal pada dasarnya mereka hanya ingin mempertahankan status quo dalam hal ibadah, mereka tidak mau melihat sunnah lainnya pada saat masa pandemi.

Banyak kalangan masyarakat masih berfikir bahwa hukum sholat dengan jamaah bisa disatukan. Padahal hukum sahnya sholat yaitu terpenuhinya rukun-rukun sholat, sedangkan hukum berjamaah hanya merupakan sunnah diluar sahnya sholat itu sendiri. 

Dalam pandangan masail fiqihiyah masalah tersebut tidak dapat dicampuradukkan hukumnya, meskipun telah bercampur antara hukum sholat dengan hukum berjamaah menjadi kebiasaan di masyarakat kita. 

Sholat berjamaah jaga jarak yang dilakukan di masjid-masjid hukumnya tetap sah karena telah memenuhi rukun sholat, walaupun antara imam dengan makmum jaraknya jauh dan tidak lebih dari 300 hasta. 

Hal ini dijelaskan dalam kitab Minhaj al-Qawim, bahwa sholat berjamaah tetap sah jika hanya mereka berdua (imam dan makmum) yang berada dalam satu masjid ataupun beberapa masjid, yang pintu-pintunya terbuka atau jika ditutup pun tidak dikunci mati. Menurut madzab Syafi'i dan madzab Hambali satu hasta setara dengan 61,834 cm (dibulatkan menjadi 62 cm). 

Sedangkan masalah jaga jarak ketika sholat tidak mempengaruhi sah nya sholat tersebut, dan ketika dalam masalah ini adanya penyakit yang bisa saja tertular karena berdempetan maka hukum untuk menjaga jarak ketika sholat adalah sunnah.

Tidak hanya sholat berjamaah yang menjadi isu ketika pandemi COVID 19 kemaren, ada juga peraturan mengenai sholat jum'at. Kita tau bahwa hukumnya sholat jumat sendiri ialah wajib bagi laki-laki dan harus melibatkan banyak orang. 

Fatwa MUI Nomor 14 tahun 2020 yang dirilis pada hari senin (16/03) menyebutkan bahwa kawasan yang berpotensi penularannya tinggi atau biasa kita sebut dengan Zona Merah maka boleh meninggalkan sholat jumat dan menggantikannya dengan sholat zuhur di rumah masing-masing, serta meninggalkan jamaah sholat lima waktu/rawatib, terawih, dan shoat Ied.

Untuk kawasan yang berpotensi penularannya rendah wajib menjalankan ibadah sebagaimana biasanya dan wajib menjaga diri dengan mentaati protokol pemerintah yaitu seperti tidak kontak fisik secara langsung (bersalaman, berpelukan, cium tangan), membawa sajadah sendiri, dan sering membasuh tangan dengan sabun dan air mengalir. 

Di dalam Fatwa MUI tersebut juga mengatur tentang bagaimana mengurus jenazah di masa pandemi. Apabila jenazah terpapar virus COVID 19 maka pengurus jenazah (tajhiz jenazah) harus memandikan dan mengkafani sesuai protokol medis, dengan tetap memperhatikan ketentuan dalam syariat. 

MUI juga memberikan saran agar umat islam semakin mendekatkan diri kepada sang pencipta dengan memperbanyak ibadah, istighfar, dzikir, memperbanyak shalawat, sedekah dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT agar diberikan perlindungan dan keselamatan dari segala musibah dan marabahaya, khususnya dari wabah COVID 19.

Persoalan pandemi yang dialami masyarakat kita seperti diatas sama sekali belum pernah terjadi pada waktu lalu, tetapi diqiyaskan dengan Thoghun atau Pagebluk pada masa Rasulullah walaupun dengan situasi yang berbeda. Pada masa Rasulullah, umat islam dalam menghadapi persoalan langsung menanyakan pada Rasulullah dan dijawab berdasarkan wahyu yang haq dari Allah, sehingga tidak mungkin diragukan lagi kebenarannya. 

Namun semua berubah ketika Rasulullah wafat dan membuat terputusnya wahyu dari Allah. Seiring berjalannya waktu persoalan muncul dengan berbagai variasi, pada masa sababat, tabi'in hingga seterusnya mereka memerlukan metode ijtihad untuk menetapkan hukum dengan berlandasan utamanya adalah kemaslahatan pada masalah-masalah yang jelas tidak melanggar akidah dan ahlak.

Disini masail fiqhiyah berperan penting untuk membantu menyelesaikan masalah kontemporer yang bersifat baru tetapi bukan pembaharuan atau bid'ah dengan melalui metodologi ilmiah, sistematis, dan analitas. Tapi dari sudut fiqh, penyelesaian suatu masalah dikembalikan kepada sumber pokok ajaran islam yaitu (al-qur'an dan sunnah) dan ada juga ijmak, qiyas, dan seterusnya. 

Pada saat itu pemerintah kita telah menerapkan beberapa aturan diatas bukan tanpa sebab, pastinya untuk meminimalisir melonjaknya penyebaran dan angka kematian yang disebabkan oleh virus COVID 19. Dan diharapkan untuk masyarakat mengikuti anjuran dari pemerintah agar virus ini dapat segera mereda.

PENUTUP

Masail fiqhiyah adalah ilmu fiqh yang berkembang karena banyaknya persoalan kontemporer yang memerlukan penetapan hukum dengan metode ijtihad. 

Dengan munculnya persoalan baru seperti pandemi COVID 19 banyak masalah-masalah yang memerlukan jawaban hukum, dan COVID 19 adalah virus yang mudharat nya sangat besar yaitu hingga memakan korban jiwa, maka Para Ulama membuat Fatwa yang mengharamkan umat islam menjalankan yang wajib (sholat jumat) demi memhingga batas Fatwa itu ditentukan atau hingga situsi membaik

Saran saya sebagai penulis, sebaiknya umat islam wajib mentaati dan mendukung kebijakan pemerintah demi kebaikan bersama. 

Jangan menyimpulkan segala sesuatu dari satu sunnah saja, tanpa melihat sunnah yang lain. Masyarakat lainnya pun juga harus profesional dalam menyikapi penyebaran COVID 19 dan dapat menerima kembali orang-orang yang semula dinyatakan negatif dan atau dinyatakan telah sembuh.

Nadia Retno Indriani, 101190238, HKI I

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun