Mohon tunggu...
Nabilalr
Nabilalr Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Pembelajar Omnivora. Menulis sebagai tanda pernah 'ada', pernah 'merasa', dan pernah disebuah 'titik'.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Yang Hilang di Tengah Kita (?)

30 April 2020   20:43 Diperbarui: 30 April 2020   21:11 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku terpaku di samping jendela ruang tamuku. Nampak termenung. Menelanjangi jalanan pukul 16 yang tak ada wara wiri. Langit melembanyung sudah tinggi. Siap untuk menyambut kepulangan matahari.

Mengusir jengah, aku pun menggapai gawai yang tergeletak diatas meja. Kutekuri satu satu pesan masuk di aplikasi pesan singkat yang tidak banyak berubah. Seperti jalanan yang sunyi. Handphoneku pun berhenti berbunyi, tak lagi ramai. Ah, suatu anomali pada ramadhan tahun ini.

Kuteringat ramadhan ramadhan tahun sebelumnya. Ramadhan yang selalu ramai. Ramadhan pembawa keceriaaan meski harus menahan lapar dan dahaga seharian. Ramadhan sebagai penyambung sillaturrahmi dengan kawan kawan lama. Dan ramadhan, sebagai momen untuk berbahagia meyambut Hari raya yang tinggal hitungan hari. Kini, nuansa itu seolah hilang. Terbang seperti butiran debu yang mengikuti arah angin. Tak berbekas. Dan tak ada yang tahu kapan ramadhanku kembali seperti sebelumnya.

Tidak ada lagi undangan buka bersama dengan teman teman kampus maupun organisasi. Tidak ada lagi ajakan sahur on the road ataupun tarawih keliling di masjid masjid. Dan tak ada lagi kebiasaan berburu takjil yang dijajakan di sepanjang jalan. Sungguh. Ramadhan tahun ini tidak lagi sama. Dan aku tak bisa apa apa.

"Kakak ngapain? Ngelamun disitu?" Suara Mama memecah lamunanku yang masih setia di tepi jendela.

"Oh, ngga Ma. Duduk aja nungguin maghrib." Jawabku singkat.

"Yaudah. Kakak mau dimasakin apa untuk berbuka nanti?" Tanya Mama yang sudah siap siap mengepulkan dapur untuk berbuka maghrib nanti.

Aku berpikir sejenak sebelum menjawab. Sedikit bernostalgia dengan ramadhan tahun lalu yang jadwalku sudah penuh bahkan ketika ramadhan belum hadir. Janji buka bersama dengan teman teman sekolah, kuliah, organisasi, atau sekedar ngabuburit bersama sahabat.

Ramadhan yang seharusnya menjadi bulan penuh berkah. Jalan untuk memetik pahala sebanyak banyaknya justru kuhabiskan untuk banyak bersendau gurau. Tarawih keliling sekedar wacana, dan sholat maghrib yang selalu berkejar kejaran dengan adzan isya karena keasyikan berkumpul dengan teman teman.

Buka bersama yang harusnya sebagai ajang sillaturrahmi justru menjadi ajang ghibah dan riya'. Tabungan dan uang jajan yang harusnya bisa dijadikan untuk amal, justru hanya habis untuk urusan perut dan gengsi.

Kini tiba tiba aku sadar jika ramadhan tahun ini memang berbeda. Tak ada lagi agenda buka bersama yang padat merayap. Tak ada lagi hura hura dan pemborosan. Dan tak ada lagi aku yang dulu. Mendadak aku mengerti jika ramadhan tahun ini bisa sebagai instropeksi.

Bukankah aku justru bisa membantu mama memasak untuk menu berbuka setiap hari? Juga tidak ada lagi sholat maghrib yang kejar kejaran dengan isya. Aku bisa lebih khusyu sholat teraweh dengan Papa dan Mama dirumah saja. Juga, berbagi dengan sesama ketika dunia sedang tidak baik baik saja. Ah, hal hal sederhana yang aku bahkan sudah lupa rasanya.

"Kak Ayu, kok melamun lagi? Ikannya mau di goreng atau di bakar nih?" Suara Mama kembali memecah lamunanku.

"Ehm, aku yang masak aja mah." Jawabku singkat lalu segera beranjak dari kursi ruang tamu menuju dapur.

Setidaknya aku sadar jika ramadhan dirumah saja tidak berarti kebosanan akan melanda. Bukankah esensi ramadhan adalah membuat kita menjadi lebih bertaqwa? Agar siap menjadi orang yang lebih baik saat Hari raya nanti. Bukan sekedar mengganti baju dengan yang baru saja.

Ketika dunia sedang sakit, pada akhirnya aku tahu jika keluarga dan rumah adalah tempat yang akan melindungi dan membuatmu tetap aman dan nyaman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun