Mohon tunggu...
Nabilalr
Nabilalr Mohon Tunggu... Freelancer - Pembelajar

Pembelajar Omnivora. Menulis sebagai tanda pernah 'ada', pernah 'merasa', dan pernah disebuah 'titik'.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ledakan Kupu-kupu

4 Juli 2019   09:07 Diperbarui: 4 Juli 2019   09:45 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
source : google.com

Jejak jejak langkah yang kecil kecil namun rapat. Suara tawa yang bersahutan kian mendekat. Dalam hitungan detik, audio itu pun menampilkan visual aslinya. Ada lima anak kecil yg masih belum tamat SD. Lari berkejar kejaran sambil membawa dua buah layang layang berbentuk kupu kupu. Tiga bocah laki laki, dan sisanya perempuan. Gelak tawa mengiringi langkah kaki mereka. Aku tau mereka hendak kemana, batinku. Anak desa sebelah itu pasti mau ke lapangan di desaku untuk menerbangkan layang layang. Tidak jauh dari sini.

Aku yang di teras rumah pun selintas melihat pemandangan itu. Iya. Aku di teras rumah sedang menunggu pacarku. Jika estimasi waktu ku tidak salah, lima menit lagi ia akan sampai sini. Kutunggu saja ia disini. Aku terlampau rindu hanya untuk membukakannya pintu.

Belaian angin sore serta matahari yg masih cukup terik membuatku menyandarkan punggung pada kursi teras ini. Aroma bunga yang mampu terhidu oleh penciumanku pun membuatku refleks menutup mata. Iya, ini masih pukul 15.30 sore. Panas matahari yang hendak bertemu senja merupakan waktu terbaik untuk merileskan badan. Waktu paling manjur untuk melepas rindu.

Dengan mata tertutup, sayup sayup aku mendengar gelak tawa dan langkah kecil kecil lagi. Kupikir, mana mungkin mereka sudah selesai bermain? Lapangan kan masih 500 meter lagi. Harusnya mereka baru saja sampai dan mulai berlomba menerbangkan layang layang. Namun langkah kaki itu terasa kian dekat dan memaksaku untuk membuka mata. Siapa sih yang berlarian? Atau, apa pacarku sudah datang?

Aku terkejut begitu melihat realita bahwa tidak ada siapa siapa didepanku. Tidak ada siapa siapa. Bocah bocah tadi maupun pacarku. Ah tunggu! Aku melihat lima ekor kupu kupu yang mendekat kearahku. Lima ekor dengan kecantikan yang sempurna. Entah jantan entah betina. Mereka elok dengan sayap sayap sewarna unicorn dengan gradasi yang pas. Toska, magenta, peach, black sand, bahkan light blue pun terlihat anggun saat mengepak epakkan sayapnya kearahku.

Tidak tahan dengan kecantikannya, aku pun berdiri dan mendekat perlahan. Kuamati tiap kepakan sayap dan corak keindahan dikedua sisinya. Untuk kelima limanya. Semakin penasaran, kuberanikan diri untuk menyentuh sayap kupu kupu yang berwarna toska. Ajaib! Kupu kupu itu justru meledak dan menjadi ratusan kupu kupu kecil berwarna toska. Mereka tidak hancur, namun justru terbang tinggi tinggi hingga mataku tak sanggup menjangkaunya. Kupu kupu mana yang mampu terbang setinggi elang? Batinku.

Keempat kupu kupu tersisa pun terbang menjauh namun seolah memanduku untuk mengikuti nya. Terhipnotis, akupun berlari kecil mengikuti kemana kepakan itu membawaku. Belum sempat aku berhenti, tiba tiba pemilik sayap berwarna black sand pun melebur bersama hembusan angin. Ia berubah menjadi ratusan kupu kupu kecil yang terbang entah kemana.

Lelah berlari, tiga yang tersisa pun tidak lagi terbang menjauh. Seakan memahami ku yang kelelahan, mereka hanya diam aja. Seperti menungguku untuk menjangkaunya. Tak tahan, aku mengikuti instingku. Kuulurkan tanganku hendak menyentuh si magenta, namun lagi lagi. Seperti si toska, belum sempat ujung jariku menyentuhnya, ia sudah berubah menjadi ratusan kupu kupu kecil yang terbang setinggi elang. Ada keindahan yang membuatku tertegun tanpa sanggup bergerak bahkan berkedip sekalipun. Tak lama setelah si magenta terbang, kupu kupu light blue pun melebur bersama angin dan hilang begitu saja. Hanya meninggalkan sisa belaian pada rambutku yang belum sempat kurapikan. Oh, kini aku mengerti. Jika empat kupu kupu yang terbang adalah pasangan masing masing. Tidak ingin kehilangan satu sama lain. Benarkah? Atau itu hanya pemaknaanku? Entahlah. Aku tidak peduli. Kini aku fokus pada satu peach yang tersisa.

Ia tidak bergerak, aku pun sama. Seolah mengerti kerisauanku, kupu kupu warna peach pun kembali menuntunku pulang ke teras. Kali ini, ia tidak tergesa gesa. Tiap kepakan sayap nya justru semakin menunjukkan keindahannya. Pelan pelan, ia berubah warna menjadi toska, lalu black sand, lalu berubah menjadi warna magenta, dan light blue.

Tunggu tunggu. Ia terbang semakin tinggi seiring dengan perubahan warna nya menjadi putih bersih tanpa warna sedikitpun. Aku ingin meraihnya namun tanganku tidak sanggup menjangkau. Ia terbang semakin tinggi, dan dari kejauhan aku menatapnya. Seakan menatapku kembali, ia ingin menunjukkan padaku bahwa, ia pun meledak menjadi ratusan kupu kupu kecil dengan gradasi warna yang luar biasa indah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun