Semalam tidur tak nyenyak, tadi pagi rasanya berbeda. Iya, saya salah satu orang yang merasakan duka mendalam terhadap kejadian semalam. Iya, driver ojol pejuang rupiah harus meninggal dalam kondisi menyakitkan.Â
Bukan hanya saya yang merasa berduka dan marah dengan yang terjadi semalam. Bahkan ada beberapa teman bercerita dengan rasa yang sama. Tak bisa dibayangkan bagaimana perasaan ibunda dan keluarga inti driver ojol tersebut. Pilu, pedih dan perih tak terelakan.
"Jadi nggak mood ngapa-ngapain," Chat dari seorang teman "Nggak enak hati & overthinking banget hari ini" Timpal yang lain.Â
"Kalau bisa beneran diem, pengen diem. Serasa sedang berduka banget" Info seperti itu terus bermunculan dari orang terdekat. Banyak doa baik untuk almarhum. Tentunya kita semua panjatkan.Â
Setelah naik KRL, tadi pagi saya memutuskan lanjut naik ojek online (ojol). Harapannya bisa sampai tujuan lebih cepat dan mengerjakan yang mesti diselesaikan.
Tidak banyak ngobrol, sepertinya saya dan driver ojol sama-sama sedang merasa berkabung. Manalah macetnya lumayan lama dan membuat saya gelisah melihat angka jam tangan.Â
Kembali Mengingat Perjalanan Bersama Driver Ojol
Sekitar tahun 2017-an, saya sempat melamar kerja di Jakarta Selatan dan terpanggil buat interview. Itulah kali pertama saya memesan ojek online untuk mengantar ke tempat interview.
Pengemudi seorang bapak yang sudah berumur. Beliau ramah dan ngajak ngobrol. Sepanjang perjalanan ada banyak cerita baik yang beliau kisahkan kepada saya.Â
Bukan seperti seorang driver antar penumpang, beliau terasa bak seorang bapak mengantar anaknya yang akan interview. Ketika saya turun dan membayar ongkos secara tunai, "nggak usah bayar, kamu pegang uangnya. Buat nanti makan, semoga interviewnya lancar," ujar bapak driver dengan nada yang sangat tenang bak malaikat.