Mohon tunggu...
DWI UTHARI NABILAH
DWI UTHARI NABILAH Mohon Tunggu... Mahasiswi Magister Akuntansi Universitas Pamulang

Seorang Mahasiswi Magister Akuntansi yang terus berusaha memperbaki kualitas diri untuk masa depan yang lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Financial

Paradoks Penurunan BI-Rate: Stimulus yang Tepat atau Langkah Prematur?

17 September 2025   21:02 Diperbarui: 17 September 2025   20:26 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Bank Indonesia The Official Account Twitter : @bank_indonesia 

Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 15-16 Juli 2025 memutuskan untuk menurunkan BI-Rate sebesar 25 bps menjadi 5,25%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,50%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,00%. Langkah ini tentu membawa harapan baru, namun, di balik optimisme stimulus ekonomi ini, tersimpan sejumlah keraguan fundamental tentang efektivitas dan risiko yang menyertainya.

Alasan Bank Indonesia cukup jelas prakiraan inflasi 2025-2026 yang berada dalam sasaran 2,51%, stabilitas nilai tukar rupiah, dan kebutuhan mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah ketidakpastian global. Data inflasi Juni 2025 yang tercatat 1,87% (yoy) jauh di bawah target tengah BI sebesar 2,5% memberikan ruang bagi pelonggaran moneter.

Konteks global juga mendukung. Kebijakan kenaikan tarif resiprokal Amerika Serikat yang berlaku mulai Agustus 2025 diprediksi akan memperlemah pertumbuhan ekonomi dunia menjadi sekitar 3,0%. Melemahnya dolar AS (DXY dan ADXY) juga menciptakan momentum positif bagi aliran modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia.

Namun, efektivitas penurunan suku bunga ini patut dipertanyakan ketika melihat data transmisi kebijakan yang lemah. Meskipun suku bunga INDONIA turun dari 5,77% menjadi 5,14%, suku bunga kredit perbankan praktis stagnan di level 9,16%---hanya turun 2 basis poin dari 9,18% pada Mei 2025. Bahkan suku bunga deposito justru naik dari 4,81% menjadi 4,85%.

Fenomena ini mencerminkan disconnect antara kebijakan moneter dan realitas perbankan. Bank-bank cenderung berhati-hati menyalurkan kredit meskipun Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh 6,96% (yoy). Akibatnya, likuiditas berlebih justru ditempatkan pada surat berharga, bukan disalurkan sebagai kredit produktif.

Pertumbuhan kredit yang melambat dari 8,43% (Mei) menjadi 7,77% (Juni) semakin memperkuat kekhawatiran ini. Kredit UMKM bahkan hanya tumbuh 2,18% (yoy) angka yang ironis mengingat UMKM menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

Terdapat resiko perlu diwaspadai. Pertama, meski inflasi saat ini rendah, penurunan suku bunga di tengah program stimulus fiskal Asta Cita berpotensi menciptakan tekanan inflasi di masa depan, terutama jika permintaan domestik mulai menguat.

Kedua, ketergantungan pada aliran masuk modal asing (net inflows SBN sebesar 0,9 miliar dolar AS di awal triwulan III) membuat Indonesia rentan terhadap perubahan sentimen global. Jika Federal Reserve mengubah arah kebijakan atau risiko geopolitik meningkat, capital outflow bisa terjadi dengan cepat.

Ketiga, sektor riil belum menunjukkan respons positif yang signifikan. Konsumsi rumah tangga masih lemah, tercermin pada penjualan eceran yang melambat. Industri pengolahan serta sektor akomodasi dan makan minum juga belum menguat. Tanpa perbaikan fundamental di sektor riil, penurunan suku bunga hanya akan menjadi "obat bius" sementara.

Kendati Bank Indonesia menekankan sinergi dengan pemerintah dalam program Asta Cita, koordinasi kebijakan fiskal-moneter masih terkesan reaktif, bukan proaktif. Program Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) senilai Rp376 triliun memang positif, namun distribusinya yang terfokus pada bank BUMN dan BUSN belum tentu menjangkau sektor yang paling membutuhkan.

Selain itu, fokus pada digitalisasi pembayaran melalui QRIS dan kerjasama internasional, meskipun penting untuk jangka panjang, belum mampu memberikan dampak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi riil dalam jangka pendek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun