Mohon tunggu...
Si Penonton Layar
Si Penonton Layar Mohon Tunggu... Apoteker - Penikmat Film/Pembaca buku/Penikmat hal-hal unik

Berbagi sudut pandang tentang film dari sisi penonton, dan berbagi banyak hal yang perlu diulas

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Quiet Quitting, Perbedaan Makna Pekerjaan Antargenerasi

24 September 2022   12:15 Diperbarui: 5 Oktober 2022   10:37 338
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Alex Kotliarskyi on Unsplash   

Kesenjangan itu tidak menyenangkan dalam semua lini. Mau itu kesenjangan sosial atau kesenjangan pemikiran. Generasi Milenial salah satu yang merasa menjadi korban kesenjangan pemikiran ini. 

Aku yakin generasi kelahiran pada 1981-1996 yang mungkin saat ini sudah berusia 24-39 tahun merasakannya. Karena, aku termasuk pada generasi ini. 

Sedang mencoba beradaptasi dengan situasi dan kondisi. Generasi kami disudutkan menjadi generasi lemah mental mau itu dari kalangan masyarakat ataupun keluarga. Mencoba untuk tidak mengamininya namun, perlahan menjadi kebingungan dengan keadaan. 

Apakah generasi kami memang selemah itu? Belakangan juga muncul istilah baru yang cukup dipahami generasi kami dan dikaitkan dengan generasi milenial yaitu Quiet Quitting.

Secara bahasa tentu ini bukan diksi atau kata yang ada di Indonesia. Aku secara pribadi tidak akrab dengan kata tersebut. Namun, setelah membaca dan menguliknya ada rasa yang famliar. Seolah-oalah kata-kata itu mendefinisikan generasiku. 

Quiet Quitting secara makna bisa diartikan sebagai perilaku yang membatasi diri untuk tidak melakukan pekerjaan yang lebih di tempat kerja melakukan pekerjaan secukupnya dan semampunya. 

Kurang lebih makna yang aku lihat seperti itu, dan dari pengalaman  pribadi memang begitu adanya. Ada rasa lelah sehabis bekerja dan enggan mengemban pekerjaan lebih yang ditawarkan. 

Contoh sederhana saja dan mungkin ini dirasakan juga di beberapa kalangan ada rasa lelah dan enggan dihubungi di luar jam kerja. Membahas topik pekerjaan di waktu selain jam kerja itu menjenuhkan. 

Tidak salah sebenarnya melakukan perilaku ini karena, memang dalam kesepakatan kerja sudah tertera dengan jelas akan deskripsi pekerjaan, dan tidak menyalahi aturan kerja. 

Namun, namanya dunia kerja banyak variabel-variabel lain yang nyatanya memang terjadi juga diperlukan untuk mengemban pekerjaan yang bukan kewajiban. Ada tuntutan dan harapan dari atasan akan hal itu.

Generasi milenial cukup terbuka akan hal baru dan mereka paham betul dengan hal tersebut. Salah satu hal baru yang cukup hangat dibahas adalah kesehatan mental. Generasi milenial sangat paham betul akan kesehatan mental. 

Melakukan pekerjaan atau mengemban pekerjaan diluar jam kerja, apalagi mengemban tanggung jawab yang bukan pekerjaannya akan mempengaruhi kondisi mental. Kondisi itu disebut dengan Burnout.

Mengutip dari Tirto tentang Burnout,dari "Jonathan Malesic adalah karakteristik zaman yang tercipta karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan pada pekerja. Menurutnya, kerja modern saat ini menuntut intensitas emosi yang lebih, namun di sisi lain minus penghargaan".

Bekerja saat ini banyak tuntutan yang diterima oleh generasi milenial. Sejatinya generasi milenial ingin memiliki pekerjaan yang bisa mencukupi diri mereka. Dari segi finansial, aktualisasi diri, jalinan pertemanan, dan tentu saja prospek karir kedepannya. 

Hal yang sering dirasakan oleh pekerja milenial ialah apa yang kami lakukan selalu tidak mendapat apresiasi diri. Minimnya pengetahuan akan hal ini membuat kesenjangan antar rekan kerja. Mungkin gap generasi yang jauh. 

Generasi milenial berharap bisa bekerja sekaligus mengembangkan dirinya sebagai manusia, dan tidak semua intansi pekerjaan paham akan hal itu. Intan pekerjaan menganggap pekerja ya pekerja saja tidak lebih tidak kurang. 

Oleh karena itu fenomena ini suatu bentuk pertahanan diri dari generasi milenial untuk bertahan di dunia kerja yang jauh dari harapan kami. Ya mau tidak mau kehidupan harus berjalan dan itu butuh biaya.

Fenomena ini sebenarnya unik dan nyata adanya. Hal ini bisa saja mempengaruhi produktivitas nantinya. Jumlah generasi milenial bisa jadi mendominasi lapangan pekerjaan. Mengganti pekerja yang masuk usia pensiun. 

Jika fenomena ini tidak dibenahi tentu akan menurunkan produktivitas semua lini pekerjaan. Produktivitas yang ideal pada akhirnya lebih mengutamakan kualitas, bukan kuantitas. 

Jawaban yang paling baik untuk membenahi hal ini adalah kompromi dan komunikasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun