Mohon tunggu...
Mylab Thereader
Mylab Thereader Mohon Tunggu... Book Reader -

MyLab - Book Reader. Even when we read a novel or fiction, we are not reading a drama, romance, horror, epic or thriller. We learn the human being way of thinking, its behavior, culture and strategies to deal with a situation. Blog https://jemlibrary.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

The World is Flat: Lapangan Permainan dan Persaingan Global Sedang di Setarakan

3 Juli 2017   22:41 Diperbarui: 5 Juli 2017   01:12 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Sebuah perusahaan Amerika melakukan outsourcing untuk pekerjaan call center-nya kepada perusahaan yang berada di India untuk melayani customer-nya yang bahkan berada di Amerika. Pemantauan dan pengendalian aktifitas dan proses bisnis offshoring di suatu tempat oleh perusahaan induk-nya yang berada di tempat lain memungkinkan untuk dilakukan dengan mudah.

Konektivitas global internet bersama world wide web memberi kesempatan bagi setiap individu dengan device-nya yang terkoneksi dengan internet untuk mendapatkan informasi yang sama tentang sumber daya, komoditas produk, pasar, ilmu pengetahuan dan informasi lainnya dan karena itu memungkinkan untuk memiliki peluang yang sama dengan yang lain ketika mengambil bagian dalam kompetisi global. Bayangkan sebuah situs dengan beragam komoditas di dalamnya. Kita kapanpun dapat berpartisipasi mengambil peran yang kita inginkan dalam rantai pasok global, bahkan hampir tanpa perlu menyimpan persediaan barang dagangan dan memungkinkan untuk memulai sebuah bisnis dengan sumberdaya yang sangat minim, seperti model dropship reseller yang sekarang lagi trend. Dan ketika kita melakukan ini, maka kita tak sekedar bersaing di level antar individu, namun kita sebagai individu juga bersaing dengan perusahaan bisnis.

Dalam istilah Friedman the playing field is being leveled ketika setiap individu, dengan konektivitas internet, mampu mendapat informasi yang sama tentang sumber daya, komoditas produk, pasar, ilmu pengetahuan dan informasi lainnya; dan theglobal competitive playing field is being leveled ketika setiap individu, dengan penguasaan informasi yang setara dan konektivitas internet, memiliki peluang yang sama dengan yang lain untuk mengambil bagian dalam kompetisi global dan dapat menjalankan aktivitas operasinya dimanapun secara global, dan bersaing dengan perusahaan bisnis. Itu adalah beberapa dari dampak yang ditimbulkan dari era konektivitas global internet, dan ini merupakan salah satu flattener lainnya yang mendorong the world is flat.

Kekuatan Raksasa China

Selain kemajuan teknologi di bidang transportasi dan informasi dan telekomunikasi seperti yang telah disampaikan di atas, masuknya kekuatan raksasa China satu dekade setelah runtuhnya tembok Berlin menjadi anggota WTO pada tahun 2001 juga dipertimbangkan sebagai salah satu flattener yang sangat menentukan bagi dunia global. Sebagai bagian dari anggota WTO, maka China telah menjadi tunduk sepenuhnya dengan standar aturan hubungan internasional dan perdagangan global WTO. Sehingga dari sebuah negara sosialis sentralisasi yang secara tradisi sangat berakar kuat, China kemudian membuka diri bagi investasi luar dan perdagangan bebas.

Bukannya tanpa alasan ketika China memutuskan untuk bergabung dengan WTO. Globalisasi dengan perdagangan bebasnya sedang memberi tantangan besar bagi China. Kalau tetap ingin bertahan menjadi salah satu kekuatan dunia yang dipandang, tak ada cara lain kecuali berpartisipasi didalam globalisasi dan pasar bebas dan kemudian mengambil tempatnya untuk menjadi salah satu kekuatan flattener yang menentukan dunia global. Menutup diri berarti menjadi tertinggal dan kehilangan kekuatannya yang diperhitungkan selama ini. 

Namun, ini semua menuntut perlunya dilakukan reformasi birokrasi internalnya dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang dimilikinya. Dengan semangat sosialis yang telah menjadi tradisi dan berakar begitu kuat, tak ada peluang reformasi birokrasi internal bisa dilakukan sendiri dari dalam. Dengan berpartisipasi menjadi anggota WTO, pada dasarnya China sedang memasukan pengaruh atau campur tangan luar sebagai bantuan untuk "memaksa" dijalankannya reformasi birokrasi internal yang tak dapat dilakukannya sendiri dari dalam.

Sebagai anggota WTO baru, kekuatan yang dimiliki China saat itu adalah jumlah penduduk yang dimilikinya, dan segera China menjadi pasar yang potensial; namun tidak itu saja, dengan jumlah penduduknya China memerlukan sumber penyediaan lapangan kerja; dan dengan kekuatan jumlah penduduk itu China mampu menyediakan low cost laborer; ditambah berbagai insentif yang diberikan bagi investasi asing. China kemudian segera dilirik menjadi tempat tujuan offshoring ideal. Menjadikan China sebagai wilayah tujuan offshoring yang low cost berarti meningkatkan kemampuan kompetitif negara yang melakukan offshoring disana karena ini bisa memberi harga komoditas produk yang lebih murah dan lebih mampu bersaing di pasar global. Itu peran pertama raksasa China sebagai flattener, membuat persaingan global menjadi seimbang melalui harga komoditas produk yang lebih kompetitif: the global competitive playing field is being leveled.

Apa yang dilakukan China dengan membuka dirinya bagi investasi asing dan pasar bebas, dampaknya sama seperti apa yang dilakukan oleh Jerman ketika meruntuhkan tembok Berlin: ini adalah simbol dan tonggak pembebasan dan keterbukaan terhadap perdagangan bebas dan investasi asing yang berdampak pada banyak negara lainnya di muka bumi. Bayangkanlah produk yang di manufaktur di China saat ini yang membanjiri pasar dengan harga yang lebih kompetitif. Low cost offshoring plus insentif-insentif bagi investasi asing yang berdampak pada harga komoditas produk yang kebih murah dan lebih mampu bersaing di pasar global memaksa negara-negara lain, apakah negara yang telah maju maupun yang sedang berkembang, untuk berkompetisi pada level sama, secara lebih spesifik berarti berkompetisi dengan sang raksasa. 

Bagi negara-negara yang sedang berkembang, seperti diantaranya Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, Meksiko dan Brasil mau tak mau harus melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan China, membuka diri lebih lebar plus memberi insentif-insentif bagi investasi asing, sehingga memungkinkan dirinya cukup menarik untuk menjadi tujuan offshoring yang low cost agar dapat meningkatkan kemampuan saingnya di pasar bebas dan sekaligus menyediakan lapangan kerja bagi penduduknya. Dan lagi-lagi raksasa China mengambil perannya sebagai flattener yang membuat persaingan global menjadi seimbang dengan mendorong negara-negara maju berkompetisi pada level yang sama; sedang bagi negara berkembang di dorong untuk membuka diri terhadap investasi asing dan menjadikan dirinya semenarik mungkin untuk dapat menjadi tujuan offshoring yang low cost: the global competitive playing field is being leveled.

Namun menjadikan negaranya sebagai tujuan offshoring yang low cost adalah strategi jangka pendek. Adalah sophistical ketika bisnis sepenuhnya hanya disandarkan pada obyektif-obyektif untuk mengejar low cost atau low wages tanpa berupaya untuk meningkatkan kualitas, produktivitas dan penguasaan teknologi. Ini berarti juga menyangkut peningkatan kualitas sumberdaya manusianya. Dengan menjadi anggota WTO dan membuka diri bagi investasi asing, berarti memberi peluang untuk melakukan alih teknologi dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya. Ambisinya adalah melampaui Amerika dan uni Eropa dalam 30 tahun ke depan sejak menjadi anggota WTO.

So in thirty years we will have gone from "sold in China" to "made in China" to "designed in China" to "dreamed up in China" or from China as collaborator with the worldwide manufacturers on nothing to China as a low-cost, highquality, hyperefficient collaborator with worldwide manufacturers on everything. This should allow China to maintain its role as a major flattening force, provided that political instability does not disrupt the process. Indeed, while researching this chapter, I came across an online Silicon Valley newsletter called the Inquirer, which follows the semicon ductor industry. What caught my eye was its November 5,  2001, article headlined "China to  Become Center of Everything." It quoted a China  People's Daily article that claimed that four hundred out of the Forbes 500 companies have invested in more than two thousand projects in  mainland China. And that was five years ago.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun