Mohon tunggu...
Fidel Dapati Giawa
Fidel Dapati Giawa Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat

Nulis dangkadang, tergantung mood

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Bongkar Korupsi Harusnya Tak Andalkan Sadap (catatan untuk KPK)

5 April 2014   07:40 Diperbarui: 7 Oktober 2019   22:00 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Beralih sejenak dari hingar bingar Pemilu. Saya ingin menyorot penegakan hukum terhadap korupsi, khususnya dalam hal sadap-menyadap (interception) sebagai salah satu cara dan wewenang yang diberi undag-undang kepada KPK untuk memberantas korupsi. Tulisan ini sengaja saya luncurkan tidak pada saat hangatnya kontroversi RUU KUHP, agar tak dinilai secara apriori sebagai upaya memusuhi atau mengkerdilkan KPK sebagaimana dituduhkan kepada DPR yang pro terhadap perubahan RUU KUHP.

Saya tidak membahas apakah perlu pengaturan tentang tata cara menyadap serta problematika hak azasi manusia atas tindakan sadap. Saya membahas objektifitas penggunaan kewenangan menyadap dari segi pemberantasan kriminalitas di bidang korupsi, diman objektifitas atau fairnes merupakan sumber dari wibawa dan efektifitas penegakan hukum.

1. Mekanisme Bekerjanya Hukum
Untuk menilai sejauh mana objektifitas fungsi penayadapan, haruslah dipahami bagaimana hukum bekerja. Mengenai bagaimana mekanisme hukum bekerja, adalah prinsip umum yang berlaku dalam penegakan hukum oleh bangsa-bangsa yang hidup dan bernaung di bawah langit ini.

Mekanisme bekerjanya hukum hanya berlangsung ketika terjadinya peristiwa konkrit, yaitu melalui tindakan dan wewenang yang diberikan oleh undang-undang kepada aparat penegak hukum. Peristiwa konkrit yang jadi objek bekerjanya hukum tersebut haruslah berupa perbuatan yang dapat dipidana menurut undang-undang yang berlaku.

Nah, problematika pertama terhadap tindakan sadap oleh aparat penegakan hukum terletak pada prinisp umum mengenai mekanisme hukum bekerja.

Sebagaimana dipraktekkan oleh KPK selama ini, dimana para tersangka koruptor tertangkap tangan saat melakukan perbuatan terlarangnya dan hal ini dapat dilakukan oleh aparat dari KPK berdasarkan petunjuk yang diperoleh dari penyadapan atas target.

Kelihatannya apa yang dilakukan oleh KPK selama ini sangat memuaskan masyarakat luas karena dengan cara tersebut KPK berhasil membongkar berbagai kejahatan korupsi, misalnya dalam kasus yang melibatkan Akil Muchtar dan kasus Rudi Rubiandini. Padahal sesungguhnya tindakan tersebut mengandung probematika penegakan hukum yang cukup serius.

Dengan bertitik tolak pada prinisip umum mekansime hukum bekerja, maka menangkap atau menindak dengan cara tertangkap tangan melalui bantuan penyadapan berarti, atas diri seorang target (yang kemudian menjadi tersangka) telah dilakukan tindakan hukum sebelum ia melakukan tindakan terlarang. Tindakan penyadapan ini dapat dipersamakan dengan tindakan hukum lain seperti misalnya pemanggilan, penggeledahan, penyitaan, serta upaya paksa lainnya. Dengan demikian, hukum bekerja mendahului peristiwa konkrit yang dapat dipidana.

Problem kedua terhadap langkah penindakan yang demikian adalah, bahwa secara tidak langsung para penegak hukum telah melakukan pembiaran terjadinya perstiwa pidana. Bukankah selama terjadinya penyadapan berarti penegak hukum tahu bahwa si-target akan melakukan perbuatan pidana? Kenapa aparat penegak hukum bukannya melakukan upaya pencegahan dengan menegur si target yang diketahui sedang mempersiapakan suatu perbuatan yang dapat dipidana?

2. Pendekatan Kriminalistik
Bertolak dari prinsip umum tentang mekanisme bekerjanya hukum, dalam ilmu kriminalistik yang lazim digunakan penyidik untuk membuat terang suatu kejahatan, maka yang dilakukan adalah melacak dan menemukan jejak kejahatan tersebut. Dalam cara kerja demikian berlaku adagium "tidak ada kejahatan sempurna". Artinya setiap kejahatan meninggalkan jejak sehingga memungkinkan penyidik maupun jaksa membongkar tindak kejahatan dan membuktikan dengan akurat siapa pelakuknya.

Hal ini berbeda dengan upaya membongkar kejahatan yang didahului dengan tindakan penyadapan, dimana petugas penegak hukum telah membayang-bayangi calon pelaku kejahatan dan membiarkan calon pelaku melakukan tindakannya untuk kemudian dilakukan penindakan.

Sebagian orang akan mencibir dengan mengatakan bahwa jika menggunakan cara-cara konvensional maka akan sulit memberantas koruptor karena koruptor adalah kejahatan sistematis yang dilakukan menggunakan kekuasaan dan kecerdasan. Padahal sebenarnya tidak demikian. Karena berdasarkan undang-undang Tindak Pidana Korupsi, seseorang yang memiliki 'harta kekayaan tidak wajar' saja sudah bisa dianggap sebagai bukti permulaan untuk memulai penyidikan.

Bagi seorang pegawai negeri mengenai wajar tidaknya harta kekayaannya bisa dilihat dari daftar gaji, riwayat pekerjaan, serta harta yang dikuasai dan atau tercatat atas namanya. Disamping itu PPATK dapat melengkapi melalui daftar rekening atau transaksi mencurigakan untuk melengkapi bukti permulaan. Artinya, pengungkapan dengan metode konvensional tetapi ditunjang dengan alat-alat modern tidaklah mengurangi akurasi dalam pengungkapan dan pembuktian kejahatan seseorang.

Dengan pendekatan kriminalistik ini maka dapat disimpulkan bahwa penyidik yang hebat dalam membongkar kejahatan adalah penyidik yang mampu dengan gemilang membongkar kejahatan seseorang dengan melacak jejak kejahatan. Dengan kata lain, penyidik hebat tidak mengandalkan sadap.

3. Objektifitas Penyadapan
Problem lain dalam mengandalkan penyadapan dalam mengungkap kejahatan adalah menyangkut objektifitas dalam menentukan target sadapan. Ini adalah problem teknis yang sangat serius.

Jika orang yang berpeluang melakukan tindakan korupsi lebih banyak dari jumlah fasilitas penyadapan, maka petugas harus melakukan pilihan siapakan yang mesti disadap diantara para potensial korups tersebut. Nah saat menentukan siapa yang jadi target sadap diantara sekian orang yang berpeluang melakukan tindakan korupsi, subjektifitas bisa menjadi dasar pemilihan target.

Jika hanya dipengaruhi subjektifitas yang dapat diterima oleh akal sehat tidaklah bermasalah. Masalah serius yang timbul adalah bahwa dalam penentuan target sadap dipengaruhi oleh kepentingan tertentu, baik kepentingan penyidik ataupun kepentingan pihak lain yang menggunakan tangan penyidik. Masalah lebih serius lagi adalah jika dalam penentuan target sadap dipengaruhi oleh pertimbangan politis kekuasaan. Jika hal ini terjadi maka wibawa penegakan hukum akan hancur.

4. Apakah Penyadapan Tidak Perlu?
Uraian di atas tidak bermaksud mengatakan bahwa penyadapan tidak diperlukan dalam memberantas tindak pidana korupsi. Penyadapan sebagai alat baktu dalam menemukan bukti kejahatan tetap diperlukan akan tetapi tidak menjadi yang utama.

Cara-cara konvensional dalam penyidikan, yakni dengan mengandalkan penelusuran jejak kejahatan jauh lebih akurat dan terbebas dari subjektifitas dari pada mengandalkan hasil sadapan sebagai alat bukti permulaan.

Menurut saya mengandalkan hasil sadapan sebagai titik tolak pengusutan kasus korupsi tidaklah hebat. Tidak perlu logika yang ketat dan kecerdasarn yang mumpuni jika mengandalkan hasil sadap. Mekanisme penyidikannya sederhana, tangakap targetnya kemudian putar hasil sadapan dan konfrontir dengan lawan bicara dalam mekanisme sadap, maka keoklah si target, terlebih kalau dalam sadapan itu terekam pula pembicaraan tak senonoh misalnya hal yang berbau sex, maka si terperiksa sudah terintimidasi lebih dulu.

Di hadapan petugas pemeriksa maka si terperiksa merasa seakan-akan berada di hadapan Tuhan yang tahu segala perbuatannya. Keadaan tidak seimbang alias tidak fair.

Diakhir tulisan ini saya hanya berpesan, penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi tidak terlalu cengeng. Jangan terlalu meradang jika soal penyadapan diutak-atik DPR, yang penting jangan sampai ditiadakan sebagai salah satu mekanisme dan alat bantu penyidikan.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun